Setelah melewati gelapnya sumur aku langsung tersadar dengan satu tarikan napas dalam keadaan sedang duduk bersandar di sofa. Belum juga menetralkan napasku yang memburu terdengar decitan pintu terbuka yang menampakan wajah anak kecil memakai seragam sekolah SD tengah menatapku bingung.
"Ada apa ma?" Sontak pertanyaan sederhana itu membuatku kaget, karena terselip kata 'Ma' dalam ujung dialognya.
"Gue apa?!" tanyaku tidak percaya.
"Mama kenapa?" Anak lelaki itu mulai takut melihat ekspresiku yang mungkin berlebihan.
"Apa? Gue mama lo?!" Aku bangkit dari sofa, berdiri di depan anak kecil itu berusaha mendengar ucapannya, takut kalau pendengaranku salah.
Anak itu mundur perlahan dengan wajah menegang lalu berlari menuju lantai atas dengan kata yang membuatku tercengang.
"Papa!" teriaknya histeris sambil menangis.
Aku baru menyadari, aku sedang berada di kehidupan orang lain dan yang kulakukan apa? Mencoba merusaknya.
Aku langsung panik dan segera keluar rumah.
"Halo mama Ian," sapa seorang anak kecil yang berparas cantik, dia tinggal di samping rumah anak lelaki tadi. Aku berusaha tersenyum sambil melambaikan tanganku.
Anak gadis itu terkikik geli lalu mesuk ke dalam rumahnya.
"Ada apa denganmu?" Sebuah suara asing membuatku menoleh dan mendapati seseorang yang sangat familiar dengan berbeda versi tengah menatapku bingung.
"Azzam?" Aku syok.
"Iya?" Dia langsung bingung melihat ekspresiku.
"Maaf gue enggak bermaksud mengganggu keluargamu, tadi tanpa sengaja gu-"
"Kamu ngomong apasih?" potongnya membuatku jadi teringat status diriku sekarang.
"Oke sorry," balasku.
"Kalau kamu capek dengan pekerjaanmu, enggak usah lah sampe mainin Ian kek gitu, kamu enggak tau dia ketakutan banget?" jelasnya, dapat terdengar dari nada bicaranya dia berusaha menahan amarah.
"Sorry," Aku kembali menekankan kata itu padanya hingga terdengar hembusan napas pasrah dari mulutnya.
"Ada proyek baru di kantor, aku pergi dulu," ucapnya lalu pergi dengan mobilnya.
Aku menggosok wajahku kasar, entah kenapa aku malah mampir di masa depan Azzam jujur itu membuatku merinding.
Ting'
Terdengar bunyi dentingan jam yang menandakan waktu habis aku langsung diselimuti kegelapan dan tersadar sedang terbaring di rerumputan.
Aku bergeges bangun padahal tujuanku datang kesini hanyalah mencari Orion dan Bastian tapi malah aku terjurumus ke sumur ruang waktu.
Aku mengingat tujuanku selanjutnya yaitu kamarku, aku berjalan dan munuju pondok tua yang sering kumasuki sambil menggengam erat jam itu dan setelahnya aku mulai membuka knop pintu hingga terbuka, aku melihat Kak kasih tengah berdiri di depanku dengan keadaan membelakangiku.
"Ada apa kak?" Pertanyaan itu membuatnya kaget lalu menoleh heran padaku.
"Kakak tadi nyariin kamu, kata guru kamu enggak ada di sekolah,"
"Oh. Aku pulang lagi kak, soalnya kepalaku pusing." Bohongku sambil memijit kepalaku yang tidak sakit sama sekali.
"Makanya udah dibilangin, tapi yaudahlah istirahat aja dulu," sarannya lalu pergi.