The when time is not eternal

Nicanser
Chapter #9

Kesalahpahaman yang terselesaikan

Aku masuk ke dalam kamar dengan cepat saat melihat ka Kasih mulai mengikutiku dari belakang."Ra! Seragam kamu kenapa?"

Aku tidak menjawab dan malah mengunci pintu agar dia tidak masuk. Setelah itu tidak terdengar lagi sahutannya.

Jujur aku malu menampakan diriku yang kotor, aku takut dia sedih saat tau aku di bully. Aku hanya bisa terduduk di bibir kasur sambil menggigit bibirku agar tidak menangis.

Tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka menapak kan wajah yang  sangat kubenci tengah mentapku kesal.

Dia hendak mau berucap tapi aku langsung menyelannya dan bangkit berdiri dihadapannya.

"Kenapa? Masih belum puas ngatain gue?" Pandangaku mulai kabur karna genangan air mata tapi aku berusaha untuk tidak meneteskanya.

"Ra?" Keningnya mulai berkerut sambil memandangku bingung.

"Gue emang punya niat mau mainin lu! Tapi gue jujur saat bilang gue rindu lu sampe nangis tiap malam mikirin lu dengan Bass," lirihku dan air mataku lolos begitu saja, lagi-lagi aku menangis di hadapannya dengan keadaan yang begitu menyedihkan.

Kakiku lemas hingga terduduk  sambil terus meraung menagis. "Seharusnya lo enggak perlu hadir kalau cuman buat gue bingung dengan sikap lo yang sering berubah-ubah," lanjutku tanpa menatap dirinya.

Aron. Yah lelaki itu sedang berdiri di hadapanku lalu berjongkok sambil mengulurkan tangannya untuk mengahapus air mataku, mata kami sempat saling bertemu. "Maaf," ucapnya terdengar penuh penyesalan.

"Saya enggak tau apa yang terjadi, tapi orang yang kau temui di sekolah adalah masa laluku."

Aku kaget mendengar hal itu dan baru kusadari Aron tidak pernah menggunakan kata lo dan gue melainkan saya dan kau. Aku bodoh. Aku bahkan tidak bisa membedakan hal itu pantas saja aku dianggap gila sama semua orang termasuk dirinya Aron yang berada di masa lalu.

"Dokter Genuine menyuruh saya kembali ke masa lalu saat melihat perubahan yang terjadi di masa depan, saya tidak tau apa yang kau lakukan kepada saya yang berada di masa lalu tapi kumohon jangan terlibat lagi padanya."

Ada rasa sedih yang terselip di hatiku mendengar hal itu. "Tapi kenapa lu ninggalin gue gitu aja? kan gue enggak tau kalau lu orang yang berada di masa depan dan yang gue temui adalah masa lalu lu."

"Projec City World yang saya buat gagal maka dari itu dokter menyuruh saya kembali," jelasnya dengan suara pelan. Terlihat dari sorot matanya yang sedih saat mengatakan hal itu.

"Bass juga pergi karna sudah mendapatkan apa yang dia mau," lanjutnya lalu menatapku.

"Bagaimana dengan bayi itu?"

"Dia hanya bahan percobaan untuk mengumpanmu."

"Ha? Maksudnya?" Aku menghapus sisa air mataku dengan kasar lalu mengikuti apa yang dia lakukan  saat melihat dia mulai duduk sambil  bersadar di bibir kasur.

"Sebenarnya saya tidak ingin kau ada di bahan projec, tapi karna dia salah satu orang yang membantu saya maka saya bolehkan."

"Dia mengiginkanmu karna ada sesuatu yang belum dia lihat. Tapi saat tak sengaja membongkar masa depanmu dia jadi merasa bersalah," sambungnya.

"Oh jadi saat dirumah sakit itu?" Orion menjawab sebagai anggukan pelan.

"Apa saat di rumah sakit itu gue beneran meninggal?" Orion menatapku sebentar lalu mengalihkan pandangannya. "Iya. Itu salah satunya."

Dadaku langsung berdetak cepat, napasku mulai tidak teratur rasanya aneh saat mengetahui kematianmu sendiri.

"Selebihnya apa?" Aku jadi tertarik mendengarnya walau hatiku berusaha menghentikanku.

"Akan lebih bagus jika saya membawamu kepada Bass," ujarnya lalu bangkit berdiri menuju kamar mandi.

"Jangan lupa jam waktumu," lanjutnya. Aku bergegas mengambil jam yang diberikannya dulu. Jam itu terletak di laci meja belajar, lalu aku mulai menggandeng tangannya mengikuti arah jam waktu yang telah dia bayangkan.

Aku harap saat bertemu Bastian nanti aku bisa mendapatkan jawaban itu.

***

Saat membuka pintu kami langsung terhubung ke tempat Bastian. Di depan mataku seluruhnya hanya terdapat tempat pemakaman. "Ayo cepat keluar, kita sekarang berada ditoilet umum," bisik Orion dan mulai menarikku pergi.

Mataku menyapu keseluruh tempat hanya untuk mencari sosok Bastian, aku juga sempat bingung kenapa juga  dia berada ditempat itu.  Apa mungkin seseorang telah meninggal? Tapi siapa? Kuharap bukan dia. Yang kutahu saat membayangkan orang tersebut jam itu akan membawamu ketempat dia berada.

Setelah berjalan cukup lama di sekitar perkarangan kuburan akhirnya Orion menunjuk  kepada seorang lelaki yang sedang duduk ditepi batu nisan."Itu dia."

Aku bergegas menuju ke sana, tapi langkah kaki Orion sempat terhenti dan baru kusadari ada orang lain disekitarnya. "Tunggu," ujarnya sambil beralih bersembunyi di balik pohon.

Terlihat ada seorang lelaki dan perempuan separuh baya berusaha menyemangati Bastian yang tampak bersedih.

Setelah itu keduanya pergi kami mulai kembali mendekati Bastian yang hanya seorang diri.

"Bass," lirihku pelan sontak membuat dia langsung menegakkan punggungnya.

"Kami datang," sambung Orion membuat Bastian menoleh seketika.

"Ra? Orion? kenapa kalian disini?" Dia bangkit berdiri menatap kami dengan wajah terkejut.

"Katanya dia merindukanmu," balas mata dingin itu dengan wajah polosnya dan ingin sekali kumenjitaknya.

Aku jadi cengengesan sendiri saat melihat mimik terharu yang diperlihatkan Bastian untukku.

"Maaf Ra." Dia menarikku untuk dipeluknya dan lagi-lagi dia menangis di pundakku untuk kedua kalinya.

Aku sempat ingin bertanya tapi mataku tak sengaja membaca ukiran nisan itu yang bertuliskan 'Akira putri wijaya'

Tunggu!

Bukanya itu namaku?!

Tanggal lahirnya juga sama 19 july 1996!

Lihat selengkapnya