The World Is a Game

Siti Mulia Al-Mufarrid
Chapter #11

BAB 10

—TRIRING—

“Sebentar Fida,” kataku, bermaksud tuk membuka tablet.

Tertulis...

◇◇◇

◇◇

Misi Selanjutnye

Nyok kite pegi ke Kerajaan Jincininbe

\(^o^)/

Pencet :

Anyok || Entar dulu da ah!

◇◇

◇◇◇

“Kau harus melanjutkan misimu.”

“Tapi, aku tidak mengerti. Kenapa kau termasuk orang munafik di sini?”

“Aku tidak tahu, Shei...”

“Lo? Kan kau seorang NPC di dunia game!” kataku, gemas.

“Tidak semuanya harus aku ketahui, bukan?"

“Banyak yang kau tutupi dariku?” Dia terdiam, “Iya?” tekanku sekali lagi.

“Aku tidak mengkhianatimu, Shei.” Aku menatapnya. Mencari sesuatu yang mungkin mencurigakan di dalam bola matanya itu. Ragam pikiran pun berkecamuk dalam otakku. “Pengetahuanku terbatas. Aku hanya menguasai kota Gelita saja. Lekaslah. Tablet itu menunggu jawabanmu.”

Benar. Kenapa aku bisa lupa? Saat di Pukupululu saja yang menjelaskanku tentang Pukupululu adalah NPC Grad, bukan NPC Fida. Aku mungkin terlalu berlebihan.

Tombol “Anyok” pun kusentuh. Kali ini NPC Fida hanya menyubit ujung bawah rompiku. Kami pun berada di sebuah lautan yang luas. Terombang-ambing di atas kapal yang kecil. Pada sebuah geladak yang menghadapkan tubuh kami tuk melawan arah angin lautan.

Sebuah garis merah pun terbentang secara horizontal di atas permukaan laut. Garis merah itu jelas terputus-putus. Ketika aku sedikit berjinjit, ternyata ia memiliki siku di kanan kirinya yang bertemu di satu titik di seberangnya. Menyerupai bentuk segitiga. “Kita ada di mana, Fida?” tanyaku. “Jangan bilang kita mau ke Segitiga Bermuda! Itu berbahaya!”

“Tenanglah... Sepertinya... ini masih di Indonesia.”

“Sepertinya?” Mengapa NPC Fida memberikan informasi pasti dengan kata ‘sepertinya’? Ia tampak ragu-ragu saat mengatakannya. Padahal baru saja aku memilih mempercayainya. Sebagai NPC yang menemaniku sudah seharusnya yang aku tanyakan dia bisa menjawabnya. Atau mungkin memang skenario game-nya seperti ini, ya...

“Yang pasti kita menuju Kerajaan Jincininbe, Shei," katanya lagi, meyakinkanku.

“Kalau kau bilang ini masih di Indonesia, melihat garis merah itu aku jadi yakin kalau kita ada di Segitiga Bermuda.”

“Segitiga Bermuda bukan di Indonesia, Shei...” 

“Benar, Fida. Ini adalah Segitiga Bermuda. Segitia Bermuda-nya Indonesia, Segitiga Masalembo. Berada di tengah laut antara Pulau Jawa dan Kalimantan. Menghubungkan tiga titik. Pulau Bawean, Kota Majane dan Kepulauan Tengah di Laut Jawa.”

“Ah, kau benar.”

Kau benar katanya?

“Tapi banyak kecelakaan pesawat dan kapal terjadi di Segitiga Masalembo ini,” imbuhku lagi, “Kalau kita harus melewatinya, artinya nyawa kita ada dalam bahaya! Kapal pun akan lenyap, tak akan ada puing-puing yang bisa ditemukan. Apalagi jasad kita?!”

“Tenanglah. Tablet itu tidak akan salah jalan, Shei.” Terlihat sebingkai ketakutan terpahat di rona wajahnya saat itu. Namun ia mengatakannya dengan penuh keyakinan.

“Baiklah,” ucapku, memilih tuk percaya lagi kepadanya.

Kutekan tombol di jam tanganku, jam dinding 4 dimensi pun muncul menunjukkan arah jarum pendek di angka 10. Lalu aku cek pula bilah statusku. Aku berkaca pada permukaan belakang tablet itu.

Sheiraz Lv.3

NP = 80

WP = 241

“Eeeehhh? 241? Bagaimana bisa? Ini gila! Levelku saja baru level 3. Masa hidup game-ku tersisa 241 hari lagi? Ya Tuhaaann....”

“Bersiaplah untuk perjalanan yang menegangkan, Tuan Sheiraz.”

Lihat selengkapnya