Chere tahu, hidupnya bukanlah sesuatu yang ia cita-citakan. Bukan pula hal yang membanggakan. Bagaimanapun, baginya seorang admin di suatu kantor pusat Coffee Shop bukan menjadi pilihan kariernya. Tujuh tahun lalu, cita-citanya sempat diremehkan, padahal bakatnya luar biasa. Menggambar. Itulah bakatnya. Namun, lagi-lagi karena faktor kekhawatiran orangtua Chere, ia ditentang keras untuk menjadi pelukis atau kuliah di jurusan seni rupa. Meskipun Chere sepenuh tenaga men-nego orang tuanya, ia tetap tak bisa. Akhirnya Chere menuruti kemauan orangtuanya, berkuliah di jurusan administrasi bisnis.
Sejak ia membuka mata diusianya yang ke-18 ia merasa tak memiliki keinginan untuk menjalin suatu hubungan. Ia berkali-kali mengakui bahwa ia sangat sering kagum pada pria, tetapi ia tak ada niatan untuk menjalin hubungan. Baginya, mimpi masih menjadi ambisinya. Hidupnya belum akan lengkap jika ia belum sukses di bidang yang ia sukai. Memang, nalurinya untuk melukis kadang-kadang muncul dengan sendirinya dan harus sekali dilampiaskan. Sehingga menurut Chere, ia harus berkarier di bidang itu agar naluri-naluri itu tak mengganggu pekerjaan yang ia lakoni saat ini.
Semua orang tahu bahwa Chere istimewa, ia dapat melukis dengan media apapun. Yang teranyar adalah melukis dengan media piring kaca menggunakan air rebusan kopi hitam. Namun ada yang unik dari Chere. Setiap malam Kamis tanggal 26, feeling Chere berkata, bahwa Chere harus melukis wajah seorang pria berwajah super tampan yang malam sebelumnya selalu muncul di mimpinya mimpinya. Mimpinya tepat semalam sebelum ia membuka mata di usia delapan belas tahun. Chere mengaku lupa-lupa ingat dengan wajah si lelaki, tetapi selalu lancar saja melukis wajah si pria misterius itu menggunakan kopi. Terhitung, sudah delapan belas kali Chere melukis wajah pria itu dengan berbagai pose.
Namun, Chere tak ambil pusing dengan berbagai keanehan itu. Termasuk siapa pria yang dengan lancar dilukisnya di buku sketsa khusus itu. Ia hanya peduli tentang dirinya dan nasibnya
Chere menancapkan lilin berbentuk dua dan lima di kue brownies matchanya. Ia mengelus bulu kucingnya yang bermuka judes. Kucing berbulu abu-abu itu tampak tak senang dielus oleh Chere (atau memang mukanya yang judes).
“Selamat ulang tahun, Chere,”
Ia meniup lilinnya satu persatu.