Chere masih terus menyelidiki Bayu. Bayu berjalan normal seperti biasa, masih ,menjadi barista yang kalem dan disukai oleh sebagian pelanggannya. Dua hari berlalu, Porsche juga sudah bekerja seperti semula. Meskipun Danilla sedikit kaku dibuat oleh rasa segannya pada Detektif Porsche. Chere berpikir, mungkin ada seorang lagi di kantor ini yang harus ia selidiki. Hanya Bayu yang mencurigakan, menurutnya. Namun, Chere tak mau menunggu Porsche yang ia anggap sedikit lambat dan terlalu sesuai prosedur itu. Ia berniat menyelidiki sendiri Bayu.
Siang itu, ia datang ke bar sendirian tanpa diketahui rekan-rekannya. Sudah menjadi hal yang biasa untuk Chere menghilang di jam kerja, mencari ketenangan dalam mengerjakan berbagai laporan keuangan yang menjengkelkan itu. Namun, niatnya menghilang kali ini beda, menyelidiki Bayu. Ia amati Bayu dari jauh, tingkahnya tak mencurigakan. Ia akrab dengan semua barista disana, bahkan dengan anak bakery dan resto. Hingga senja menyapa, Bayu ijin pulang.
“Eh, Bay! Udah ada cewek baru setelah yang onoh?” Ucap rekan Bayu sesama barista. Namun hanya dibalas oleh senyuman tipis dari Bayu.
“Awas, nanti diambil sugar daddy lagi?” Lanjut barista itu. Namun Bayu tidak menggubrisnya lalu pergi.
Chere berpikir, apakah mungkin bayu memiliki hubungan dengan Yuki? Melihat seberapa dalam pandangannya ke rumah Coffee, seolah ia menyimpan sesuatu.
Ia mengangkat tasnya, lalu pergi meninggalkan tempat itu. Namun, Coffee berjalan dari arah lift, tak sengaja menabrak Chere yang kelabakan mengikuti Bayu.
“Eh, kemana?” Sapa Coffee. Chere hanya menunduk dan langsung berlari menuju lantai bawah.
Coffee tampak tak menghiraukan sikap aneh Chere, ia langsung menuju ke meja 16, memesan kopi, dan mengeluarkan berbagai kertas jurnal yang ia terima. Namun diantara jurnal-jurnal tersebut, jatuh satu foto. Foto Chere yang ia ambil diam-diam saat mengintai rumahnya.
Lift belum kunjung terbuka.
Chere berlari menuju tangga darurat. Menuruni beberapa anak tangga untuk mengikuti Bayu. Ia mulai kehilangan Bayu, ia pun kelabakan mencarinya di parkiran karyawan. Tetapi tak kunjung menemukannya. Hingga ekor matanya tertuju pada sebuah mobil yang menonjol, karena berwarna biru dongker. Didalamnya ada seorang wanita berusia tiga puluh tahunan menggunakan atasan hijau tosca dan bawahan coklat tua lima senti diatas lutut tampak memainkan telepon genggamnya dengan pintu yang terbuka. Chere berasumsi bahwa wanita cantik itu menunggu seseorang. Benar, seorang pria menghampirinya dari arah kamar mandi. Pria bertinggi badan 170 cm, menggunakan topi terbalik dan kemeja kotak kotak. Ia membawa ransel hitam. Pria tersebut menghampiri si wanita, ia datang dan mengecup pipi si wanita ya, pria itu adalah Bayu.
Chere mengikuti Bayu menggunakan vespa maticnya. Perhentian mobil biru dongker itu sampailah pada sebuah hotel bintang tiga. Dua orang tersebut bergandengan memasuki hotel. Naasnya, Chere tak dapat masuk kesana atau sekedar menanyai, “Siapakah dua orang tersebut?,”
Tiga hari berlalu. Bayu ijin sakit setelah kejadian tersebut. Rekan-rekan baristanya pun tak ada yang tahu keberadaan Bayu. Sekali lagi karena Bayu tidak suka bersosialisasi dengan rekannya yang lainnya. Bahkan supervisornya pun hanya dikirimi surat dokternya saja. Chere dan Porsche menyerah dengan caranya masing-masing. Porsche menyerah mencari siapa dalang yang merencanakan pembunuhan Yuki. Cherepun menyerah dengan pengejarannya kepada Bayu yang mencurigakan itu. Chere dan Porsche duduk berhadapan tanpa melontarkan sepatah katapun
Suara bantingan keras terdengar dari lantai lima gedung yang sama dengan gedung cafe mereka. Lantai lima merupakan rubanah yang akan dibangun lagi sebagai bar. Namun progressnya masih 20 persen. Otomatis, kedua anak muda itu melongok ke jendela dan kompak menutup mulutnya, Chere tak sengaja meneteskan air matanya karena tak tega. Porsche langsung bergegas menuju tempat kejadian perkara. Menunjukkan tanda anggotanya yang ia simpan di saku jaketnya dan segera mendekati si korban yang sudah tak bernafas itu.
