“The only fact i know is she cheated me,” Bantah Wesley saat ditanya apa yang ia ketahui tentang surel itu.
“And please lah, how could he send me those shits if…,”
Porsche menginterupsi pembicaraan Wesley. “Are you dating each other? Is she your fiance”
“I’m not sure. But she cheated me with that asshole!”
“I try to explain it carefully ya. I have ‘some’ with her at least for a year, everyone in, what it called, PELATNAS know it. And then she ghosted me, i was there when Niko passed away, when she is looking for a justice. But she cheated me,” Jelas Wesley sambil menahan amarah. Ia tahu, kalau memang kedatangannya ke Indonesia ini tak akan disambut baik, karena memang Agustina tak peduli dengannya. Hatinya pun kepalang sakit oleh Agustina. Tapi, Porsche dan lainnya sangat mengapresiasi kedatangan Wesley dengan tujuan keadilan itu.
Ia lalu bercerita, dua malam sebelum kejadian itu, Agustina masih menghubunginya. Ia meminta Wesley untuk menyudahi hubungan tanpa status mereka menjadi berstatus hanya rekan kerja. Agustina beralasan, ia tidak bisa dengan warga negara asing. Tentulah Wesley tidak terima, jika ia tidak mau dengan warga negara asing, mengapa tidak bilang dari dulu? Mengapa wanita itu memberinya harapan? Malam itu pula, ia tahu bahwa Coffee mendekati Agustina. Orang menyebutnya lovestagram. Wanita itu sebelumnya tidak pernah mengenakan gantungan kunci jumbo. Namun, akhir-akhir ini ia menggunakan gantungan kunci besar berbentuk boneka salju. Kagetnya, Coffee juga menggunakannya untuk kunci mobil. Tampak di setiap postingan media sosialnya yang memamerkan mobil. Pernah juga mereka berada di tempat yang sama, saling memfoto, dan mempostingnya pada waktu yang berdekatan.
Menurut kesaksian Wesley, para atlet pelatnas sudah mengingatkan Agustina tentang Coffee yang buaya, namun Agustina seperti gelap mata. Wesley juga tak mau jika wanita kesayangannya disakiti, ia beberapa kali mengingatkan Agustina, bahkan sampai memberi Coffee peringatan. Namun, baik Agustina maupun Coffee tak ada yang menggubrisnya. Hingga ia memutuskan untuk menyerah, mengikhlaskan. Namun foto itu kemudian datang ke kotak masuknya disertai dengan nomor kontak Porsche. Dengan perasaan cemas yang sangat mengganggu, Wesley datang ke Indonesia dengan harapan pujaan hatinya bisa ketemu.
“I curiga lah. Itu si Coffee sangat sus,” Pria itu mulai berbahasa Melayu.
“I try nak Ikhlas apabila ci Agustina dengan siapa saje. Tapi, dengan lelaki as*hole itu jangan harap…”
“Detektif, semua pernyataan Hazel tidak ada yang bohong. Ia memang lupa dengan wajah bos gangster yang ia panggil daddy itu,” Ungkap Sita yang masuk ke ruang pemeriksaan saksi t tanpa permisi, “Sekarang, dia sudah pulang, dijemput ayahnya,”
Seperti biasa, Porsche hanya mengangguk, berterima kasih, dan membiarkan Sita pergi. Di ruang sebelah, Coffee juga diperiksa. Tidak ada yang mencurigakan darinya, karena ia malah baru tahu kalau Agustina menghilang. Malam tadi, disaat Wesley menerima pesan, Coffee sedang nge-gym dan tidak ada apapun yang mencurigakan dari ponsel dan gawainya.
Panggilan video masuk lewat aplikasi rapat di ponsel Porsche. Akun itu mengaku @winterfox.
“Halo, Detektif Porsche Anggawinata. Lama tidak bertemu. Apakah kamu juga memanggil atlet dari Singapura itu? Bilanglah padanya. Anak ini merindukannya,” Suara yang telah diubah langsung terdengar dari seberang sana.
Pada awalnya, layar gelap.
Kamera kemudian diarahkan ke wajah lebam wanita itu. Si pemilik suara yang telah diubah itu membuka sumpalan mulut Agustina dengan paksa. Sumpah serapah keluar dari mulut Agustina.
