Langkah makhluk itu menghantam lantai gua seperti palu dalam kehampaan. Raka menahan napas.
“Jika cahaya terlalu terang bisa membutakan, maka suara yang terlalu keras bisa membuat tuli. Dan bila telingamu adalah indera utama… aku akan merobeknya.”
Dengan segera Raka menancapkan beberapa tabung logam ke sumber gas uap belerang yang menyembur membuat suara seruling tiup di berbagai sisi yang membuat bingung monster itu.
Dengan berlahan Raka merangkak ke arah tubuh Jawak Pedang yang tergeletak, Di sampingnya, raka mengambil pedang yang patah—datar dan tumpul pada satu sisi. Dan juga keris berujung tajam dari pinggangnya.
Tapi begitu ia mulai bergerak, makhluk itu mencium suara… dan menyerbu.
CRASSSH!
Cakarnya mencabik udara, menghantam dinding batu dan menghancurkan pahatan tua. Raka berguling ke bawah dan melompat ke sisi kanan, tubuhnya nyaris tertangkap. Gema langkahnya menggema… dan itulah niatnya.
“Kau mendengar semua… tapi bisa juga dibanjiri suara sampai kau tak tahu mana yang nyata…”
Ia melompat ke celah dinding gua, mencari dua logam—sepotong lempengan baja dan sebuah ujung tajam batu Éra tua yang tertancap. Ia mulai menggoreskan keduanya: SCREEEEEEEEECH!
Suara itu tajam. Menusuk. Suara tidak nyaman seperti kaca yang di goresan pisau. Gua yang sempit memperkuat resonansinya, memantulkannya berkali-kali. Monster itu mengaum keras, tubuhnya gemetar, telinga-telinganya yang seperti kelopak bunga mengejang hebat, membuka lebar seperti dipaksa mendengar jeritan logam tajam yang menusuk saraf.
Dalam pikiran Raka."suara antara 130–150 dB bisa menyebabkan nyeri fisik. Di atas 185 dB bisa merusak organ internal jika cukup dekat. Tapi suara gesekan kaca dan logam juga mengandung frekuensi tinggi tak nyaman (di atas 8.000 Hz) yang menyebabkan panik dan disorientasi neurologis, terutama pada makhluk dengan sistem pendengaran ekstrem"