“Aku? Aku memang biasanya membantu menyiapkan makan malam. Jadi sudah sewajarnya aku sering kemari. Kau sendiri? Apa Sonya membeli bakso?”
“Bukan,” Jeny menggeleng. “Bukan bakso, tapi bubur ayam.”
“Bubur ayam? Ada yang lewat di depan rumah?”
“Ya. Kenapa? Apa biasanya tidak ada tukang bubur ayam lewat?”
“Sore hari? Tidak. Pagi hari pun aku tidak pernah melihat ada tukang bubur yang lewat di depan rumah. Bahkan Sonya belum tentu menyukai semua bubur ayam yang ada di kota ini. Aku biasa membelikannya bubur ayam yang dijual di depan gerbang kompleks, itu kalau aku tidak terlambat. Kadang aku harus mengejarnya ke tempat lain.”
“Jauh sekali kau membelinya, kau pergi pukul lima pagi?”
“Tidak, aku tidak setiap hari membelinya. Hanya saat libur sekolah saja.”
“Begitu. Aku tidak tahu sih ini tukang bubur di mana biasa kau membeli atau bukan, karena yang menghentikan tukang bubur itu Sonya. Kupikir Sonya pasti biasa membelinya. Sudah ya, aku kembali ke Sonya dahulu.” Ujar Jeny berlalu pergi.
“Baiklah.”
Tujuh menit kemudian beberapa pembantu masuk ke dapur saat Dave sedang menyiapkan makan malam untuk Sonya. Meski sudah mendengar kalau Sonya tadi membeli bubur ayam, Dave tetap menata makanan yang akan disantap Sonya nanti malam.
Mengeluarkan bahan-bahan masakan, menyiapkan peralatan masak, para juru masak keluarga Forestein mulai beraksi. Dave sedikit membungkuk memberi hormat pada mereka yang lebih tua darinya. Para juru masak itu membalas dengan antusias, balas membungkuk dan bersikap sesopan mungkin pada Dave. Dave dan kesepuluh juru masak itu berdampingan di dalam dapur. Saling menghormati dan fokus pada apa yang sedang mereka kerjakan.
Tiga puluh menit sebelum makan malam, semua hidangan sudah benar-benar siap disajikan di atas meja makan. Semuanya. Sangat sempurna. Dari makanan pembuka sampai makanan penutup. Semuanya menghela napas lega tepat di lima menit sebelum makan malam dimulai. Ini wajar karena para juru masak itu takut dimarahi oleh Albert. Mereka bukan manusia sempurna, pernah juga membuat kesalahan.
Para juru masak itu terdiri dari; enam orang pria dan empat orang wanita. Kini yang mereka lakukan setelah selesai memasak adalah menatanya di atas nampan. Yang kemudian dibawa oleh pelayan untuk diletakkan di atas meja makan. Dave sudah tiba lebih dulu di meja makan. Menata makanan milik Sonya. Ternyata Sonya dan Jeny tidak makan bubur ayam di ruang makan. Tidak ada bekas yang tertinggal di meja makan ketika Dave menyiapkan makan malam untuk Sonya.
Albert dan Carol datang secara bergiliran ke ruang makan. Menarik kursi, duduk, dan membalikkan piring putih yang bersih. “Dave,” panggil Carol. “Di mana adikmu?” tanya Carol sambil melihat ke segala sisi ruang makan.
“Aku rasa dia masih bermain dengan pengasuhnya. Biar kucari Sonya.” Dave buru-buru meninggalkan ruang makan.
Tempat pertama yang didatangi Dave adalah halaman belakang. Hari belum sepenuhnya gelap. Pemandangan sunset masih bisa dinikmati walau tidak sejelas saat berada di pantai. Dave pergi ke halaman belakang.
“Sepertinya tempat ini jadi tempat favorit kalian berdua.” Kata Dave sambil menghampiri Sonya dan Jeny yang sedang asik mengobrol.
Jeny melirik jam tangannya. “Sudah waktunya makan malam.” Ucap Jeny menatap Dave. “Maaf, langitnya membuatku lupa.”
“Aku sudah kenyang, ayo kita langsung ke kamar saja.” Sahut Sonya.
“Tidak, kau belum kenyang.” Tukas Dave. “Kau harus ikut makan malam. Aku tidak mau nanti kau terbangun di tengah malam karena kelaparan. Ayo.”