“Akulah... Putri Lila,” ujar sosok Luri yang telah berubah wujud itu.
“Tidak mungkin!” Dahiku berkerut. Jantungku hampir saja terlepas dari ribaan rongga dadaku. Bagaimana mungkin, Luri berubah dengan memiliki wajah seiras Ellena? Putri Lila... Putri Lila adalah Ellena?
“Aku Putri dari Kerajaan Jincininbe,” Putri Lila ini mengangkat suaranya lagi. “Mereka yang ada di belakangku ini adalah para prajurit kerajaanku. Diam-diam aku nekat ke sini sendiri dan menyamar sebagai rakyat biasa bernama Luri. Aku tak menyangka bisa berjumpa dengan kalian. Aku sungguh-sungguh berterima kasih. Khususnya Sheiraz dari ibu kota Gelita. Tanpa bantuanmu, terutama dengan adanya rompi canggihmu itu. Aku pasti akan sangat lama tuk mengalahkan Gora. Dan... sesuai janjiku, aku akan membawamu ke Istanaku.” Dengan anggunnya ia pun terbang di dalam air tanpa menunggu jawaban dariku. Diikuti oleh ratusan prajuritnya di belakang. Aku sungguh terpukau, karena seperti sedang menyaksikan pertunjukan ikan yang menari. Beberapa prajurit memberi spasi di depan mereka dan mempersilakan kami dengan tangannya untuk ada di barisan itu. Aku dan NPC Fida pun menurutkan mereka dengan sebagian prajurit di belakang, mengawal kami.
Kami pun berhasil keluar dari zona laut terdalam. Para prajurit Putri Lila berdiri di atas permukaan air laut. Sedangkan aku, Putri Lila dan NPC Fida, berada di kapal kecil Robot Nakhoda. Putri Lila berencana memakai kapal kecilku ini dengan kekuatannya sebagai penggerak.
“Berpeganganlah. Kita akan pergi ke istana dengan kecepatan kilat,” kata Putri Lila, membelakangi kami. Ia berdiri di ujung kapal yang runcing. Kedua tangannya terbentang ke atas. Tiba-tiba cahaya biru dari kedua tangannya itu merambati badan kapal, kami dan semua prajuritnya. Kami pun terangkat beberapa jengkal di atas permukaan air laut. Sedikit terayun-ayun ke atas dan ke bawah dengan sangat lembut. Kapal kecil kami berada di antara perkumpulan prajuritnya. Beberapa rakyat Jincininbe pun juga ramai mengerumuni kami. Mereka bersorak sorai atas keberhasilan Tuan Putrinya ini.
Ya... Panglima Iblis Gora telah mati, untuk sementara Kerajaan Iblis tidak akan berani datang lagi. Gempa bumi tak jadi mengamukkan teritorial Jincininbe. Tsunami mengundurkan diri. Perlahan, penghidupan rakyat dan seluruh ekosistem di dalam lautan dapat kembali dengan normal. Itulah yang dijanjikan oleh Tuan Putri mereka. Kami pun melesat mengarungi lautan dengan kecepatan cahaya, yang tak lain berasal dari kekuatan Putri Lila.
Dalam sekejap kami berada di depan istana Kerajaan Jincininbe. Putri Lila memberi kode pada ratusan prajuritnya tuk masuk istana lebih dulu. Alih-alih masuk ke dalam pintu gerbang, ratusan prajurit Putri Lila memilih terbang ke atas gerbang menuju belakang istana bagaikan sekumpulan burung gagak. Dua jin penjaga istana yang bertubuh tinggi besar dan sangat garang di depan gerbang itu pun terbang menghampiri kami. Mereka berdua berwarna merah. Wajahnya memang tidak seseram itu. Tapi tetap saja hal itu membuat langkahku mundur beberapa langkah di geladak.
“Asalamualaikum, Tuan Putri,” ucap mereka secara bersamaan. Memberi hormat kepada Tuan Putri mereka.
“Wa alaikum salam,” jawab Putri Lila.
Robot Nakhoda pun mengeluarkan tangga di kedua sisi kapal. Seperti biasa, robot itu mempersilakan kami turun dengan suara khasnya. Aku turun di tangga sebelah kiri. NPC Fida dan Putri Lila turun di tangga sebelah kanan.
“Apakah kau... Sheiraz Putra Elderns?” Salah satu dari penjaga yang mendekatiku bertanya padaku. Aku mengangguk. Ia pun terbang lagi menuju pintu masuk gerbang istana. “Silakan masuk," katanya, sopan. Pintu gerbang istana pun terbuka.
“Eh? Dari mana dia tahu aku ini anaknya Papa Game-ku?” tanyaku, heran.
“Mereka adalah Jin, Sheiraz. Kau tahu sifat-sifat Jin, kan?” NPC Fida mengingatkanku.
“Ya, kau benar.”
Kami pun mulai melangkah masuk, mengikuti Putri Lila yang berjalan lebih dulu. Kulihat di atas langit, kapal kecilku terbang diangkat oleh beberapa penjaga istana lainnya menuju belakang istana dan kemudian lenyap. Aku mengangkat bahu. Mungkin mau diparkir di suatu tempat, pikirku.
