The Winter's Hunter

Wuri
Chapter #2

Lukisan Kopi

Di siang hari, entah mengapa gambaran wajah pria yang biasanya ia abaikan itu mengganggu pikirannya. Tentang siapa dia dan mengapa ia selalu ada di mimpinya setiap Kamis tanggal dua puluh enam. Awalnya, Chere berpikir bahwa pria itu adalah aktor Korea yang baru-baru ini muncul di iklan sebuah platform belanja . Namun, Chere sendiri pula yang membantahnya.

“Apakah dia cinta pertamaku?”

Chere menuliskan kalimat itu pada buku agendanya. Ia kemudian mencoret coretnya dengan spidol permanen berwarna merah.

“Bahkan aku lupa siapa cinta pertamaku,” Gumamnya dalam hati. Ia menahan tawanya karena memang tak mengingat masa-masa emas cinta pertamanya.

Pekerjaannya sebagai admin selesai dari tadi memang telah selesai dari tadi. Namun seperti biasa, ia harus menunggu waktu pulang hingga pukul 17.00.

Hingga tak sengaja, ia mendengar kawannya bergosip ria tentang bos yang sakit stroke dan pimpinan perusahaan akan diberikan pada anaknya yang baru lulus kuliah di luar negeri.

“Cher, gimana ceritanya coba. Ini Café gede lho, cabangnya banyak, kok ya dikasih sama anak kecil,” Danilla menepuk pundak Chere yang daritadi melamun memikirkan pria di mimpinya.

“Mmmm… Gandasuli. Eh, eh. Apa tadi?” Sahut Chere yang kaget. Teman-temannya hanya menanggapinya aneh.

Si admin penjualan, Deni menimpali. “Aku kok sangsi sama dia. Ya, secara ya pak Hermanto yang udah banyak pengalaman aja susah ngatur café ini. Apalagi anaknya yang baru lulus,”

Staf IT, Rizky kembali menimpali, “Meski aku juga tau kalau univnya itu bagus. Tapi males lah dijejeli teori lagi kayak si manajer baru setahun yang lalu,”

Deni menimpali lagi, “Eh bener bener. Mentang-mentang baru kelar kuliah luar negri ya, terus nyalah-nyalahin kita. Padahal kalau dia suruh praktek sehari aja udah keok,”

“Eh tapi Riz, Den, aku nggak bisa bayangin deh betapa gantengnya anak itu. Liat, Pak Hermanto udah 58 tahun masih kelihatan ganteng, iya nggak Cher?” Danilla menimpali, ia memompang dahu dan tersenyum-senyum sendiri.

Rizky melempar Danilla dengan pulpen. Denipun kembali ke pekerjaannya. “WIS BUbAR BUBAR,”

Notifikasi ponsel masing-masing staff berbunyi. Ada tugas baru yang diberikan oleh manajer masing-masing pada mereka.

Mereka mendengus, rencananya berakhir pekan bubarlah sudah. Chere menepuk jidat, rencananya memang malam ini ia akan melukis untuk me-time.

“Kalian aku pesenin kopi di depan. Kalian pesen apa?” Faizal, admin keuangan lainnya membuka aplikasi khusus staff untuk memesan kopi di kedai.

“Terserah,” Sahut Chere. “Less sugar ya, makasih banget,”

“Vanilla latte,” Sahut Rizky.

“Frapucinno,” Sahut Danilla.

“Kopi item ya, yang kentel. Setengah gelas kecil aja. Rokoke ojo lali yo, ndes[1],” Sahut Deni. Semua lalu menoleh dan tertawa.

Wait tiga menit ya? Nanti mas-nya kesini,” Ucap Faizal.

Semua orang mengacungkan jempolnya.

Tiga menit kemudian, si barista datang membawa nampan dengan lima gelas kopi.

Dari kejauhan, Danilla sudah terpesona dengan ketampanan barista baru itu, “Mas-e baru ya? Aku belum pernah ngelihat mas-e dimana-mana,”

Sementara Chere tak sekalipun bergeming dengan apapun yang terjadi di depannya, ia hanya ingin segera menyelesaikan pekerjaannya. Lalu ia akan melengkapi dorongan jiwanya malam ini, melukis.

