The when time is not eternal

Nicanser
Chapter #5

Sumur waktu

Setelah membersihkan diri, aku langsung pergi ke ruang makan dan di sana sudah ada mama dan kak Kasih.

Wanita itu melihatku dan langsung menarik kursi di sampingnya sambil menunjukan dagunya ke kursi itu agar kududuki, aku diam sambil menurut lalu beralih melihat mama yang sibuk dengan gejetnya tidak lupa dengan keningnya yang berlipat yang terus menghiasi wajahnya, dan aku tau pasti banyak pekerjaan yang menumpuk.

"Makan," tegur kak Kasih setelah menaruh lauk di atas piringku.

Aku mengagguk dan hendak untuk makan tapi bunyi decitan kursi membuatku mendongak.

Aku melihat mama bangkit dari kursinya sambil menelfon dan pergi begitu saja, seharusnya pemandangan itu sudah terbiasa untukku tapi tetap saja hatiku merasakan sakit.

"Makan." Lagi-lagi kak Kasih menegurku dan aku hanya bisa tersenyum canggung.

Kami diam saat makan hingga kak Kasih mulai mencari topik agar suasananya tidak terasa suram.

"Katanya dikompleks B ada yang meninggal," ujarnya dan aku makan sambil menyimak.

"Katanya dia cewek seumuran denganmu," bisiknya berusaha terlihat horor.

Dan entah kenapa percakapan itu membuatku tertarik.

"Siapa?"

"Kakak enggak tahu, cuman dengar dari tetangga sih. Kemarin dia masih sehat-sehat aja trus paginya ga bangun-bangun lagi."

Di saat seperti ini aku malah teringat tentang omongan lelaki brengsek itu, di mana aku harus mencari orang yang berumur pendek.

Tiba-tiba suara bel berbunyi membuat kak Kasih langsung bangkit menuju pintu utama.

Ini kesempatanku langsung mengeluarkan jam kalung itu dari saku celanaku, aku sengaja tidak memakainya di leher karna bentuk kalung itu terlalu menonjol dan sekalian berjaga-jaga agar kak Kasih tidak menanyakannya.

Aku memandangnya sebentar, jujur saja aku masih takut mengoprasikanya, aku takut aku malah membuat sesuatu yang tidak sebenarnya terjadi malah akan terjadi.

"Ra. Temanmu datang tuh," ucap kak Kasih menghampiriku.

Dengan cepat aku langsung menaruhnya kembali dalam saku lalu beralih melihat wanita itu.

"Siapa?"

"Resa," jawabnya lalu kembali melanjutkan makannya.

Aku bangkit menuju ruang tamu dan di sana sudah terlihat wajah Resa yang terlihat kesal.

"Ada apa?" tanyaku tepat duduk disampingnya.

Bukanya menjawab dia langsung menghujaniku dengan cubitan sadisnya.

"Sakit tau, lo kenapa sih?"

Aku berusaha menghindarinya dan dia terus mengejarku dengan cubitannya.

"Kenapa lo bilang? enteng banget lo ngomong!"

"Yak, terus apa?"

Dia berhenti mencubitku lalu kembali duduk dengan wajah jutek.

"Lo banyak utang cerita sama gue!" teriaknya.

"Cerita apa dulu nih?" Jujur saja aku tahu arah topik pembicarannya tapi kalau sudah menyangkut hal-hal yang tidak masuk akal kayaknya tidak perlu untuk diceritakan.

"Ceritain, kenapa lo bisa hamil?"

"Lah ... Lo ngomong apa ,sih?"

"Gue tau mulai dari kemarin lo udah minta yang aneh- aneh! Sampai lo gak mood dikelas trus Bastian datang dan bilang soal anak dan berujung lo bolos bareng dia!"

Semuanya benar tapi yang pertama salah, aku minta aneh- aneh dari mananya coba? Dan soal aku hamil, mendengarnya saja membuatku ingin muntah.

"Ih ... lo salah paham! Gue gak hamil! Trus Bastian itu cuman tetangga tante Fara dan kami saling kenal karna bantu ngurus anak dari saudara papa!" ujarku setengah berbohong dan setidaknya itu lebih baik

"Ouch kirain ...."

"Makanya jangan asal ngomong!" Dan sekarang terbalik aku malah kesal padanya.

"Yaampun gue kan gak sengaja, lo juga gak ngomong ...." Dan seterusnya Resa terus membujuk dengan kata-kata mutiaranya, aku yang mendengarnya hanya bisa diam dan terus berpura-pura menjalankan aksi bohongku agar terlihat lebih menjiwai.

"Hmm, oke deh gue maafin," ucapku dan itu mampu membuat dia senang kegirangan sambil menghamburkan pelukannya dengan erat, aku membalas pelukannya hingga tanpa sadar aku melihat seorang gadis tengah menatapku dengan pandangan kosong dari arah luar jendela.

Seketika badanku menegang aku melihat gadis itu tembus dari kendaraan yang sedang melintas di hadapanya, kupikir dia akan mati tapi ternyata tidak. Terlihat diapun sama bingungnya denganku.

"Lo kenapa?" tanya Resa mulai melonggarkan pelukannya lalu beralih memandangku.

"Lo liat cawek sana?" tunjukku menggunakan dagu ke arah jendela.

"Siapa? Gue gak liat siapa-siapa disana."

Saat itu juga aku merinding, jadi apa ini yang di maksud lelaki brengsek itu? kalau memang iya aku tambahkan namanya menjadi lelaki brengsek yang paling gila.

"Oh mungkin gue salah liat," selaku.

Resa tidak jadi mengindahkan ucapanku dia malah membahas tentang Bastian tiada hentinya, meskipun aku terlihat fokus dengan Resa tapi dipikiranku masih tertuju pada gadis itu, bagaimana cara menjadi pengawal orang yang berumur pendek. Kalau situasinya seperti ini malah membuatku semakin bingung.

***

 


***

"Mama." Suara kecil nan lembut menyapaku dalam keheningan yang tiba-tiba melandaku. Entah apa yang terjadi, secara bersamaan waktu begitu cepat dan melambat di sekitarku. Sepotong kejadian melintas di kedua sisiku sedangkan di hadapanku terlihat batita yang sedang terduduk manis sambil tersenyum seperti sedang menunggu kedatanganku. Saat-saat itu terjadi bahkan terasa begitu lambat, setiap tarikan senyuman yang di tunjukan seperti sebuah kata yang diucapkan untukku.

Aku tidak paham sama sekali tapi ada yang aneh secara tiba-tiba air mataku menetes, dadaku terasa sesak, badanku seakan ikut bersedih dan melemah begitu saja. Aku berusaha menyadarkan diriku dengan menghampiri batita itu tapi yang ada aku malah memeluknya sambil terisak seperti menemukan keluarga lama yang hilang. Rasanya nyaman dan itu membuatku ingin berlama-lama memeluknya tapi otaku terus mendorongku menjauhinya sedangkan hatiku berkata sebaliknya. Aku tau ini hanya mimpi tapi itu membuatku dilema.

"Akira! Bangun!" Suara mariton membangunkanku dari mimpi yang rasanya begitu menyedihkan, bahkan sisa air mata itu mengikutiku ke alam sadar.

"Apa?"

"Selalu saja responmu seperti itu!" Ya itu Bass, rasanya ada yang aneh setiap kali aku bertemu dengannya. Saat aku bersikap dingin dia akan bersikap sebaliknya dan itupun juga terjadi padaku.

"Ada apa?" sambungnya saat melihatku hanya diam saja.

Lihat selengkapnya