The World Is a Game

Siti Mulia Al-Mufarrid
Chapter #1

Prolog

Apa kau pernah membayangkan bagaimana jadinya bila ternyata dunia nyata adalah dunia game? Atau dunia game menjadi dunia nyata sampai-sampai kau sulit membedakan keduanya? Ya... Itu sedang terjadi pada diriku saat ini. Aku terjebak ke dalam dunia game yang aneh. Selama-lamanya!

Masalahnya, aku masuk ke dalam dunia game gaje (ga jelas) ini tuh dalam keadaan hati yang sungguh-sungguh amat teramat sangat super nelangsa. Hatiku rapuh sepipih semut yang kugepengkan di kasurku tiga hari yang lalu. Hatiku terus membelah diri tapi bukan amoeba, hatiku menjelma beling-beling penuh darah seolah-olah habis diinjak-injak Penari Piriang dari Minangkabau sana. Ya... Bidadari salihah itu telah membuldoser hatiku! Hu-hu.

Dan dengan bermodalkan pengalamanku yang luar biasa sampai diriku dikenal sebagai Pro Gamer terhebat sejagat online, aku meyakinkan diriku sendiri bahwa aku pasti bisa cepat pulang dengan menyelesaikan permainan dalam dunia game ini. Ternyata itu semua hanyalah pikiranku saja. Oh, tidak semudah itu Ferguso...!! Aaaaaarrrggghhhh......!!

****

“Ayo seraaaang......!!! Yap! Terus, terus, teruuuss....!” teriakku saat masih ada di dunia nyata, saat bermain game berjudul Zegerndia yang hanya ada dalam bentuk layar monitor di depan mata. Amat asik. Sampai-sampai jiwaku bergelimang kenikmatan halusinasi yang tanpa terasa telah menenggelamkanku sedalam-dalamnya.

Berkali-kali hunting. Berkali-kali dapat New Item. Bahkan bertubi-tubi menyelesaikan Quest. Serta memenuhi Inventory-ku dengan aneka Item dan Diamond warna-warni. Aku selalu mudah Level Up. Ya, semua itu hasil dari pekerjaanku sebagai Ksatria Pembunuh Bayaran. Misiku adalah merebut Diamond dari para Monster sampai Gold Diamond dari tangan Raja Iblis, Sang Penguasa Kegelapan yang memberikan kegelapan di seluruh dunia Zegerndia. Lalu jika berhasil, aku bisa mendapatkan hadiah. Yakni dijodohkan dengan wanita 3D idaman yang kuinginkan.

Di dunia game online yang tidak nyata itu, akulah Sang Pahlawan. Namaku terkenal di sana. Aku menyukai pekerjaanku itu. Semua, mudah sekali kudapatkan. Namun sayangnya, pekerjaanku yang sebenarnya adalah mengerjakan Pekerjaan Rumah. Tak ada yang membuatku istimewa. Niai-nilaiku rendah. Wajahku pun standar. Pacaran saja aku tidak pernah. Seberapa pun kuatnya aku tuk merasakan bagaimana indahnya berpacaran, sayangnya wanita yang aku cintai justru tidak ingin berpacaran selama seumur hidupnya! Ah, sial. Ya, aku merasa sial sekali. Bisa-bisanya aku jatuh cinta dengan wanita yang memegang prinsip aneh begitu. Jangankan punya pacar, teman pun tidak menganggapku ada. Double Kill rasanya.

Singkatnya, hidupku tak ada yang menarik. Rasanya, aku ingin menghancurkan dunia yang melelahkan ini. Sebagaimana tokoh-tokoh antagonis di luar sana. Karena dunia ini tak bisa mengisi ulang tingkat kepandaianku. Karena dunia ini tak bisa menjadikanku pemeran utama yang dicintai semua orang. Dan karena dunia inilah aku tak bisa menjadi tinggi apalagi yang tertinggi. Aku tertutupi oleh mereka yang lebih menyilaukan di atasku.

Kata orang, bahagia itu adalah kita sendiri yang membuatmya. Jika keadaan begitu sangat menyedihkan, maka tersenyum di saat itu dapat melegakan. Aku tidak mengerti, bagaimana kita bisa bahagia di atas ketidakbahagiaan?

Hampa sekali. Itu juga yang aku rasakan. Sebanyak dan seseru apapun game yang aku mainkan. Mereka semua hanya memberi kebahagiaan sementara. Karena ketika kukembali pada duniaku, aku harus menghadapi kenyataan ter-menyebalkanku yang sesungguhnya. Kadang aku berpikir, jangan-jangan dunia game adalah dunia nyata. Dan dunia nyata, adalah dunia game. Tuhan tidak mungkin menciptakan kita semua untuk menderita. Rasanya aneh, betapa sok tahunya aku. Kalimat itu tiba-tiba keluar dari mulut orang yang tidak pernah rajin shalat sepertiku. Semakin kupikirkan, ini semakin rumit. Aku takut menjadi sesat. Sayangnya kepintaranku ini tidak bisa kutingkatkan semudah kumeningkatkan intelligence-ku di dunia game.

Ya. Begitulah otakku terus dan terus berpikir setiap saat. Setiap kali indikasi stress berkedip-kedip manja. Dan setiap kali mengarungi jalanan yang sama sepulang sekolah. Hingga suatu hari saat pikiran-pikiran di ruang hampaku itu kian menggelora, sebuah tablet jatuh begitu saja kepadaku. Bagaikan jatuh dari langit, dan duniaku pun berubah. Aku tercengang. Seolah aku berdiri di sebuah panggung di mana layar latar belakangnya berganti.

Jalanan aspal yang kulalui berubah perak. Gedung-gedung persegi panjang di hadapanku menjelma lingkaran. Anehnya semuanya mengambang. Aku pun menoleh ke warteg (Warung Tegal) yang dari awal memang ada di belakangku, ia juga berubah. Mulutku tak bisa kubungkam. Akankah dalam sekejap Tuhan kasihan dengan otakku yang terus berpikir hal yang tidak-tidak ini? Lalu memindahkan aku ke dunia lain? Aku bangkit dan maju melangkah. Kudekati bangunan penuh kaca yang awalnya adalah warteg itu. Kutatap, ada sosok seperti diriku namun berpakaian sangat aneh di situ. Di atas kepalanya pun tertera sesuatu yang tampak sedikit bersinar, itu adalah sebuah tulisan terbalik efek terpantul kaca yang tentu saja masih bisa aku baca.

 

Sheiraz Lv.1

NP = 0

WP = -365

 

“N... P....? W... P....??” kedua alisku bertemu saat aku menyebutkannya, karena biasanya pada game lain yang sering kumainkan itu selalu menggunakan HP dan MP sebagai bilah statusnya. Yang ini malah... “NPWP?" ulangku sekali lagi, sambil berpikir keras, "Nomor Pokok Wajib Pajak, gitu? Ha-ha...”

Lihat selengkapnya