“Oh ya, mbak, mas. Saya Bayu. Emang baru saja masuk hari ini,” Ujar Bayu memperkenalkan diri sambil meletakkan kopi di meja para karyawan di ruangan itu.

“Selamat datang ya, mas. Aku yakin Mas Bayu betah disini dengan tampang super ganteng itu,” Ucap Faizal yang menatap sinis Danilla sambil memiringkan bibirnya.

Chere masih saja mengetik sambil menghitung di kalkulatornya sekaligus. Sementara Danilla melemparkan pulpen Rizki pada Faizal yang duduk di sebelah Chere. Namun naas, bolpen itu nyasar.

Pulpen itu nyasar mengenai gelas yang dibawa oleh Bayu yang akan diletakkan di meja Chere. Alhasil, kopi Chere tumpah di dokumennya yang baru saja ia print.

“Maaf mbak, maaf. Saya nggak sengaja. Maaf banget,” Ucap Bayu.

Chere untuk pertama kalinya mendongak ke atas dan melihat wajah bersalah Bayu. Bayu panik, menggigit bibirnya. Chere bergumam dalam hati, “Ini siapa sih, aku nggak asing sama anak ini?”

Chere masih kalem, sementara Bayu meminta maaf sampai lima kali pada Chere.

“Udah mas, nggak apa-apa. Aku bisa ngeprint lagi. Cuma satu lembar kok. Nggak tak laporin sama Pak Dewanto kok,” Sahutnya.

Bayu makin merasa bersalah, ia juga salah tingkah ketika dihadapkan dengan wanita dengan wajah dan sikap teduh seperti Chere. “Mbak, wait tiga menit. Tak buatin lagi,”

“Kalau aku udah tak marahin tuh Cher. Terus dilaporin ke Mas Dewanto,” Ungkap Faizal yang mengompor-ngompori setelah Bayu pergi dengan tergopoh-gopoh. Ia bahkan sampai tersandung meja fotokopi.

“Ngapain harus marah sama hal nggak penting kayak gini,” Sahutnya sambil terus mengetik.

“Percuma ngomong sama bidadari macem dia,”

“Iya bidadari yang kayak nggak tertarik sama manusia,” Ucap Faizal lalu melanjutkan megetik.

Bukan rahasia lagi, Chere disangka bidadari saking baiknya. Ia memang dari dulu tak pernah marah pada rekan kerjanya, meski memang ada rasa sebal dihatinya. Ia tak pernah mengeluh, walau capek. Emosinya juga sangat stabil, ia sangat tenang saat menghadapi supplier-supplier yang sangat cerewet. Tetapi memang ia kurang tegas sebagai admin keuangan, nggak enakan. Faizal lah yang mem-backup pekerjaan Chere jika berhubungan dengan ketegasan dan lain-lain.

Meskipun tak ada yang membenci Chere, Chere termasuk orang yang tidak asyik. Chere tak tertarik jika diajak menggosip maupun membicarakan pria-pria tampan di kantornya. Beberapa kali Danilla berkata bahwa, Chere terlalu kalem hingga tak memiliki hasrat untuk berkencan. Namun, tak dapat dipungkiri bahwa Chere memang orang yang tepat untuk diajak bicara mengenai apapun. Karena Chere rajin sekali membaca buku tentang semua hal. Bisa dikatakan kalau Chere mengetahui semua rahasia teman seruangannya. Deni yang mantan bandar judi, Faizal yang pernah selingkuh, Rizky yang dulu dipaksa menikah karena disangka menghamili pacar yang baru dikencani dua bulan (Meskipun dia tak jadi menikah), hingga Danilla yang mantan model. Ia dulu mengencani model sekaligus biaragawan yang ternyata selingkuh dengan patner modelnya sendiri.  

Chere kini malah menghentikan aktivitas mengetiknya. Ia mengambil kuas dari tasnya dan melukis wajah seseorang dengan kopi di mejanya, tumpahan kopi di kertas laporannya ia sulap menjadi aesthetic. Ia melukis wajah seorang pria yang ada dalam mimpinya tadi malam. Begitu detail. Ia lalu mengeringkan lukisannya yang dibuat dalam dua menit di atas CPU komputernya. Hingga beberapa menit kemudian ia menyadari bahwa wajah pria di mimpinya itu mirip dengan Bayu.

Lihat selengkapnya