Dave menuju ke ruang bermain. Dengan keadaan lorong dan sebagian ruangan yang lengang, Dave tetap berjalan tanpa memedulikannya. Bagi Dave semuanya tentang ruangan yang lengang di rumahnya sudah biasa. Rumah mewah dan megah yang hanya dihuni oleh empat orang saja sudah pasti akan banyak sekali terdapat ruangan yang lengang. Tidak ada yang perlu dipedulikan. Dave juga kebetulan tidak begitu mempercayai dengan yang namanya hantu. Dia lebih mencurigai orang di sekitarnya saat ada benda jatuh secara tiba-tiba ketimbang langsung berasumsi bahwa hantulah yang menjatuhkan benda itu. Pikiran logis sudah membantunya menghilangkan kekhawatiran yang tidak diperlukan. Karena pikiran logisnya juga Dave masuk ke dalam lima besar di sekolahnya, dalam hal kepintaran tentunya.
Di ruang bermain, Dave tidak menemukan Sonya. Di ruangan yang luas dan penuh fasilitas bermain, Dave tidak melihat kehadiran Sonya di ruangan itu. Dave menghela napas. “Kemana lagi dia sekarang?” gumam Dave. Melihat gorden yang terbuka lebar di belakangnya, Dave mendekat. Jendela yang cukup besar, yang panjangnya seperti pintu dan luasnya seluas papan tulis. Dave berdiri di dekatnya, menatap keluar. Mengarahkan pandangannya ke tempat di mana Sonya berada.
Di sisi lain ruangan itu, ternyata ada Sonya yang sedang duduk berteduh di bawah pohon rindang dan meminum sesuatu yang tampaknya seperti jajanan yang sering ada di pinggir jalan. “Di sana kau rupanya.” kata Dave sambil tersenyum.
Keberadaan Sonya sudah diketahui. Dia berada di halaman samping. Walaupun tidak seluas halaman depan dan belakang, halaman yang ada di samping rumah cukup untuk dijadikan tempat bermain sekumpulan anak TK. Tempatnya juga sejuk, ada pohon dan juga beberapa tanaman yang turut menghiasi. Dibanding dengan halaman depan dan belakang, mungkin halaman samping lebih banyak tempat untuk berteduh dari sinar matahari. Ini karena tempat yang tidak begitu luas serta adanya sebuah pohon besar yang hampir menutupi sebagian halaman.
Di bawah pohon itu, Sonya melihat Dave yang sedang berada di ruang bermain dan melambai pada Dave. Sonya juga berteriak memanggil Dave satu dua kali sambil melambai, tapi Dave tidak terlalu mendengarnya. Sama seperti Sonya, Dave yang sadar bahwa dirinya sudah terlihat di mata Sonya yang tengah berteduh, hanya tersenyum saat melihat Sonya melambai dari luar. Dave mengangkat tangannya di depan kaca, untuk memberi isyarat pada Sonya kalau dia akan segera ke sana, Dave juga menunjuk dirinya sendiri lalu menunjuk ke pohon yang ada di dekat Sonya, lalu dave menunjukkan telapak tangannya pada Sonya seolah untuk memberitahunya agar tidak ke mana-mana selagi dia menyusulnya.
Setelah sedikit menutup gorden, Dave berbalik. “Lyra Kenin Joule. Apa yang kau lakukan di sana?” gumam Dave, matanya mendadak menajam dan menjadi serius seolah sedang melihat musuh bebuyutannya sedang berdiri di hadapannya.
Dave keluar menemui Sonya yang masih berteduh di bawah pohon sambil meminum es dawet. “Kenapa?”
“Kenapa apanya?” balas Sonya.
“Ini sudah waktunya makan siang. Ayo kita masuk, sebelum bibi pelayan berwajah galak mencarimu.”
“Apa dia sudah mulai mencariku?”
“Saat aku kemari, aku tidak melihatnya. Kau mau masuk ke dalam setelah dikejar-kejar olehnya?”
“Tentu saja tidak. Ayo kita masuk.” Sonya berdiri. “Aku sudah ngeri dengan ruang bermain itu. Sungguh kacau, aku pasti tidak akan bisa tidur jika sampai dikejar-kejar bibi galak itu.” Sonya mengatakannya dengan nada yang jenaka.
Dave tersenyum mendengar lelucon yang dilontarkan Sonya. “Kau pintar sekali bicara.” kata Dave menyusul di belakang Sonya.
Sudah hal yang lumrah jika meja makan hanya diisi oleh Dave dan Sonya. Rumah mewah yang megah dengan ruang makan yang selalu lengang. Sayang sekali Sonya harus terbiasa dengan hal-hal seperti ini sejak kecil. Dave menyayangkan itu saat menyadarinya. Oleh sebab itu Dave selalu memberikan perhatian lebih pada Sonya. Perhatian khusus. Adik perempuan satu-satunya yang sangat lucu dan menggemaskan. “Aku sudah selesai.” ucap Sonya, lalu meminum segelas air putih.
“Kau mau kemana?” Sonya bangkit dan berjalan menuju ruang tamu. Dave masih sibuk makan saat Sonya pergi meninggalkan meja makan.
Pukul satu siang ada acara kesukaan Sonya tayang di TV. Sebenarnya Sonya jarang melihat acara ini, itu karena biasanya dia berlibur bersama keluarganya. Sonya menjadikannya acara favorit meskipun ia jarang menontonnya. Sonya jatuh cinta pada saat pertama kali ia menontonnya. Ia langsung menyukainya. Duduk bersila di sofa yang empuk, bersandar sambil memakan camilan. Ia tak bosan melakukan itu, dengan fakta bahwa dia baru saja makan siang.
“Di sini kau rupanya.” kata Dave, lalu duduk di sebelah Sonya. “Kau tidak kekenyangan? Kau baru saja makan siang.”
Sonya menggeleng dengan semangat.
Keesokan harinya, di halaman depan sekolah. Seorang perempuan menghampiri Dave. Perempuan itu berjalan dengan cepat menuju Dave, sambil menyembunyikan suara langkahnya. Rencananya perempuan itu hendak mengejutkan Dave yang sedang berjalan di depannya. Tapi kenyataannya, Dave sudah mengetahui apa yang mau dilakukan perempuan itu. Dave bisa saja terkejut saat dia berbalik, untuk mencegah terjadinya hal itu, Dave memutuskan hanya akan menghentikan langkahnya saja. “Apa aku mengenalmu?”
“Aish, kau sudah tahu ternyata.” perempuan itu berkata.
Dave melangkah lagi. Sambil melihat jam yang ada di pergelangan tangannya, Dave terus berjalan meninggalkan perempuan itu di belakang.
“Hei! Kau mau kemana?” teriak perempuan itu.
Dave tidak menanggapi dan terus berjalan.
“Dasar laki-laki sombong.” gumam perempuan itu kesal.