The World of Crime : Fate

Arzen Rui
Chapter #14

14

“Hanya sesaset kopi instan.” Kata Dave, sambil memalingkan wajah dari Jeny.

Sesuai dugaan, Jeny yang mendengar hal itu pun langsung tertawa. Meski di awal sempat bingung dengan apa yang baru saja diucapkan Dave, pada akhirnya Jeny tertawa terbahak-bahak. “Sesaset kopi?” Jeny lanjut tertawa, sambil memegangi perutnya yang terasa sakit karena tertawa. Hubungannya dengan Dave saat ini tidak lagi tampak seperti pembantu dan majikan.

“Jangan menertawakanku. Ayo bantu aku mencarinya lagi.”

Jeny masih tertawa geli, “Akan kubantu. Tenang saja.” Kata Jeny sambil mengangguk.

Setelah sepuluh menit, mereka berdua akhirnya menemukan kopi saset yang dicari. Ditemukan berada di atas bufet, ditindih kotak pensil serta ditutupi dengan kaus kaki Dave.

“Akhirnya ketemu juga.” Kata Jeny, sambil bertolak pinggang. Kemudian mengelap keningnya seolah baru selesai menguli.

“Aku tidak ingat menaruhnya di sana. Terima kasih sudah membantuku. Jeny.” Dave menghela napas lega.

“Lain kali, berikan saja padaku. Jangan disembunyikan seperti tadi. Meski disembunyikan seperti itu, ada kemungkinan tetap bisa ditemukan kedua orang tuamu. Sedangkan kalau dititipkan padaku. Aku bisa beralasan kalau itu milikku. Kau bisa sekalian menyuruhku untuk membuatkannya.”

“Ya, kau benar. Kuterima saranmu. Lain kali kalau aku membeli kopi, akan kutitipkan padamu.”

“Mau kau buat sekarang?” kata Jeny sambil membereskan barang-barang yang sebelumnya diacak-acak tadi.

“Ng....”

“Sebentar lagi semuanya turun dan makan malam, sebaiknya kau batalkan saja.” Jeny memberi saran.

“Sebaiknya begitu. Baiklah, kubuat nanti malam saja.”

“Memangnya orang tuamu tidak memperbolehkanmu minum kopi ya?” tanya Jeny setelah situasi hening sejenak.

“Tidak mengatakannya sejelas itu, tapi secara tidak langsung mereka memang melarangku minum kopi sejak kecil.”

“Ada benarnya juga orang tuamu, anak kecil memang tidak baik minum kopi.” Kata Jeny menaruh lap dengan motif garis-garis itu di samping bak cuci piring.

“Ya, dan ternyata tidak baik juga selalu patuh pada peraturan. Karena terus melihat peraturan yang ada, aku jadi mudah sekali mengabaikan melakukan apa yang kusuka. Menginjak usia dua belas tahun, sampai sekarang, orang tuaku tidak pernah menegaskan lagi kalau aku masih tidak boleh minum kopi, tapi anehnya aku masih takut jika sampai ketahuan minum kopi.”

Jeny mengulurkan tangannya, “Sini.”

“Hm?”

“Berikan padaku kopinya. Kau tidak jadi membuatnya saat ini 'kan?”

“Ya.”

“Sini,” Jeny menyambar kopi instan di tangan Dave. “Biar kubuatkan sekalian nanti malam.”

“Kau yakin? Bukankah kau harus bangun pagi besok?”

Jeny tertawa kecil. “Ini sudah pekerjaanku, jangan terlalu mengkhawatirkannya. Sudah, tidak apa-apa. Sekarang ini, aku sarankan kau secepatnya pergi ke ruang makan sebelum Sonya berteriak mencarimu.” Kata Jeny tersenyum, lalu pergi dari dapur.

Mendengarkan apa yang dikatakan Jeny, Dave kemudian pergi ke ruang makan. Di sana Dave bukan orang pertama yang sampai. Bukan orang pertama yang tiba. Duduk di depan meja makan, dengan ciri khasnya yang riang Sonya sudah tiba lebih dulu di ruang makan. Di sampingnya ada Jeny yang sedang menyiapkan makanan yang hendak disantap Sonya.

“Dave! Sepertinya akhir-akhir ini kau mulai terlambat datang ke ruang makan.” Kata Sonya yang sedang menggoyangkan kakinya di bawah meja dengan semangat.

Lihat selengkapnya