The world of Maheswara: I Wanted a Second Chance, Not a Second Curse

voidwise
Chapter #9

Chapter 9 Bukan Raka yang sama

Lorong-lorong belakang pelataran barak latihan itu lebih menyerupai perangkap dari pada jalan pulang. Sempit, pengap, dan basah oleh embun yang tak pernah kering. Cahaya remang dari lampu minyak hanya menyorot sebagian dari dinding-dinding bata yang ditumbuhi lumut tua. Bau logam, besi karat, dan darah lama yang mengering membungkus udara, membuat napas tercekat seperti dicekik tangan gaib.

Langkah kaki Raka melambat saat suara itu muncul dari kegelapan, menggema dengan nada penuh dendam yang tak asing di telinganya.

“Masih hidup kau, Wirabumi?”

Nada itu seperti cambuk. Nada yang mencabik luka lama, membuka kembali semua rasa sakit, semua hinaan, semua trauma.

“Apa… Tapak Geni-ku kemarin masih kurang keras, hah? Raka, si keturunan pengkhianat.”

Empat sosok keluar dari balik bayangan seperti siluet iblis yang terbangun dari kenangan buruk. Yang paling depan—Yuda Brajamukti—berdiri tegap dengan dada terbuka, menampilkan rajah burung garuda di bahunya yang berdenyut seiring degup jantungnya.

Rambutnya dikepang ke belakang seperti prajurit barbar. Mata tajamnya mengunci Raka seperti pemburu menemukan mangsa terluka.

"Yuda Brajamukti… Si Rajah Garuda..."

Raka mengepalkan tangan. Tubuhnya menegang, tapi bukan karena takut. Ia mengenal pria itu. Gengsi barak ujung kota. Tukang buli, tukang hina, dan—yang paling penting—pemilik Tapak Geni yang membuatnya nyaris lumpuh waktu itu.

Tiga orang lain muncul di belakangnya, menyeringai. Di tangan mereka, tongkat kayu panjang bergoyang-goyang seperti cambuk penghakiman.

Raka mematung. Kenangan menerjang seperti gelombang pasang. Nyeri di dada. Panas di punggung. Tubuhnya dihempas ke lantai tanah… dan mereka berdiri di atasnya, tertawa.

“Tapi… bagaimana mereka tahu siapa aku sebenarnya…?” pikir Raka. Matanya menyipit.

“Pengkhianat. Bangsawan busuk yang lari dari tanggung jawab,” cibir salah satu.

“Anak manja yang pura-pura jadi rakyat. Kau pikir kami tak tahu siapa ayahmu?”

“Berapa orang mati karena keluargamu?” Yuda menambahkan, nadanya mengejek, kejam.

Tawa menghina meledak. Ludah beterbangan, mengenai tanah. Dulu… Raka akan tunduk. Diam. Mungkin lari.

Tapi kali ini berbeda.

Ini bukan Raka yang dulu. Ini adalah Raka yang telah terlahir dua kali.

Raka mengangkat wajahnya perlahan. Tatapannya kini seperti bilah belati yang disepuh dalam keteguhan.

"Hukum Newton II," gumamnya pelan. "F = m × a."

“Gaya adalah massa dikalikan percepatan.”

Tapi baginya, itu bukan lagi rumus fisika biasa. Itu adalah filosofi. Senjata.

Lihat selengkapnya