“Antarkan aku ke Kerajaan Jincininbe dan lindungilah aku selama menuju ke sana," jawabku.
“Kurasa itu bukanlah sesuatu yang dinamai dengan meminta imbalan. Tetapi memang sudah suatu keharusan bagiku. Baiklah, aku setuju. Itu hal yang mudah, insyaallah.” Luri mengiakan permintaanku.
Itu membuatku jadi lebih bersemangat, "Baiklah, apa yang dapat aku lakukan untukmu?”
Luri memberitahukan rencananya. Sayangnya, ini terlalu berbahaya untuk seorang NPC Fida. Karenanya, ia harus bersembunyi di balik ambang laut ini.
Luri pun menghadapkan badannya ke NPC Fida, “Aku akan meredupkan sinarmu, Fida.”
“Baiklah, Luri.”
Setelah semuanya sudah siap, Luri langsung mengalihkan perhatian para iblis penjaga yang mengelilingi Gora, sang Panglima Iblis yang tengah bersemadi di dasar palung laut terdalam. Luri bukan berenang lagi, ia seperti terbang bagai jet di dalam air bertekanan tinggi ini. Ia sengaja berbuat demikian, agar semua para iblis penjaga mengejarnya. Sehingga longgarlah penjagaan di sekitar palung laut. Kata Luri, Panglima Iblis Gora tak pernah terkalahkan sepanjang sejarah dunia jin. Busur panahnya tak akan cukup mempan untuknya. Sehingga dibutuhkan siasat yang bagus tuk melawannya. Selain itu, ia juga harus menghemat anak-anak panahnya yang mulai tersisa sedikit.
Luri berhasil melumpuhkan beberapa iblis penjaga. Pada tepi palung laut, aku berdiri. Memperhatikan Gora si Panglima Iblis duduk di bawah sana. Meski palung laut ini sangatlah dalam, entah mengapa aku bisa melihat gerak-gerik Gora yang hanya tampak setitik itu. Mungkin karena efek cahaya di dalamnya. Tak sengaja aku menjatuhkan batu kecil dari tempat kakiku berpijak. Terdengar suara aduh dari sana. Batu itu kuduga tepat mengenai kepala Gora. Siluet Gora bergerak, ia berdiri dari semadinya. Lalu terbang meroket ke atas menemuiku amat cepat. Kulitnya mewarna biru benhur yang buram, mungkin seburam zona hadal yang hampir tak ada kehidupan di sana. Matanya merah nan besar. Batang hidungnya rata. Bahkan hampir tidak ada, meninggalkan dua lubang yang juga besar di bawahnya. Rambutnya gondrong sepinggang dan melayang-layang mengikuti gerakan badannya yang tinggi besar.
“Dasar kurang ajar! Kau telah mengganggu ritualku!” Makinya padaku, dua taringnya meneteskan lendir yang berbau.
“Ritual perusakkah maksudmu?” ledekku, memberanikan diri saking kesalnya aku dengan ulahnya menghancurkan ekosistem bahari di kawasan Segitiga Masalembo ini.
Aku telah memancing emosinya. “HIYAAAA....!!” Sebuah pedang ia tarik dari pinggangnya dan menebaskannya padaku. Spontan, aku langsung kabur. Aku meloncat ke atas sebelum ia memenggal tubuhku. Gora kehilangan diriku. “GGRROOAAA....!! Ke manakah prajurit yang berjaga di siniiiiii...?!! GGRROAAA...!!” Ia menggeram, “Padahal aku hampir selesai!!” Teriaknya lagi, lalu kembali masuk ke dalam palung laut tuk melanjutkan ritual semadinya. Aku pun kembali mendekat di tepi mulut palung laut tadi
Kulihat Luri di seberang sana. Tak kuduga, ternyata ia bisa juga melakukan gerakan-gerakan bela diri. Dibarengi kekuatan dari tali rantai lembutnya yang mampu menjerat, ia tampak anggun menumbangkan banyak iblis penjaga sekaligus. Khimar merahnya memperindah gerakan tari bela dirinya. Tiba-tiba dasar laut ini bergetar.
"Tidak mungkin," desisku. Air sudah mulai bergelombang dan membuatku sedikit pening. Kulongok Gora, sesuatu bersinar makin terang di bawah dudukan semadinya itu.
Tidak! Ini adalah pertanda! Perusakan dan pemusnahan alam laut akan segera terjadi!
“Cih! Sayang aku tak punya senjata!” Aku mengeluh.
Bagaimana ini?! Aku harus cepat sebelum semuanya terlambat!
Lalu bagaikan komet jatuh di dalam otakku, sebuah ide pun muncul. Kutengoklah ke arah Luri. Kedua mataku membesar dan mungkin saja urat di leherku menegang. “Luriiiii...!!” Aku berteriak kepadanya sekencang-kencangnya. Ya! Aku harus segera mengakhiri bencana alam buatan Gora ini. Ia yang tengah sibuk memanah itu pun menoleh, “Lemparkan busurmu ituuu padakuuuu...!!!” Luri mengangguk. “Cepaaatt...!!” Kataku lagi. Ia pun langsung meluncurkan anak panah terakhirnya itu. Menumbangkan penjaga iblis yang telah ditargetkannya dari tadi. Setelah itu, tanpa berpikir panjang lagi Luri pun melemparkan alat busurnya kepadaku dengan tenaga ekstra. Ia tahu lemparan biasa di dalam air hanya akan membuat busur meluncur lambat.
“Hap! Aduh!” Aku berhasil menangkapnya namun dadaku terasa sakit karena terkena bagian busur akibat lemparan kuat dari Luri tersebut. Namun anehnya, busur itu berubah menjadi biru keperak-perakkan yang sinarnya terang benderang. “Waw, apa ini?”
“Sepertinya busurku menekan salah satu tombol di rompimuuu...!!” Luri berteriak saat kedua tangan dan kakinya ditangkap sebagian iblis penjaga. Dengan cekatan, Luri pun lepas dari jeratan mereka.