Porsche kehabisan daya. Baru sembuh dirinya dari luka fatal yang disebabkan entah oleh siapa, ia sudah mendapati kenyataan kalau Chere hilang. Selebaran-selebaran itu sudah beredar empat bulan lamanya. Tak hanya Chere yang menghilang, Coffee pun demikian. Tekanan demi tekanan juga telah disampaikan orang tua Chere, namun sia-sia. Hanya sepeda motor Chere yang ditemukan di rumah itu, namun tak ditemukan apapun dalam rumah tersebut. Iya, memang Chere berada di rumah itu, namun raganya (dan Coffee juga) tak terlihat oleh yang lainnya. Porsche sangat terguncang menghadapi kasus ini. meskipun lukanya belum sembuh, ia tetap mencari di setiap sudut ruangan rumah kosong itu. Terhitung sudah sepuluh kali Porsche mengelilingi setiap sudut rumah itu. Serta sudah tidak terhitung berapa kali ia menelpon nomor Chere meskipun tak ada yang menjawabnya.
Chere diam-diam memperhatikan ritual Coffee agar tak terlihat. Ia iseng-iseng melakukan sebaliknya. Genap lima bulan setelah Chere hilang, ia kini bisa menampakkan dirinya. Ia diam-diam mencari ponselnya, dan akhirnya ketemu.
“Hp nya sudah dinyalakan!” Seru Rian yang langsung melacak lokasi ponsel Chere. Ia menemukan lokasi ponsel itu ada di rumah kosong tempat para korban berfoto. Tak lama kemudian, Chere menelpon Rian.
“Rian ini aku, tolong jangan berhenti mengawasi ponsel ini. Aku akan berusaha kabur,”
Telepon mati. Mereka segera menuju ke rumah kosong tersebut. Sementara Chere berusaha tetap terlihat dengan mengucapkan mantra kebalikan dari apa yang Coffee rapalkan. Namun naas, Coffee malah bangun dan menarik Chere dengan kekuatannya.
“Mau kemana kamu, ndoro?
Chere tidak menjawab, ia terus merapalkan mantra tersebut agar terus terlihat. Ia terus diam dalam ikatan Coffee yang semakin menyiksa, hingga suara Porsche yang sudah ada di depan pintu kamar terdengar. “Jangan bergerak, anda kami kepung!” Ia bersama dengan Rian dan tiga orang lainnya. Ternyata rapalan mantra Chere berhasil, mereka sepenuhnya terlihat.
“Tidak segampang itu!” Mereka lalu menghilang.
Chere muncul di mobil milik Coffee. Ia bingung, mengapa ia muncul di mobil ini. Coffee memperhatikan tangannya, “Sialan, mengapa kekuatanku keok sekali,”
Coffee baru menyadari bahwa ia mengabaikan tumbal kelimanya. Ditambah dengan kemunculan Porsche, ia akan semakin kehilangan kekuatan.
“Aku harus menangkap Hazel!” Serunya. Ia lalu menjalankan mobilnya menuju ke rumah Hazel. Coffee kemudian mengemudikannya dengan serampangan ke arah timur.
Porsche dan lainnya yang masih kebingungan hanya terbengong. Terbengong hingga mereka menyadari, mobilnya berjalan ngebut menuju ke arah timur. Sontak, mereka mengikutinya. Dengan tubuh yang terikat dan mulut yang disumpal, Chere masih berusaha menggedor-gedor pintu dengan kakinya. Meskipun tidak berefek banyak. Coffee yang sudah kepalang marah dengan kelakuan Ndoro Putri pujaan hatinya itu hanya bisa berteriak.
“DIAAAAAM, ATAU KU BUNUH POLISI-POLISI ITU!”
Sementara di belakang sana Porsche mengikutinya. Sial, mereka kadang terhalang oleh hambatan-hambatan kecil hingga mereka kewalahan mengikutinya. Saat jarak sudah dekat, ban mobil malah meledak, iya memang itu ulah Coffee dengan sisa-sisa kekuatannya. Di sempitnya kesempatan, Porsche menyetop ojek online lalu meminjam motornya. Ia menembus kemacetan, meski banyak halangan. Mobil Coffee mulai terlihat mendekati area rumah Hazel. Hazel yang sudah diberitahu kemungkinan rencana Coffee lalu ke kantor polisi beserta keluarganya.
“Sial!” Gumamnya ketika motor Porsche sudah ada di samping nya. Coffee mengeluarkan kekuatannya dari tangannya hingga Porsche jatuh terguling. Badan Porsche sudah sangat kaku, ia seperti mabuk, sementara truk pasir sudah berada di belakangnya. Coffee sengaja membuat supir truk itu mendadak ngantuk berat.
Coffee terlalu fokus mengelola kekuatannya untuk menyerang Porsche, hingga ia mengabaikan Chere. Chere akhirnya bisa membuka ikatan gaib dengan kekuatan batinnya yang entah didapat dari mana. Ia juga bisa membuka pintu mobil tersebut dan keluar. Meski akhirnya harus terguling juga.
