Kepalaku masih dipenuhi berbagai pertanyaan. Antara percaya dan tidak percaya bahwa aku sedang menggiring diriku sendiri untuk jatuh ke dalam perangkap seorang playboy seperti Koko. Tiap kali aku menatap bayang wajahku di cermin aku merasa begitu bodoh dan naif. Berkali-kali aku menyalahkan diriku sendiri karena dengan mudahnya terpikat oleh kata-kata manis dan bujuk rayunya. Selain menyalahkan diriku sendiri, pertanyaan seperti kenapa harus aku yang menjadi targetnya selalu menghantui dan mengintimidasi perasaanku. Semakin aku mencoba mengabaikannya, semakin kuat resistensinya.
Di tengah keterpurukan perasaanku yang sedang asyik-asyiknya tersakiti, muncul sebuah dorongan untukku menghentikan semua kekonyolan ini. Seseorang harus melakukan sesuatu dan jika seseorang itu harus diriku, maka aku tak akan berpikir dua kali untuk mengambil langkah. Aku mengambil Blackberry yang tergeletak di atas meja, hendak menghubungi Pipit sebelum sedetik kemudian kuurungkan niatku itu. Namun, yang terlihat adalah beberapa pesan baru dari Koko. Selama beberapa saat aku diam saja menggigit bibir bawahku, tak tahu apa yang harus kulakukan. Apakah aku harus mengkonfrontasinya saat ini juga? Tidak. Aku menggelengkan kepalaku seolah seseorang menanyakan pertanyaan yang tidak kuketahui. Mengkonfrontasinya secara langsung adalah ide yang paling buruk. Dia tidak akan mengakuinya. Dia akan mengelak dan memutar balikkan fakta. Aku harus mencari cara untuk membuatnya jera. Tapi, bagaimana?
Kuperas otak dan isi kepalaku demi menemukan satu cara itu. Satu cara jitu yang akan membuatnya menyesal seumur hidupnya. Mungkin dengan mempermalukannya? Ah, ide bagus! Aku mengangguk-angguk sendiri, menyetujui ide yang muncul secara acak begitu saja di dalam kepalaku. Entah dari mana ide itu bisa muncul aku tidak peduli. Sambil berjalan mondar-mandir di dalam kamar, aku mencari cara untuk mengeksekusi ide abstrak tersebut.
“Aha!” Dengan jentikan jari tanganku, sebuah ide keren berikutnya muncul dengan begitu sempurnanya.
Senyuman licik seekor rubah yang hendak memangsa terukir di wajahku. Rencana gila yang sangat keren ini benar-benar di luar dugaanku sendiri. Ini akan jadi momen yang takkan pernah bisa dilupakannya. Aku segera menentukan tanggal mainnya yang masih sekitar dua minggu lagi, tepatnya saat opsek jurusan ekonomi management diadakan. Selama menunggu hari H, aku bersikap dan bertindak seperti biasa. Tidak ada perubahan sedikit pun dari diriku. Sebaliknya, aku sengaja menunjukkan kebucinanku yang semakin menjadi-jadi. Dia pasti puas sekali melihatku begitu bucin terhadapnya. Padahal dia tidak tahu kalau dia sedang dibodohi oleh seseorang yang dia pikir telah dibodohinya.
Jessica dan Belinda yang masih melihatku berseliweran di kampus dengan Koko memperhatikanku dengan tatapan sinis dan kesal. Mereka pasti berpikir kalau aku adalah gadis berkepala batu yang begitu termakan kata-kata cinta Koko dan sangat bucin. Belinda beberapa kali mencoba menasihatiku lagi. Dia sangat gigih dan pantang menyerah menyelamatkanku. Aku hanya mengiyakan dan sengaja tidak mau meladeninya. Pipit pun tidak tahu rencanaku karena aku sengaja merahasiakannya. Biarkan semua ini jadi kejutan yang luar biasa sampai saatnya tiba.
Akhirnya, hari H yang kutunggu-tunggu datang juga. Acara ospek tersebut diadakan selama satu hari penuh di hari Sabtu pagi sampai sore. Aku tahu karena rundown acaranya sudah dalam genggaman tanganku. Thanks to Prita, salah seorang temanku dari fakultas ekonomi. Tak kusangka ternyata begitu mudahnya membodohi orang lain. Kau hanya tinggal berpura-pura, memainkan peranmu dalam sandiwara ini dengan profesional, dan kau akan berhasil membuat semua orang percaya pada omonganmu. Seperti diriku. Aku telah memainkan peranku dengan baik selama dua minggu ini. Aku berpura-pura semakin dekat dengan Koko dan ketika aku akan melancarkan aksiku, semua orang memberikan akses jalan yang lebar untukku.
