Sebenarnya, untuk masalah sepele tentang penjemputan tak perlu sampai terkejut bak mendapat kabar buruk. Tapi yang menjadi persoalan pak sopir itu adalah bahwa dia khawatir dia akan mendapat kabar buruk kalau sampai Carol tahu dia tak melaksanakan tugasnya. Kabar tentang pemecatannya.
Dave kembali lagi ke pak sopir. Sambil melempar senyum geli, Dave berusaha menghilangkan kepanikan pak sopir yang masih kaget. “Jangan khawatir pak, nanti kalau ibu bertanya, biar saya yang jawab. Bapak tidak usah khawatir.” Lalu Dave masuk lagi. Naik ke lantai dua menuju kamarnya.
Dave melempar ransel ke atas ranjangnya. Menutup pintu dan mencopot dasi yang ia kenakan. Melepas pakaian di tubuhnya sampai hanya tersisa celana pendeknya yang berwarna biru gelap. Kemudian Dave berbaring di atas tempat tidurnya. Berjejeran dengan ransel yang dilemparkannya tadi. Pikirannya tak jauh-jauh memikirkan kepindahan Lyra ke kelasnya. Dave berpikir-pikir apa maksudnya, niatan apa yang dimiliki Lyra. Dave memikirkannya sambil menatap kumpulan planet yang ada di langit-langit kamarnya.
Saat Dave sedang memikirkan apa maksud kepindahan Lyra ke sekolahnya, terdengar suara dua langkah kaki yang berjalan mendekat ke kamar Dave. Dave pun tidak menyadarinya. Karena masih sibuk dengan pikirannya, Dave tidak tahu kalau ada seseorang atau beberapa orang yang sedang menuju ke arahnya. Langkah kaki itu sudah tak terdengar lagi. Dengan keadaan masih tanpa pakaian lengkap, Dave berbaring di atas tempat tidur tanpa tahu ada langkah kaki yang kini sudah berada di depan pintu kamarnya.
Pintu pun dibuka keras-keras hingga membentur dinding di belakang pintu. Terbuka lebar. Dave yang tidak bersiap-siap menerima tamu terkejut dan terlonjak dengan mata membelalak ke arah pintu. Pandangannya tertuju pada dua orang perempuan yang sedang berdiri di depan pintu kamarnya. Sonya dan Jeny. Yang berdiri tanpa melakukan apapun selain melihat ke arah Dave yang hampir telanjang bulat.
“Ma-maaf.” Ujar Jeny yang juga sama terkejutnya, lalu menutupi wajahnya dengan dua tangannya.
“Kak Dave!” ucap Sonya menunjuk Dave di hadapannya. Berlainan dengan Jeny, Sonya justru dengan berani menuding Dave dengan telunjuknya yang mungil. “Apa yang kau lakukan di sini? Telanjang seperti itu, tidak malu pada Jeny ya?”
Dave berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut, “Kau sendiri? Apa yang kau lakukan di kamarku?”
“Ya-yah tadinya aku mau meminjam laptop milikmu. Bukankah kau harusnya ikut kegiatan ekstra? Kenapa kau sudah pulang?”
“Sepertinya semua orang di rumah ini sudah diberikan pengumuman yang tidak penting. Laptopku ada di meja, ambil saja. Lain kali jangan membuka pintunya terlalu keras. Sudah, sana cepat keluar.” Ujar Dave mengusir.
“Jeny, selagi kakakku telanjang, tidakkah kau mau melihatnya? Kau juga bisa menyentuhnya sekaligus tahu.” Kata Sonya tidak memedulikan ucapan Dave.
“Hei!”
Sonya bergegas mengambil laptop dari meja belajar Dave, lalu memberikannya pada Jeny. Kemudian Sonya pun berlari kencang keluar dari kamar Dave. Sementara Jeny, yang ditangannya ada sebuah laptop, sudah tak bisa lagi menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Perlahan-lahan Jeny melangkah mundur keluar kamar sambil memejamkan matanya. Setelah berada di luar Jeny baru berani membuka matanya. Menggunakan satu tangannya untuk menutup pintu kamar Dave. Tanpa pamit.
“Kenapa rasanya seperti habis tertangkap basah melakukan sesuatu? Ini 'kan kamarku.” Dave berbicara sendiri.
Setelah berganti pakaian, Dave turun dan menuju dapur. Mengambil sebuah camilan berupa keripik pisang. Lalu pergi ke luar ke halaman belakang. Di halaman belakang, Dave melihat Sonya dan Jeny sedang duduk di bangku sambil memainkan laptop miliknya. Dave menghampiri mereka. Menenteng sebungkus keripik pisang di tangannya, Dave juga melahap satu persatu keripik saat berjalan ke arah Sonya dan Jeny.
“Kalian sedang apa?” tanya Dave.