The Winter's Hunter

Wuri
Chapter #7

Superstar

Seperti yang diduga, Coffee tak masuk selama dua hari. Porsche pun begitu, ia ijin katanya ada kerabatnya yang menikah di luar pulau. Di kantor, tak ada yang mengetahui identitas aslinya, kecuali Chere. Chere menutup rapat kenyataan ini dari teman-temannya. Termasuk Danilla yang rencananya akan dipanggil untuk dimintai keterangan terkait semua ujaran kebencian yang ia lontarkan pada Yuki. 

Namun Danilla tetap tenang. Menurutnya, ia bukanlah penyebab semua masalah ini. Penyebabnya adalah diri Yuki sendiri. Meskipun aliansi fansnya meminta pertanggung jawaban, tapi dia tak akan peduli. Ia rasa, ia berada di pihak yang benar. Meskipun memang perbuatannya tidak benar.

Ketika perjalanan pulang, Chere melihat Coffee berjalan kaki saja menelusuri jalan menuju kantor. Ia berpakaian santai, namun pikirannya tegang. Semua emosinya tercermin di matanya yang memerah menahan tangis. 

“Coffee, ini aku,” Teriak Chere, ia membuka kaca mobil Porsche. Coffee menyambutnya dengan senyum. 

“Sini, bareng yuk. Aku anterin kamu kemana aja, asal kamu nggak sedih,” 

Coffee mengangguk dan memasuki mobil. Chere dapat melihat kesedihan itu begitu dalam, matanya masih berair. Bahkan senyumnya pun mengeluarkan airmata. 

Ia mencoba basa-basi dengan Chere, “Kenapa kamu pake mobil Porsche. Jadi kalian beneran pacaran?”

Ia bingung menjelaskan semuanya. Meskipun ia mempercayai Coffee, ia tetap tak boleh membocorkan tentang siapa Porsche. 

Chere mengangguk. Ia menjelaskan kalau Porsche sengaja menitipkan mobil itu untuk dipakai Chere. Coffee percaya saja dengannya. 

“Memang Niko keparat!” Kalimat itu tiba-tiba keluar dari mulut Coffee. Coffee mengutuki Niko yang saat ini menjadi tersangka kasus itu. Ia tidak peduli tentang Niko yang tak mengakui tuduhan dan bukti-bukti itu juga kurang kuat. 

“Aku akan membunuhnya saat ia keluar dari penjara!”

Chere membiarkan semua kalimat kasar itu lolos dari mulut Coffee. Mungkin hal itulah healing terbaik dari Coffee. 

Sekali lagi, aroma kopi menyeruak, menusuk hidung Chere. Entah mengapa wangi itu selalu muncul tiba-tiba saat pikirannya hanya tertuju pada Coffee. Namun ia tak memperdulikannya, ia malah mampir ke minimarket untuk membelikan temannya itu makanan. 

“Aku tahu kamu suka yogurt,” Ia memberikan yogurt pouch padanya. Ia melihat ke arah Coffee. Sungguh, pria itu terlihat hanya satu bulan lebih tua darinya, bukan dua belas tahun. Ia melihatnya dalam, hungga Coffee sadar, sepasang mata itu menatapnya tanpa henti. Mereka mengalihkan pandanganya. 

Di lain tempat, Niko tiba di kantor polisi untuk penyelidikan lebih lanjut. Tanpa diduga, kerumunan yang menyambut Niko sangat ricuh. Bahkan ada yang dari luar negeri. Para polisi sampai kalang kabut menertibkannya. 

Porsche yang mengapit tangan Niko mengelus dada. Tak menyangka bila supermacy Niko sekuat ini. “Emang bener kalik ya, Niko peletnya menginternasional?”

“NIKO KAMI MENDUKUNGMU!” 

“NO MATTER WHAT YOU DO. YOU ARE STILL THE BRIGHTEST STAR,”

Tidak kalah, Fans Yuki yang mencari keadilan untuk artis idolanya itu juga bersahut-sahutan mengutuk Niko yang sudah tertunduk lemas dengan gelang borgol di tangannya. Matanya sayu, namun pada akhirnya Niko dibiarkan berdiri dan menyambut fans-fans gila yang meneriakinya itu. Namun, ia hanya membungkuk memohon maaf.  Hari ini, selain Niko, Danilla juga dipanggil untuk diinterogasi lebih dalam terkait kasus ini. 

Niko tak membawa pengacara karena ia yakin ia tak bersalah dan menganggap pancingan Porsche itu benar. Ia menganggap pernyataan Porsche itu sungguh-sungguh. Padahal tidak, ia masih skeptis dengan Niko.

Di ruang interogasi, Porsche duduk menghadap Niko yang lemas dengan tatapan kosong. Ia menunggu seorang detektif senior wanita, Sita untuk membeberkan seluruh bukti. 

Sita yang memiliki kepribadian ceria dan agak playfull datang dan langsung duduk di sebelah Porsche. 

