“Pangeran apa kau sungguh sudah tidak apa-apa?” ucap Putri Anggun sebelum Pangeran Elang beranjak pergi dari kamarnya setelah mengantarkannya kembali kedalam kamarnya melalui pintu rahasia yang berada di lantai belakang tempat tidurnya.
“Tidak aku sudah sehat putri. Kau tak perlu khawatir,” ujar Pangeran Elang yang masih di lorong rahasia di bawah lantai kamar sang putri pujaan hatinya. Lalu ia pun kembali berkata-kata setelah melihat senyuman manis putri anggun. “Saya pergi sekarang ya. Selamat beristirahat kembali putri. Esok pagi saya akan menemuimu.”
“Baik Pangeran.”
“Saya tutup ya. Selamat malam.”
“Malam Pangeran.”
TRUKKK.
Sekali geser lempengan yang menjadi tutup lorong rahasia pun ditutup oleh pangeran dari dalam lorong sehingga sang putri sudah tidak bisa melihat wajah tampan sang pangeran.
Ingatan sang putri pun terputus saat itu juga dan kini sang putri masih menikmati hembusan angin malam yang datang perlahan melalui jendela kamar yang ia buka sedari tadi hingga ia memutuskan untuk menutup rapat jendela itu yang tanpa Putri Anggun sadari rupanya sedari tadi ada seseorang yang mengawasinya dari balik pohon yang berada di seberang tembok pembatas kerajaan. Seseorang yang telah lama tak dijumpai nya.
Pohon itu berada di area pemukiman, seorang pemuda seumuran dengan pangeran elang masih menatap ke arah jendela sang putri bahkan sampai setelah jendela kamar itu tertutup rapat. Pemuda itu tampak tersenyum dari balik jubah hitamnya.
“Kau masih cantik Putri bahkan bertambah cantik. Andai aku masih bisa bertemu dengan mu seperti dulu,” gumamnya masih dibawah pohon yang rindang.
Malam semakin larut tetapi bukannya Rangga pulang ke kastil hitamnya ia malah masih asyik berkeliaran di sekitar istana. Malam hari adalah satu-satunya waktu untuk Rangga berkeliaran dengan aman tanpa penyamaran sedangkan kalau di pagi harinya atau pun siang hari, Rangga harus dalam keadaan menyamar karena bagaimana pun statusnya masihlah buronan kerajaan.
“Andai saja Ayah tidak ikut campur dalam misi ku, andai saja Ayah mau bersabar lebih lama. Aku pasti masih bisa mendekati tuan putri.”
Rangga pun mulai beranjak dari tempat itu. Ia berlalu pergi dan menghilang secara misterius setelah melewati pepohonan. Entah sihir apa yang ia gunakan untuk menghilang.
***
“Benarkah? Wah ka elang. Bagaimana bisa kaka mengajak Putri ke lorong rahasia. Gak sembarangan tau ka yang boleh kesana. Bisa-bisanya kaka sembunyi di lorong itu. Andin jadi merasa orang yang sangat berbahaya bagi Ka Elang dan Putri Anggun,” protes Putri Andin setelah mendengarkan Kakaknya bercerita yang juga sedang memakan roti buatan dirinya, sedangkan saat ini Putri Andin hanya tengah protes sambil duduk manis di kursinya. Ia duduk tak jauh dari kakaknya.
Sedangkan Peri Lalu hanya fokus memakan roti miliknya sembari mendengarkan pembicaraan pangeran mahkota dan tuan putri. Peri Lalu sangat suka tinggal di istana karena selain kerajaan Dendilian yang megah serta indah terlebih pangeran elang juga sangat memanjakannya meskipun Pangeran Elang suka bertindak seenaknya dan sesekali tidak mau mendengarkan usulannya. Tetapi selagi pangeran elang merawatnya dengan baik, pangeran elang senakal apa pun akan ia tanggung.
“Kenapa?” nada suara pangeran seolah mempertanyakan lalu sebelum Putri Andin menjawab pertanyaannya, pangeran telah kembali berbicara lagi, “Lagian Putri Anggun kan calon istriku. Seharusnya tidak masalah dong kalau aku mengajaknya ke sana. Hhehehe.”
“Iya kak. Tapi kan…”
“Lagi pula. Kau cukup menakutkan dik. Apa lagi instingmu itu yang selalu tepat sasaran. Kau mengasah insting mu dimana sih? Aku jadi ingin punya insting seperti mu.”
Pangeran Elang masih memakan rotinya dengan lahap, begitu juga dengan peri lalu yang kini masih sibuk menghabiskan roti di piring ketiganya, mulut kecilnya tak berhenti mengunyah.
“Kaka sedang menyanjung ku atau mengolok ku?”
“Memangnya kenapa. Bukanya kekuatan ka elang jauh lebih spesial dibandingkan dengan kekuatan Andin. Andin jadi iri dengan ka elang.”
Pangeran elang sempat terdiam sejenak untuk meledek adiknya dengan bermanyun ria hingga akhirnya pangeran elang kembali berkata setelah adiknya itu protes akan sikap manyunya yang bermaksud meledek, “Jangan iri dengan kekuatan kaka. Patutlah kau bersyukur karena tidak memilikinya. Setidaknya kamu tidak merasakan kesakitan akibat efek samping yang sering kaka rasakan.”
Putri Andin pun terdiam sejenak setelah melihat ekspresi kakaknya yang mendatar tetapi juga dibarengi dengan senyuman kepadanya. Sejenak, ia sempat melupakan akan efek yang sering kali dirasakan oleh kakaknya atas kekuatan spesial yang kakaknya miliki sejak lahir. Mendadak ia pun jadi linu sendiri setelah ingatanya mengingat saat-saat kakaknya menahan sakit karena efek kekuatannya itu.
Kala itu di usia sepuluh tahun efeknya mulai terasa cukup parah bahkan sering memperlihatkan efek sampingnya setelah Pangeran Elang menggunakan kekuatannya secara sering atau berlebihan. Tetapi tiba-tiba saja di tengah lamunan Putri Andin, peri lalu malah berulah dengan bersendawa. Sehingga mengaburkan memorinya putri andin akan kakaknya.