Kulanjutkan langkahku. Taman-taman cantik dengan bentuk-bentuk bunga aneh yang tak pernah kulihat terhampar di sini. Istana di hadapanku ini begitu megah. Pintu keperakan istana Kerajaan Jincininbe setinggi lima meter itu pun membuka seiring Putri Lila mendekat. Aku dan NPC Fida juga ikut masuk ke dalam. Kami berjalan di atas karpet merah yang sangat panjang. Dari kejauhan singgasana itu tampak begitu mewah dengan sinar ungunya yang menyala di kedua ujung kanan-kiri kursinya. Ada Raja dan Ratu di sana dengan pakaian berkilauannya, seolah sudah menunggu kami. Ratunya mengenakan jilbab putih dengan mahkota besar di kepalanya dan gaun yang lebar, yang sangat cantik. Beberapa berlian ungu dan putih menghiasi gaunnya dan juga jubah Rajanya. Interior istananya tak bisa kulukiskan lagi dengan kata-kata, semuanya sangat megah dan mengagumkan.
“Asalamualaikum,” Raja berkulit hijau muda keputih-putihan itu menyambut kedatangan kami.
“Wa, wa, wawawawa....” Ya ampun, kenapa aku segugup ini? “Wa alaikum salam, wa rahmatullah, wa barakatuh,” jawabku akhirnya. Lengkap. Aku jadi malu, seharusnya kami sebagai tamu yang mengucapkan salam lebih dulu. Bukan tuan rumahnya.
“Asalamualaikum, Ayah... Ibu...” Putri Lila pun memberi salam. Raja dan Ratu menjawab salamnya.
“Oh, Putriku,” lirih sang Raja seraya membalas pelukan putrinya. Ya, satu per satu Putri Lila memeluk kedua orang tuanya itu.
“Ibu bangga padamu, Putriku. Terima kasih sudah menyelamatkan kerajaan dan rakyat Jincininbe,” ujar sang Ratu kepadanya.
“Sebenarnya bukan aku, Ibu. Aku hanya dibantu. Yang mengalahkan utusan Kerajaan Iblis itu adalah pemuda yang kubawa ini,” Putri Lila membentangkan salah satu tangannya, bermaksud menunjuk diriku. Aku terkesiap.
“Oho,” sang Raja menatapku dari bawah ke atas, “Berita tentangmu dan bahkan tentang Glumglozer sudah sampai terdengar ke telinga kami,” kata Raja itu, “Aku tahu siapa dirimu.” Sejenak ia mengambil jeda, “Kau, Sheiraz Putra Elderns.”
“Benar, Yang Mulia,” kataku, membenarkan.
“Oh, Sheiraz Putra Elderns, ya? Kau... seorang pemuda yang sudah diramalkan,” kali ini sang Ratu berkulit merah muda keputih-putihan yang berbicara, “Terima kasih, Sheiraz. Karena kau sudah membantu menyelamatkan kami.”
“Terima kasih kembali, Yang Mulia Ratu. Adalah suatu penghormatan bagiku tuk melakukannya,” jawabku, merendah.
“Selamat datang di Kerajaan Jincininbe, Sheiraz Putra Elderns. Kerajaanku ini adalah salah satu kerajaan jin terbesar di Indonesia,” kata sang Raja. “Selama kau di sini, kau wajib mematuhi peraturan kerajaan. Kami tak memiliki seorang putra, maka akan kuperkenalkan kau pada Tuan Putri kerajaan ini. Dialah anakku, yang akan memberitahukanmu segala hal di sini.”
“Pemuda ini sudah mengenali Putri kita, Sayang,” sang Ratu memberitahu.
“Oho, aku lupa kalau kalian sudah saling kenal. Baiklah, langsung saja kau ambil alih wahai Putriku.”
Aku tak menyangka bisa bertemu dengan versi jinnya Ellena di dunia game ini pada sosok Putri Lila. Apa jangan-jangan game ini mengambil orang-orang terdekat dari player-nya sebagai NPC? Aku tak tahu.
“Sebelum itu... Untukmu Nona Fida,” kata Putri Lila.
“Ya, Tuan Putri?” NPC Fida meresponnya dengan sopan.
“Mari kau ikut denganku terlebih dahulu. Di sini kau dikenai kewajiban memakai pakaian yang menutup keindahan tubuhmu, Nona,” kata Putri Lila. Berbeda dengan sosoknya saat menjadi Luri, kali ini Putri Lila bernada suara khas seorang wanita bangsawan yang bermartabat. NPC Fida mau tak mau ia harus mengangguk setuju. “Pelayan.” Panggilnya dengan tetap anggun, tanpa berteriak. Yang dipanggil datang, sedikit menundukkan kepalanya. “Siapkan pakaian untuk Nona Fida,” katanya lagi, si pelayan pun pergi melaksanakan tugasnya. “Baik. Silakan ikut aku, Nona Fida.” NPC Fida pun mengiakannya. Lalu mereka pergi meninggalkanku bersama kedua penguasa Jincininbe di singgasananya ini.
“Hmm... Yang Mulia Raja, ada satu pertanyaan yang cukup menghantui saya.”
“Oho. Apa itu?”
“Mengapa banyak sekali kejadian kapal-kapal atau pesawat yang ketika melewati Segitiga Masalembo itu menghilang tanpa jejak? Apa mereka masuk ke duniamu ini, makanya sulit ditemukan?”