“Oh, jadi ini pemain voli yang viral dimana-mana itu ya? Ganteng juga ya,” Bisiknya pada Porsche yang tidak menanggapi pernyataannya. 

“Selamat sore. Pertama-tama perkenalkan nama saya Ayusita, detektif senior kasus ini,”

“Senang bertemu dengan Anda, Niko. Saya mengikuti semua media sosial Anda sejak anda crying like a baby di lapangan Asian Games dulu. Saya pikir, Anda akan menaikkan ranking timnas, ternyata tidak. Anda terbukti hanya memikirkan klub yang sekarang membuang anda itu,” 

Porsche melirik tajam Sita, “To the point. I don’t wanna hear this!”

“Baiklah. Saudara Nicholas Ismawan, apakah anda tidak didampingi pengacara?”

“Berarti anda sangat yakin sekali dapat lolos dari kasus ini. Atau anda memang membunuh Saudari Yuki?”

“Saya tidak membunuhnya!” Teriak Niko dengan marah. Ia menggebrak meja. 

“Eh, eh eh tunggu dulu. Saya tanya ini dulu, kapan anda pulang dari Italia? Dan mengapa Anda pulang, padahal musim kompetisi belum berakhir. Haruskah saya memanggil pelatih anda, Tuan Mateo Ancelotti untuk memberikan keterangan apa yang terjadi?” Sita menatap mata Niko yang seolah ingin membunuhnya dengan perlahan itu. 

“Seminggu yang lalu,” Jawabnya langsung tanpa berpikir. 

Porsche tersenyum miring. Hampir tertawa bersamaan, “Saya tidak menyangka, anda mengenal Mateo Ancelotti yang bahkan saya saja tak mengenalnya. Pergaulan Mbak Sita memang sangat luas. Haruskah saya memanggilnya untuk memberikan keterangan, anyway saya lancar Bahasa Italia,”

Sita hanya tertawa, “Panggilah saja Detektif Porsche. Agar kita tahu kebohongan apa yang disimpan oleh pemain yang akan dibuang ini,”

“Oke, sebelum saya memanggil yang lain nantinya. Saya sudah kumpulkan bukti tentang anda Saudara Niko. Yang pertama, Anda terekam pulang dari Italia sebulan yang lalu setelah kasus Yuki yang mengemudi dengan keadaan mabuk. Kami meminta keterangan pada Paulo, sahabat anda di Italia, anda memang cemburu buta dengan rencana pernikahan Yuki. Karena memang anda masih berkencan dengan saudari Yuki. Itu motif yang cukup untuk dia membunuhnya ya kan, Mbak Sita,”

Sita mengiyakan. “Satu lagi, ada catatan panggilan anda dengan saudari Yuki tiga hari yang lalu. Dan sebelumnya juga, Anda menghubungi Yuki dengan nomor Italia anda sebanyak dua puluh lima kali setelah ia mengumumkan rencana pernikahannya dengan tunangannya saat ini. Bisakah anda menjelaskan semua ini, saudara Niko?”

“Satu lagi, apakah anda menemui saudari Yuki setelah pulang dari Italia? Detektif Porsche menemukan rekaman CCTV saat Anda membuntuti Saudari Yuki. Bahkan di kantor tunangannya juga. Sepertinya anda memang salah sekali, karena tak membawa pengacara. Atau consigliere sekalian,

“Sepertinya Mbak Sita kebanyakan nonton film mafia hahahah,” Porsche cengengesan.

Davvero, non ho ucciso quella donna!” Teriaknya, ia menatap Porsche tajam dan dibalas teriakan Porsche. 

“Kalau Anda tidak membunuhnya, jawablah semua pertanyaan saya dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar! Jangan terlalu jumawa dengan statusmu sebagai pemain kelas dunia. Anda di kantor polisi sekarang!”

Sita menggebrak meja dan membuat Niko kaget, “Akui saja atau jelaskan semuanya!”

“Baik baik. Aku datang di Indonesia sebulan yang lalu karena memang aku mau menemui Yuki.”

“Dan memang aku sudah tau kalau ia akan menikah. Dan aku masih nekat berkencan dengannya, namun hanya untuk bersenang-senang. Seperti yang kalian sebutkan, karirku memang diujung tanduk. Aku sudah tua dan banyak pemain muda potensial Asia lainnya yang dapat menggantikan posisiku di klub itu. Jadi aku fokus memperbaiki diriku, bukan main gila pacaran dengan artis lagi,” Jelas Niko

“Lalu apakah Anda jadi menemuinya?” Tanya Sita. 

“Tidak. Ia hanya menghubungiku lewat telepon dan chat pribadi setelah putus dari tunangannya,” Balas Niko. 

“Putus?” Porsche menatap Niko menyelidik. Niko tak bereaksi, hanya diam dengan bola mata yang bergerak-gerak. Lalu pandangannya nanar menatap Sita dan Porsche secara bergantian. 

