"Kau?!" Sungguh tak kusangka, aku berpapasan dengan dia juga di sini. Bola hitam di kedua matanya hampir saja terjun ke bawah. Melihatku seperti melihat genderuwo saja. "Kok kau bisa ada di dunia game ini juga, Fida?" tanyaku. Heran, senang dan kecewa saling bergenggaman tangan mengaduk-aduk rasaku. Senang ada orang yang kukenal senasib denganku namun juga kecewa, berharap orang yang kucintai sajalah yang seharusnya di sini. Bukan dia.
"E... Eh? Bukan kok bukan! Namaku bukan Fida!" Dia menjawab dengan suara bergetar. Kedua tangannya bergerak-gerak tuk membahasakan kata tidak. "Ka-kau sendiri siapa?" tanyanya padaku.
"Ha-ha! Bukan Fida gimana? Jelas-jelas tertulis namamu kok!"
"Tertulis? Di mananya tertulis namaku?"
Aku menyipitkan mataku, "Kamu tidak bisa lihat? Yang tertulis di... atasku?"
Dia, menggeleng.
"Ini aneh!"
Dia terdiam.
"Kau bukan seorang player! Makanya kau tidak bisa melihat!"
"Melihat? Melihat apa?!"
"Tapi kau tidak bisa berbohong padaku! Aku bisa melihatmu!"
"Kau ngomong apa, sih?"
"Namamu, Fida! Tidak ada level maupun keterangan lain selain titik-titik saja. Kau mudah terbaca olehku. Mengakulah, kau itu Fida!"
"Ehem. Kau itu ngotot sekali. Baik. Aku mengaku namaku Fida. Kau benar."
"Kenapa kau berbohong?!"
"Kau orang asing. Aku harus berhati-hati, bukan?" jawabnya, seraya membenarkan posisi rompi hitam khas Kalimantannya yang baik-baik saja. Pakaiannya sama persis denganku, hanya saja dia memakai rok di bawah lutut bercorak senada, khas wanita Dayak Kenyah. Kuperhatikan, cara berbicaranya sudah tidak gagap lagi.
"Kau ini stalker, ya? Mengikutiku terus ke manapun!"
"Hei, jangan ge-er! Namaku memang Fida, tapi aku sama sekali tidak kenal kau! Kau ini dari mana? Aku orang asli di kota ini, kau tahu?"
Mataku terbelalak. Jadi dia ini sejenis NPC (Non Playable Character)? NPC berbeda dengan player. NPC sudah satu paket dengan game. Ia sebuah objek karakter dalam game itu sendiri yang bisa diajak bicara dengan pembahasan terbatas serta tidak bisa dikendalikan oleh player. Anehnya, postur tubuh, wajah, bahkan suara NPC ini sangat mirip dengan Fida di dunia nyataku. Segera, jiwaku langsung runtuh. Tak ada yang bisa kulakukan di sini. Semua sudah terlambat. Aku terjebak seorang diri, aku tak bisa lagi keluar dari dunia game ini selama-lamanya. Apalah yang bisa aku harapkan dari seorang NPC???
Aku mundur beberapa langkah sambil bergeleng-geleng tanpa melepas tatapan kosongku dari tiruan Fida, lalu terperenyak. Aku berjongkok memproduksi air mata. Berkali-kali mengubah posisiku. Karena aku harus tetap jongkok dengan jongkok yang keren.
"Seandainya aku tidak masuk lagi ke sini, Ma..." lirihku, teringat Mamaku. Sempat aku mengecewakannya sebelum aku pergi. Tangisan ini cukup merobohkan dinding ke-gantle-anku. Untungnya hanya NPC ini yang melihatku. NPC berbentuk menyebalkan. Seharusnya kau bukan Fida!
****
Kemarin.
“Apa? Sheiraz? Dia mah kaku anaknya ga asik!”
“Oh, Sheiraz? Anak Maniak Game itu? Males, ah. Bye!”
“Ha! Untuk apa kau mencarinya?”
“Cih! Apa kau suka padanya?”
Aku terdiam. Kudengarkan dia bicara. Pandai sekali dia meniru teman-teman yang ditemuinya di sekolah ini. Sebesar itukah rasa ingin tahunya tentang aku? Dia masih asik membicarakan teman-teman yang tidak mau memberitahukan di mana kelasku. Suaranya berbalapan dengan suara rintihan pintu kelas yang kujadikan sandaran tubuhku. Aku terus bersabar menyimaknya. Kulipat kedua tanganku di depan dada. Tanpa titik-koma, ia terus menggema.