Di tengah malam yang sunyi, putri anggun terbangun dari tidurnya, ia pun pergi keluar dari kamar peristirahatan tanpa penjagaan. Semula ia hanya ingin berjalan-jalan saja sambil menikmati ukiran-ukiran yang indah yang ada di setiap sisi koridor istana, ukiran yang tak pernah bosan ia pandangi, ukiran itu seolah menceritakan sebuah cerita akan masa lalu yang sama sekali tidak di mengerti oleh sang putri.
“Kerajaan Dendilian memang sangat menarik. Sangat indah sekali. Ohhhh tungguu.”
“Bukankah ini????”
“Ukiran ini seperti peri? Apa ini baru? Rasanya kemarin tidak ada disana?”
Putri Anggun bingung sendiri setelah melihat sedikit perubahan yang cukup mencolok dalam ukiran indah itu. Seharusnya ia sudah tidak kaget lagi karena ia sendiri pun tau kalau setiap jengkal dari ukiran yang berada di setiap sisi Kerajaan Dendilian bisa kapan saja berubah-ubah.
“Emmm. Mungkin saja bagian ini menceritakan kejadian saat ini. Mengingat ada Peri Lalu yang sekarang selalu menemani Pangeran,” ujar Sang Putri berpendapat, ia langsung menyadari dan teringat akan kata-kata dari Pangeran Elang dulu, yang dulunya pernah mengatakan kepadanya kalau ukiran yang berada di setiap sisi kerajaan punya kisahnya tersendiri entah itu menceritakan masa lalu atau pun masa yang akan datang atau mungkin yang akan terjadi di waktu yang sangat dekat.
Setiap perubahan itu tidak menentu waktunya, bisa terjadi kapan saja, tidak menentu waktunya.
SLINGGG SLINGGGG SLINGGGG.
Tiba-tiba saja sang putri mendengarkan suara hunusan pedang yang terdengar seperti ada yang sedang latihan pedang yang bergema terkadang juga terdengar hentakan hela nafas.
“Suara ini. Siapa yang tengah malam begini latihan pedang? Seperti tidak ada hari esok saja.”
Sang Putri yang semakin penasaran pun kini terus mengikuti asal suara pedang itu, tanpa takut yang bisa saja sebenarnya suara pedang itu merupakan bahaya untuknya atau penghuni istana yang lain, saat ini sang putri hanya penasaran dan tidak sampai memikirkan hal buruk apa pun selama mengikuti sumber suara.
Koridor demi koridor ia lalui yang hanya mengandalkan pencahayaan dari lilin-lilin yang berada di setiap sisi koridor, lilin-lilin itu beraroma wangi semerbak yang sebetulnya sangatlah menenangkan pikiran.
Tetapi sang putri masih terus melangkah menuju ke sumber suara, hingga ia berhenti sejenak menatap ujung lorong yang menampilkan seseorang yang sedang berlatih pedang sendirian, di lahan kosong yang terdapat di tengah-tengah taman pavilion, dari kejauhan sebenarnya sang putri tidak bisa melihat siapa seseorang itu tetapi jika ia perhatikan lagi, dari cara orang itu mengayunkan pedang, dapat ia simpulkan kalau orang itu adalah Pangeran Elang.
“Kalau tidak salah bukan kah?... Kenapa Pangeran disini.? Bukankah Pangeran belum diperbolehkan meninggalkan kamarnya.”
Sang Putri semakin mendekati Sang Pangeran, ia sangat khawatir akan kondisi Pangeran Elang yang ia tahu belum pulih sepenuhnya dan kini malah ia melihat Pangeran berlatih pedang sendirian, ia juga tidak melihat akan kehadiran Peri Lalu, bisa jadi Pangeran Elang pergi tanpa sepengetahuannya lagi seperti tempo hari, saat Pangeran diam-diam mendatangi kamarnya dengan keadaan yang belum perima hanya karena Pangeran Elang ingin berbicara kepada Putri Anggun.
Bahkan saat itu Pangeran Elang membawa Putri Anggun bersembunyi di ruangan rahasia yang berada di kamar sang putri agar tidak ada yang mengganggu obrolan mereka.
“Pangeran!!!!” panggil Putri Anggun yang kini sudah lima langkah dari Pangeran Elang berlatih, seketika Pangeran Elang pun berhenti, ujung pedangnya ia pertemukan pada lantai batu, nafas sang pangeran masih memburu yang kini berangsur normal sembari melihat Putri Anggun yang tak berhenti berbicara.
“Kenapa anda disini? Sendirian? Tanpa pengawal? Kondisimu belum sepenuhnya pulih Pangeran. Bagaimana kalau kau kelelahan lagi Pangeran.”
Tetapi sang pangeran hanya tersenyum kepada sang putri, ia berjalan menuju bebatuan setinggi enam puluh centimeter sembari menyeret dan menyandarkan pedang panjangnya pada sebuah tembok pondasi, pangeran duduk di bebatuan itu. Tepat di samping bebatuan itu ada meja kayu yang di atas meja itu sudah ada dua gelas gelas kaca bening disana beserta teko berisikan teh hangat.
“Apa kau sudah selesai memarahi ku Putri. Kalau sudah kemari lah. Aku punya teh yang sangat nikmat….” ujar pangeran sambil menuangkan air teh yang berada di dalam teko ke dalam gelas miliknya yang setelah itu secara perlahan ia meminum teh itu tidak sampai habis.
“Hemmm. Sungguh enak. Teh ini hanya ada disini. Apa kau tak mau. Hemmm Aromanya sangat enak,” ujarnya lagi yang saat ini Pangeran tidak terlalu memikirkan betapa Putri Anggun mengkhawatirkannya.
Perlahan Putri Anggun mendekati Pangeran Elang, beliau duduk tak jauh dari pangeran hanya berseberangan dengan meja kayu, wajahnya layu tetapi terlihat lembut.
“Bagaimana dengan kondisimu saat ini pangeran? Kenapa tidak beristirahat di kamar Pangeran. Pangeran malah berlatih pedang,” ujar Putri Anggun yang kembali mencecar Pangeran.
Pangeran pun kembali meminum tehnya lagi dan kembali menuangkan tehnya, kali ini ia menuangkan teh untuk Putri Anggun juga.