Dengan sigap, Rian mengaktifkan sistem pelacakannya. Ia dengan susah payah melacak ponsel yang jaringannya menggunakan VPN itu. Jaringan ponsel tersebut seakan berubah lokasi setiap 1 menit.
“Beraninya wanita hina ini mengumpat,” Seorang dengan topeng rubah maju dan menyayat punggung tangan Agustina hingga darah menetes.
“Ulur waktu, nanti saya lacak,” bisik Rian.
“Minta tebusan berapa kamu?” Ungkap Porsche dengan tenang. “Sini temui kami, pengecut,”
Pria bertopeng rubah itu malah tertawa, “Seremeh itu aku bagimu, Porsche,”
“Sudah tiga wanita, eh hampir empat. Kalian masih menganggapku mencari tebusan? Percuma jauh-jauh kuliah, Porsche!” Pria topeng rubah menarik rambut Agustina. Porsche semakin emosi. Suara Rian sayup-sayup terdengar dari ruang pelacakan. “Dia di wilayah kota ini, di daerah dekat bekas apartemen tempat mereka bertiga foto,”
“Oh ya, coba lacak lagi Detektif, apakah kami masih disana?” Ucap pria itu lagi. Benar, lokasinya berubah.
“Jangan harap bisa lolos ya! Cepat katakan, apa yang kamu mau?” Porsche mulai tidak sabar. Pria topeng rubah kembali menjambak rambut Agustina. Agustina merintih mohon ampun.
“Kalian coba ngulur waktu ya? Klasik. Drama Korea mana yang kalian mainkan, hah? Basi sekali cara kalian,” Pria topeng rubah membawa setrika dan menempelkannya ke punggung Agustina yang masih menggunakan baju. Memang tidak langsung terkena kulit, namun Agustina merintih kesakitan. “Tolong aku. Selamatkan aku,”
“BAJINGAN!” KATAKAN APA MAU KAMU ATAU KAMU MATI DITANGANKU!” Teriak Porsche yang hilang kesabaran.
“Sabar dong. Aku akan memanggil kalian malam ini jam 18.00. Kalian harus live dari akun sosial media resmi kantor kalian. Jabarkan semua yang kalian tahu, atau nasib atlet kesayangan ini akan sama dengan Yuki, Elsa, dan Embun,” Tentang pria itu lalu menutup teleponnya.
“BAJINGAN!” Umpat Porsche lalu membanting ponselnya. “Coffee dimana? Tangkap dia, amankan dia sekarang juga!”
“Eh, jangan gitu. Kita nggak punya apa-apa untuk membuktikan dia salah.” Cegah Rian. Berusaha untuk menahan agar Porsche tidak berbuat nekat. Tetapi sia-sia, Porsche kekeh menangkap Coffee.
Rian dan Sita hanya menepuk dahinya.
Pulang-pulang, Porsche membawa lelaki itu. Tangan mereka terborgol satu sama lain, dan ucapan-ucapan kasar dan kotor mereka terdengar nyaring di seluruh kantor.
“Ini pelanggaran. Mana surat perintahnya? Asal tangkap orang aja. Aku tuntut kamu nanti atas semua ini,” Teriak Coffee saat ia didorong ke kursi penyelidikan. Porsche membuka borgol di tangannya, lalu mengaitkannya pada besi pegangan di tembok.
Wajah Coffee kebiru-biruan seperti baru saja ditampar keras. Porsche pun demikian, ujung bibirnya berdarah.
“DIMANA AGUSTINA?” Porsche menarik kerah Coffee yang dari tadi meraung-raung seperti kesurupan khodam macan.
“MANA GUE TAU, BLOK! DARIPADA LOE NGEHAJAR GUE, MENDING CARI DIA DIMANA! GAK BECUS!” Sahut Coffee tak kalah kasar
“EH EH EH YANG SOPAN YA? INI KANTOR POLISI!” Porsche menendang kursi Coffee hingga terjatuh, ia memukuli pria itu. Coffee mengaduh, namun tetap tertawa, ”Segini doang? Ayo dong sampe gue koma. Loe bukan anak pejabat kan? Berati bokap gue masih bisa nuntut hahahaha”