Usai menyaksikan kepergian Helena, Ryan mendapat telepon dari Richard. Ryan segera bergegas pergi dari kantor menuju gudang dimana Richard berada, Claire mengikutinya. Tak berselang lama, mobil yang melesat melawati lalu lintas berhenti di depan gudang. Claire tercengang ketika melihat mayat - mayat bergelimpangan beserta senjata - senjata yang berserakan di halaman gudang. Ryan menggandeng tangan Claire dan mengajaknya memasuki gudang. Ryan menaiki tiap tangga dari besi yang sudah berkarat. Sampai akhirnya, ia sudah berdiri di lantai tiga bersama Claire, Richard dan rekan lainnya. Ekspresi keterkejutannya saat mendengar informasi yang disampaikan oleh Richard tak jauh berbeda saat mendengar nama yang disebutkan oleh Hanz.
"Pantas saja begitu banyak penjaga di gudang ini, temuan kita di lantai dua dan tiga gedung ini akan menjadi bukti kejahatan terbesar yang pernah kita dapatkan sepertinya.", ujar Richard.
Claire semakin tergelak saat melihat begitu banyak perempuan muda yang disekap dalam gudang itu. Dengan cemas, ia beranjak menghampiri salah satu perempuan itu. Tanpa aba - aba, ia membantu membuka kain yang menyumpal mulut salah seorang perempuan sekaligus ikatan yang membelit tangan dan kakinya. Rekan Richard sudah terlebih dulu melakukan hal yang sama pada perempuan - perempuan itu.
"Jadi disinilah bukti sekaligus saksi bisu kasus perempuan - perempuan hilang yang hilang tanpa jejak belakangan ini, Richard."
"Benar, Pak, kita harus menyelidiki motif di balik penculikan dan penyekapan ini."
"Iya, tentu saja, aku belum lihat secara detail di lantai dua tapi sekilas aku lihat ada mesin - mesin disana. Mesin apa itu, Richard ?"
"Itu mesin pembuatan pil - pil narkotika, Pak. Mereka memproduksinya disana dan terlihat juga pil - pil yang sudah dipack dengan bungkusan - bungkusan plastik siap diedarkan."
"Damn it !."
Morgan mencukur habis rambutnya begitupun dengan jambang yang mulai tumbuh. Ia menempelkan tato temporer berwarna berbentuk naga di pipi kirinya, memakai kontak lensa warna biru dan menempelkan bintik kecil hitam semacam tahi lalat yang direkatkan di bawa bibir berseberangan dengan letak tato. Penyamaran, itulah yang dilakukannya demi identitas barunya. Morgan melangkah ke arah Alfredo yang masih berkutat dengan komputer. Ia mengganggu perhatian Alfredo dan memintanya untuk melakukan sesi pemotretan yang akan ditampilkan di kartu identitasnya.
Tiba - tiba, bagian belakang kepala Ryan digerogoti rasa nyeri dan berdenyut - denyut. Efek amnesia itu, benaknya. Ia tak menghiraukannya, beberapa kali ia sudah mengalami hal serupa sejak ia kembali ke kota bersama Claire dan teman - temannya. Ryan meminta semua anak buahnya untuk memindahkan semua perempuan yang sudah bebas itu ke truk yang ada di pelataran gudang begitu juga dengan pil - pil narkotika yang sudah diproduksi dan yang sudah dipack, ia juga ikut membantu. Namun, saat tangannya membawa pil - pil itu, kepalanya kembali berkunang - kunang yang tak mampu dikendalikannya, degup jamtungnya melemah dan tubuhnya sempoyongan, sampai akhirnya brakkk… Ryan jatuh pingsan tersungkur ke tanah.
Morgan segera keluar dari kediaman Alfredo setelah mendapat apa yang dibutuhkannya. Mobilnya meluncur menuju ke tempat dimana pilot beserta helikopter pribadinya sedang menunggunya. Malam menjelang dini hari jalanan tampak semakin lengang, hanya ada satu satu dua mobil yang melintas memecah kesunyian malam. Morgan menghela napas panjang setelah melalui malam yang panjang. Wajah Claire terlintas dalam pikiran Morgan begitupun dengan kenangan masa lalu yang dilaluinya bersama perempuan itu. Maafkan aku telah banyak menyusahkanmu, Claire, kita tak akan pernah bersua lagi tapi aku akan selalu mencintaimu, benaknya.
Rasa nyeri di kepalanya tak tertahankan, penglihatan jarak dekat menjadi kabur. Jantungnya berdetak lebih kencang sekarang. Ia perlahan membuka matanya. Dimana aku sekarang ?, benaknya. Di hadapannya seorang perempuan muda cantik terdengar samar - samar memanggil - manggil namanya, ia mengenal perempuan itu. Dalam kondisi setengah sadar, bau minyak kayu putih menyeruak menusuk hidungnya. Ia menggeserkan tubuhnya ke belakang mencari sandaran yang nyaman untuk duduk.