The World Is a Game

Siti Mulia Al-Mufarrid
Chapter #22

BAB 21

Sebuah kenyataan amat mengejutkan menghantam hatiku. Ya... Jack sudah meninggal dunia. Ia ditemukan tidak bergerak di atas tempat tidurnya dalam keadaan earphone terpasang di kedua lubang telinganya. Tadi saat aku ke rumahnya, ibunya bilang kejadian itu sudah lama sekali. Sekitar lima tahun yang lalu usai kelulusan SMA. Aku mengenal Jack, ia hobi mendengarkan musik rock and roll setiap hari. Di sela-sela jam istirahat sekolah, earphone itu selalu memeluk kupingnya. Membuatku tak mampu membayangkan bagaimana rasanya meninggal sambil membawa alunan musik di tengah-tengah ruhnya sedang dikagetkan karena dicabut mendadak oleh Malaikat Maut. Jack telah mendahului aku dan juga ibunya. Bahwa ia telah merasakan lebih dulu tentang bagaimana kenikmatan dunia yang ia sukainya itu terputus begitu saja darinya.

Jack. Sekarang kau sedang apa ya, Jack? Apa kau sudah membuktikan ucapan dari guru agama kita itu? Tentang alam kuburmu... Oh, seperti apakah itu, Jack?

Alam kubur, ya? Apakah sesudah hidup di sini akan ada yang namanya alam semacam itu, Jack? Alam yang dibentuk dari kualitas NP kita sendiri selama WP di dunia?

Ibunya bilang, Jack tak memiliki penyakit apa pun. Ia bahkan sangat sehat. Dokter pun bilang tak ada tanda khusus yang menyebabkan Jack wafat selain serangan jantung. Kukira mungkin itu hanyalah alasan klise para dokter saja atas hal biasa yang terjadi pada sesuatu yang bernama kematian mendadak. Padahal, Jack rutin olahraga pagi di setiap hari Minggunya.

Oh, Jack. Padahal aku ingin sekali mengundangmu. Aku ingin kau menjadi saksi atas pernikahanku besok. Aku ingin mendengar kau meledekku lagi. Aku juga ingin mendengar komentarmu tentang Ellena yang menjadi jodohku. Kau pasti sangat terkejut ya kan, Jack? Aku mau melihat reaksi itu. Tapi kenapa... kenapa secepat itu kau mati, Jack?! Kenapaaa?!!

Namun... rasanya ini aneh. Aku menangisimu setelah lima tahun kepergianmu itu. Sedihku sudah terlambat, Jack. Tak layak lagi sekarang. Kau sudah lama tiada. Aku tahu, kasihan dirimu di sana jika kutangisi dengan cengengnya seperti ini, bukan? Oh, Jack... kau pasti akan menertawakan aku ya, kan? Baiklah, Jack...

Seolah, sebuah pita mengikat bibirku sampai membentuk senyuman yang dipaksakan. Lantas, kutarik kedua kakiku untuk pulang. Mengangkat semakna harap yang sebenarnya masih beranak pinak.

Bagaimana kau merasa bangga. Akan dunia yang sementara...

Bagaimanakah bila semua. Hilang dan pergi meninggalkan dirimu...

Bagimanakah bila saatnya. Waktu terhenti tak kau sadari...

Masihkah ada jalan bagimu. Untuk kembali mengulang ke masa lalu...

Dunia...

Di penuhi dengan hiasan...

Semua...

Dan segala yang ada akan kembali pada-Nya...

Bila waktu 'lah memanggil. Teman sejati hanyalah amal...

Bila waktu 'lah terhenti. Teman sejati tinggallah sepi...

Tak terasa, pipiku dijatuhi rinai-rinai oleh mataku. Sepanjang jalan, entah mengapa lirik lagu Opick itu malah mengiang-ngiang.

Mataku terpicing menilik langit. Tanganku tergerak menjadi kanopi irasku yang meneduhkan siang ini.

Apa kau suka syair itu, Jack?

Lihat selengkapnya