Chere berlari menuju tempat Porsche tertunduk lemas, ia lalu menarik Porsche sehingga ia tidak jadi ditabrak truk pasir. Namun, truk pasir itu masih tetap oleng sepanjang 100 meter. Namun naas, setelah Porsche sedikit sadar dari “mabuknya”, Chere lalu ditarik oleh kekuatan gaib Coffee hingga ia terlempar ke mobil lagi. Coffee yang marah kini mengemudikannya dengan serampangan, apapun ia terobos.
Porsche yang sepenuhnya sadar, lalu mengikutinya. Ia menembakkan senjata api ke udara guna peringatan, “Saudara Coffee, diharapkan menghentikan mobilnya. Anda sudah kami kepung!” Ucapnya dengan pengeras suara.
Mobil Rian kini sudah berada di belakang Porsche dengan sirine yang memekik.
“Saudara Coffee diharapkan menghentikan mobilnya atau anda dikenai pasal berlapis,”
Coffee tidak peduli, ia masih saja mengemudikannya dengan serampangan hingga menyerempet pengendara lain. Mereka mulai ketakutan.
Akhirnya keputusan final diambil oleh Porsche, ia menembakkan pistol ke arah ban mobilnya. Mobil Coffee berhenti, lalu ia keluar dengan menyeret Chere. Coffee menodongnya dengan pedang yang berkilau, “Kenapa kalian menghalangi jalanku?”
Porsche dan yang lainnya mundur teratur, “Coffee letakkan senjata kamu, oke? Ayo kita bicarakan baik-baik?”
Coffee mendorong Porsche dengan kekuatan gaib dari tangannya, Porsche lalu terjatuh. Sebenarnya, Porsche masih bingung dengan apa yang terjadi padanya hari ini. Mulai dari kejadian truk pasir hingga yang barusan terjadi. Sebagai manusia modern, ia tak bisa menerimanya. Logikanya hanya sampai, “Ah dia dukun,”
“Baik-baik katamu? Sudah 1000 tahun aku menunggunya. Kamu masih mau bilang baik-baik?” Coffee menggoreskan pedangnya ke leher Chere hingga sedikit berdarah.
Porsche dan yang lainnya menjatuhkan pistolnya, “Kami sudah tak menggunakan senjata. Lepaskan dia, ya. Mari bicarakan baik-baik,”
Tidak sabar, Sita mengambil pistolnya dan menembakkan ke tangan Coffee. Namun naas, tangannya seperti kebal. Peluru terpental begitu saja.
“Kenapa mbak Sita? Kenapa kalian membawa wanita tua ini bersama kalian? Bukankah tadi hanya kalian bertiga?” Ia memungut peluru dan melemparkannya pada Sita. Pada akhirnya, tangan Sita berlumur darah. Rasanya seperti tangannya barusan ditembak. Namun Sita kuat, ia tetap menodongkan pistol bersama dengan yang lain. Chere menggeleng-gelengkan kepalanya kode agar mereka mundur saja. Namun, tentu saja mereka tidak menyerah.
Coffee malah tertawa sangat keras, “Oh jadi cuma seperti ini? Perlu kamu ketahui, Porsche. Aku sudah menunggunya 1000 tahun, bagaimana aku membiarkanmu yang baru hidup seperempat abad itu mencuri cinta dari Ndoro Putri?”
“Iya, iya saya percaya. Lepaskan saja dia dan ikut kami. Selanjutnya terserah kamu,” Porsche bicara dengan lembut, meskipun hatinya sangat berantakan.
“Tapi dia nggak cinta kamu. Iya kan Chere?” Celetuk Sita membuat Coffee sangat murka, ia meledakkan mobil polisi dan mengangkat Sita dengan kekuatan gaibnya ke atas bara api. Tentu saja, para detektif kalang kabut dengan pemandangan tidak masuk akalnya itu. Namun datang sosok lain menurunkan Sita ketika Coffee hendak memasukkan Sita ke dalam bara api.
“Pangeran, dia bukan milikmu!,” Ucap Bayu dengan sangat lembut.
Mereka semakin bingung. “Ndoro Putri sudah bertemu dengan cinta sejatinya, pangeran. Relakanlah dia seperti aku merelakannya dulu,”
“Sudah cukup aku relakan hidupku untukmu. Aku akan menyerahkan diri. Aku sangat mengharapkan kebijakanmu, pangeran,” Lanjutnya. Ia menyodorkan tangannya pada Rian dan Rian langsung memborgolnya.
“Kita bukan cinta sejatinya. Aku bahagia karena aku bisa hidup normal setelah Ndoro Putri sepenuhnya bertemu dengan cinta sejati,” Ucap Bayu lagi dengan intonasi yang sangat lambat.
“Nggak, cinta sejatinya Ndoro Putri itu aku! bukan bocah yang baru hidup seperempat abad itu!”
“OMONG APA SIH KALIAN? LEPASIN DIA ATAU KAMU CACAT HARI INI!” Porsche yang kehilangan kesabaran lalu menembak kaki Coffee. Tanpa disadari, kekuatan Coffee sudah menghilang sepenuhnya karena semuanya terkuras pada peledakan mobil itu. Ia jatuh terluka. Dengan sigap, Porsche memborgol nya. “Tuan Kahwe Channarong Maitreya Palguna. Anda kami tahan atas kasus pembunuhan Nona Yuki, Nona Elsa, Nona Embun, dan Nona Desiana Wina. Serta kasus penyanderaan terhadap Nona Chere dan Nona Agustina Ismawan,”