“Aku akan kasih surprise ke Koko. Tolong jangan sampai ini bocor. Ok?” kataku menipu Prita yang percaya-percaya saja padaku. Dia bahkan menyemangatiku dan bersedia memberikan bantuannya kapanpun aku membutuhkannya.
Rundown acara menjadwalkan speech Koko sebagai ketua panitia akan dilakukan setelah jam makan siang, yaitu jam dua siang. Acaranya yang diselenggarakan di hall tengah kampus membuatku berpikir keras bagaimana aku harus melancarkan aksiku. Aku harus datang lebih dulu dan bersembunyi di suatu tempat yang tidak akan diketahui Koko karena hall tengah kampus adalah tempat yang sangat terbuka. Letaknya di tengah-tengah fakultas ekonomi, sastra, dan pendidikan membuatnya strategis. Siapapun yang berada di hall tengah dapat melihat orang-orang yang berada di ketiga fakultas yang mengelilinginya. Pertama-tama, demi melancarkan tujuanku aku tidak membawa sepeda motor. Membawa sepeda motor akan berisiko karena Koko juga membawa sepeda motor. Aku berjalan kaki dan masuk melalui pintu utara kampus agar tidak terlalu terekspos. Benar saja antisipasiku. Saat masuk melalui area gedung fakultas ekonomi, hall tengah kampus terlihat sangat ramai dengan mahasiswa jurusan ekonomi management. Aku berjalan perlahan sambil mengamati dari jauh. Di mana Koko? Setelah berkelana mencari sosoknya di antara banyak orang, mataku berhasil menangkap sosok berkemeja hitam polos dengan celana warna cokelat muda sedang sibuk briefing dengan panitia di backstage. Ada Prita juga di sana sebagai salah satu seksi acara. Benar-benar saat yang tepat untukku menyusup ke lantai dua. Aku akan mengawasinya dari atas, lalu ketika dia sudah mulai menyampaikan speech, aku akan turun dan memberi kejutan. Sesederhana itu.
“Siang semuanya!” Suaranya yang terdengar keras melalui mikrofon kentara sekali penuh dengan kepercayaan diri atas ketenaran dan penampilan fisiknya yang terbilang oke. Sayangnya, itu tidak membuatnya kelihatan sempurna dan oke lagi, menurutku. Itu membuatnya terlihat overwhelmed dengan kepercayaan dirinya sendiri. Senyumnya yang dipenuhi kebanggaan dan wajahnya yang berbinar-binar kelihatan dari tempatku berdiri di koridor lantai dua fakultas sastra. Dari tempatku berdiri aku juga bisa melihat para mahasiswi baru yang asyik berkasak-kusuk dengan teman-temannya saat Koko berbicara. Mereka pasti sibuk membicarakan kebolehan Koko yang bisa saja mengambil kesempatan dan kesempitan di tengah acara seperti ini dengan menebarkan pesonanya untuk menjala dan menjaring lebih banyak lagi korban. Aku mendengus sinis memperhatikannya. Lihat saja, hari ini akan jadi hari yang bersejarah untukmu, Koko. Kedok dan kebusukanmu akan terbongkar oleh seseorang yang kau pikir bisa kau bodohi.
Aku menunggu di tempatku berdiri beberapa saat sambil menahan gemas sampai saat yang kutunggu-tunggu tiba. Dengan berusaha tetap santai aku berjalan menuruni tangga dan masuk ke area hall tengah tempat semua orang berkumpul. Saat itu, Koko sudah masuk ke bagian penutup speech. Langkah-langkahku menuju hall terasa ringan dan santai di satu sisi, tapi di saat yang sama jantungku berdebar sangat kencang dan aku bisa merasakan tubuhku tremor. Sulit untuk kudefinisikan perasaanku tersebut. Semua perasaan bercampur aduk. Excited, tidak sabar, takut, marah, gemas, kesal, benci, dendam, cinta, dan panik tanpa kuketahui mana yang paling dominan. Perasaan yang berkecamuk ini karena setiap langkah yang kuambil memberikan ancaman bagi Koko yang sedang berdiri di hadapan para mahasiswa dan mahasiswi yang mungkin sedang mulai mengidolakannya. Para mahasiswa baru duduk di deretan kursi yang di bagi menjadi dua bagian, dipisahkan oleh space di tengah-tengahnya untuk lalu-lalang. Wajah Koko tampak terkejut melihatku memasuki hall dari kejauhan.