Niko menjelaskan bahwa sekitar dua minggu lalu Yuki putus dengan Coffee. Ia menunjukkan pesan di ponselnya yang berkata bahwa Yuki sangat galau, ia ingin pergi ke suatu tempat yang asing, memulai sebagai seorang baru. Bahkan rencananya, ia akan pulang ke Kamboja, negara asalnya dan mencari orangtua kandungnya. Niko menawarinya untuk tinggal bersama di Italia dan memulai semua dari nol, namun Yuki menolaknya. Alasannya, karena Niko sudah cukup stress dengan kehidupan profesional dan personalnya di Italia. Ia tak mau merepotkan siapapun lagi. 

“Lalu bagaimana anda menjelaskan tentang sepatu ini? Sepatu ini mengandung DNA Anda dan saudari Yuki. Dan tanah yang terkandung di sepatu ini berasal dari daerah tempat Anda tinggal di masa pelarian ini,” Tanya Sita menyelidik. Ia meletakkan sepatu itu secara kasar di meja kesakitan itu. Niko semakin ketakutan dengan tatapan dua orang didepannya. Niko menggigit bibir bawahnya. Tak berani berkata apapun. 

“Kami menelusuri sepatu ini, merk Italia katanya, tapi ini tembakan. Kami tahu, sepatu ini dibeli di sebuah mall di Jakarta seminggu yang lalu. Lalu mengapa ada DNA anda di tali sepatu, padahal sewaktu membeli, mungkin masih tersegel. Berarti Anda menemuinya kan? Anda bohong lagi pada kami?” Jelas Sita. 

“Tolong kooperatif jika Anda tidak membunuh saudari Yuki. Atau akui saja!” Porsche memajukan kepalanya, mengintimidasi Niko. Niko memegang-megang hidungnya, ada yang ia sembunyikan selama ini. 

“Jawab!” Teriak Porsche menonjok meja. 

“Iya aku memberikannya saat ia dirumahku. Ia mencobanya untuk berolahraga di sekitar rumahku. Selebihnya, sumpah aku tak tahu.”

“Oke saudara Niko sepertinya Anda tidak kooperatif dan keterangan anda berubah-ubah. Maaf, Anda harus menunda dulu kegiatan anda di Italia. Karena memang kami ingin mendengar keterangan anda lebih jauh,” Jelas Sita. Ia memencet tombol pemanggil dan dua pria itu mengapit Niko menuju selnya lagi. Niko hanya tertunduk lemas dan berbisik pada Porsche, “Sungguh aku tak membunuhnya,”

Sita berdiri dengan muka yang agak jengah. Porsche dan Sita saling bertatapan, mengutuki betapa sulitnya kasus ini. 

Mereka keluar dari ruangan, berjalan berdampingan menuju ruangan para detektif. Sita menyampaikan keluhannya tentang kasus ini, dan bagaimana si pembunuh. Entah bagaimana, Sita juga yakin Niko bukan pembunuhnya. 

“Nggak ada bukti apa-apa selain sesajen dan sepatu itu. Korban tewas bukan karena tenggelam, melainkan sebelum dimasukkan ke air. Pernapasannya terhenti sebelum masuk ke air, tidak ada racun di darahnya, tak ada tanda kekerasan, tak ada apapun. Kalau dia bunuh diri, gimana lah dia bisa nyampe di danau?”

“Kasus apa-apaan ini? Siapa dalang dibalik kasus ini? Ya suspect terkuatnya itu ya Niko. Kalau nggak ya pacarnya. Eh eh, Porsch. Coba minta forensik buat selidiki sesajen itu lagi sebelum kita panggil saksi berikutnya,”

“Terus kamu kan nyelidiki disana, coba cari aja seorang yang mungkin punya ilmu perdukunan. Dan selidiki gelagatnya Coffee. Emh, namanya aneh kayak kamu,”

“Mbak Sita, kami memanggil satu saksi. Aku lihat dia menyebarkan video itu dengan mata kepalaku sendiri. Aku tahu dia admin media sosial julid yang paling terpercaya itu, aku mau pancing dia agar dia memberikan keterangan. Sepertinya itu mobilnya,”

Danilla masuk kantor polisi dan kaget. Ia berpikir, Porsche juga dipanggil untuk kasus ini. “Aku mau menemui Detektif Rian. Siapa yang memeriksa kamu, Porsch?”

Sita menahan tawa, wanita itu berkali-kali menyenggol Porsche. “Mbak, yang sabar ya,”

“Danilla, jangan marah ya. Detektif Rian hari ini sedang mengumpulkan keterangan di forensik. Kamu nanti aku dan Detektif senior Ayusita yang memeriksa. Tolong kooperatif ya,”

Danilla membekap mulutnya sendiri saat Porsche menunjukkan name tag-nya . Tak disangka bahwa temannya yang ia sangka cowok manja itu ternyata detektif. Danilla sungguh menyesal menyebarkan video dan membuat kericuhan-kericuhan itu di depan Porsche. Danilla mempertanyakan apa tujuan Porsche melamar sebagai admin di kantornya. 

Lihat selengkapnya