“Cepat kirim ambulans ke jalan pahlawan nomor dua puluh enam. Lalu bawa tim kesini!” Komando Porsche lewat radio panggil.
Beberapa rekan kantor ikut bergerombol dan mendapati rekan kerjanya yang tampak polos itu kini berubah menjadi begitu garang. Ya, identitas Porsche sudah terungkap.
Porsche tampak memeriksa kepala wanita itu tanpa mengubah posisi si wanita “Tampak kematian disebabkan oleh benturan keras di kepala belakangnya. Namun, bisa jadi ada sebab lain.”
“Diharapkan untuk tim forensik kemari. Saya akan kirim sidik jari dia, tolong cari siapa wanita ini. Wanita ini tak membawa identitas manapun,”
“Aaaaaa,” Teriak Chere saat berada saat melihat wanita tersebut. Ia nekat berlari mendekati wanita tersebut meskipun sudah dihalangi oleh Porsche.
“Kamu bisa ngerusak TKP. Kamu kenal wanita ini?”
“Bayu. Iya Bayu. Tempo hari aku melihatnya dengan Bayu,”
Porsche mencegah Chere berbicara, ia manut saja tanpa melawan. Namun, orang-orang disana terlanjur mendengar nama Bayu yang mereka kenal sebagai barista tampan yang ramah dan cekatan. Polisi berbondong-bondong datang disertai petugas forensik disertai ambulannya. Porsche mulai menjauhi wanita yang sudah tak bernafas itu dan pergi ke atas, untuk menemukan apa yang ia cari. Ia berjalan keatas dengan tangga darurat. Ia mendapati jejak sepatu, memang lantai sedang basah. Jejak kaki itu memiliki ukuran 26 cm atau ukuran sepatu sekitar 42 atau 43. Diperkirakan orang itu bertinggi badan 175-180 cm. Sementara ada jejak kaki seorang wanita yang tampak berjalan diseret berukuran 25 cm atau ukuran 40, berarti ia memiliki tinggi badan 165-170. Porsche menempelkan plastik khusus pada jejak kaki tersebut dan memasukannya dalam kantong bukti. Porsche minta rekannya untuk mengirimkan foto bagian bawah sepatu wanita itu, dan hasilnya cocok dengan temuan Porsche.
“Ada dua jejak kaki di tangga darurat. Satu jejak kaki korban dan satunya belum diketahui,” Ujarnya
“Lapor Detektif Porsche, wanita itu atas nama Elsa Jessica, 30 tahun, model profesional. Ia anak angkat yang diadopsi dari Mongolia dan sedang berkonflik dengan keluarga angkatnya. Ia memiliki banyak catatan masalah,”
“Lanjutkan,” komando Porsche untuk wanita di seberang sana yang sedang mendeskripsikan temuannya tentang Elsa.
Wanita yang menerima panggilan telepon itu melanjutkan penggambarannya, “Pada Juni tahun ini, dia dituntut karena kabur dari karantina virus. Namun, dibebaskan karena berlaku baik di persidangan. Agustus tahun ini ia dituntut karena waprestasi oleh sebuah merk sabun pencuci muka. Kemudian ia juga didakwa atas kekerasan dalam rumah tangga oleh Jeremy Susanto, suaminya. Barang bukti CCTV kamar korban sudah ditampilkan di persidangan, dan dia didakwa satu tahun penjara dengan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Namun pengacaranya sedang mengajukan banding karena diduga ada yang salah dengan CCTV yang dipasang Jeremy di kamar mereka,”
“Oh, satu lagi pak. Ia juga dituntut oleh rekan sesama artisnya karena kekerasan di bar. Memang tidak ada bukti, namun banyak saksi. Elsa juga dikenal sebagai pribadi yang blak-blakan dan sering menyindir sesama artis. Oh ya, ia diduga suka berganti-ganti pasangan. Sebelum dengan Jeremy, ia sudah menikah dua kali dan tidak akur dengan mantan-mantan suaminya,”
“Baik. Tolong lacak juga kartu kreditnya dan catatan panggilan atas namanya,”
Richa, si dokter forensik yang sudah ada di lokasi segera menghubungi Porsche melalui radio panggil, “Ia tak tewas karena benturan di kepalanya. Kami akan membawanya untuk diautopsi,”
Porsche mengiyakan, sambil tetap mengikuti jejak kaki yang mengarah ke rubanah itu. Sebelumnya, Porsche berpikir bahwa ini kekerasan dalam hubungan yang dilakukan oleh sepasang kekasih. Namun setelah mendengar pernyataan Richa, sepertinya ini sebuah pembunuhan yang diselamurkan dalam kasus bunuh diri. Namun terlalu dini untuk mengatakannya.
Sita datang menghampiri Porsche di rubanah, “Detektif Porsche, ada yang aneh dari kasus ini,” Ia memberikan sebuah surat yang diduga surat bunuh diri Elsa. Ia mengatakan, bahwa ia depresi dengan segala tuntutan dunia hiburan yang kejam serta kasus-kasus hukumnya.