Terhitung empat belas hari dari selesainya pertemuan antar kerajaan yang bertempatan di Kerajaan Dendilian. Raja Denian seolah sengaja menjauh dari Pangeran Elang begitupun dengan Pangeran Elang yang mulai sibuk dengan aktivitasnya sebagai Pangeran Mahkota sehingga Pangeran Elang lebih sering berada diluar kerajaan.
Sesekali Pangeran Elang masih penasaran dengan surat dari ibunya yang belum juga ia ketahui isinya, terlebih Paman Arjuna tak kunjung menemuinya lagi bagai di telan bumi.
"Sebetulnya apa isi surat itu?" gumam Pangeran Elang yang saat ini sedang duduk di atas pohon tumbang yang saat ini Pangeran Elang sedang berada di dalam hutan untuk berburuh.
Anak panahnya tak lagi ia gunakan untuk memanah rusa yang bersembunyi di balik semak, melainkan ia biarkan saja berada di tempat penyimpanan anak panah yang tersangga di bahu kirinya.
"Pangeran Paman dapat satu," ucap Penasehat Jong setelah berhasil mengenai rusa yang bersembunyi itu dengan anak panahnya.
Namun nahas walaupun anak panah dari Penasehat Jong masih menancap pada punggung rusa itu, rusa itu masih bisa berlari dan berhasil menghilang dibalik semak-semak.
"Ah… Kemana ia pergi?" ujar Penasehat Jong yang tak menemukan rusa buruannya, padahal tadi ia berusaha mengejar rusa itu sampai terjatuh terjerembab pada semak-semak.
Kegaduhan yang ditimbulkan oleh Penasehat Jong tak cukup untuk mengalihkan perhatian dari Pangeran Elang. Ia masih sibuk dengan pikirannya sendiri.
"Aku sungguh penasaran. Kira-kira apa isi surat itu?? Kenapa Ayahanda tak kunjung memberitahuku. Aku yakin Ayahanda sudah membaca surat itu…."
"Pangeran. Ada apa? Apa ada yang sedang Pangeran pikirkan," tanya Penasehat Jong yang setelah mengamati gerak-gerik Pangeran Elang dari jauh, ia berjalan mendekati Pangeran Elang sambil membersihkan pakaiannya yang terdapat tanah bahkan ranting usai terjerembab dalam semak.
Kini perhatian Pangeran Elang tertuju pada Penasehat Jong. Tetapi raut wajah Pangeran masih belum berubah. Masih terlihat bingung seolah banyak beban pikiran.
"Ada apa Pangeran? Coba ceritakan saja beban Pangeran kepada Paman. Barang kali Paman bisa meringankan beban Pangeran," ujar Penasehat Jong yang kini ikut duduk pada pohon tumbang.
Pangeran Elang sempat berpikir seolah ragu dan akhirnya melontarkan pertanyaan lewat pikirannya yang bisa didengar oleh Penasehat Jong juga.
"Apa Paman yakin? Ini sangat rahasia Paman,"
"Benarkah. Kalau begitu jangan Pangeran. Tapi kalau Pangeran percaya dengan Paman. Tidak apa-apa pangeran," ujar Penasehat Jong yang semula ragu setelah terkejut.
Awalnya Penasehat Jong agak ragu setelah tau beban pikiran dari Pangerannya adalah sebuah rahasia tetapi ia tidak melarang sepenuhnya agak Pangeran mengatakan kepadanya selagi Pangerannya merasa percaya kepadanya.
Pangeran terdiam sejenak dalam senyumnya, ia menarik nafas serta mengeluarkannya agak merasa lebih rileks. Rasanya ia tidak bisa menyimpan pikirannya seorang diri, saat ini yang Pangeran Elang butuhkan adalah sebuah arahan dari Penasehat Jong.
"Baiklah Paman. Aku akan ceritakan beban ku. Tapi Paman janji jangan katakan ini pada siapa pun. Termasuk Ibunda ratu. Ini rahasia Paman."
"Baiklah Pangeran. Paman berjanji demi kebaikan dan keamanan Kerajaan Dendilian," ucap Penasehat Jong sambil mengikrarkan janji dengan tangan kanan yang sengaja ia letakan di atas dadanya serta tangan kiri yang sengaja dibiarkan mengambang di udara seolah sedang mengabsen kehadiran.
Setelah mendengar ikrar dari Penasehat Jong akhirnya Pangeran Elang mulai bersuara lagi.
"Jadi begini Paman. Aku mendapatkan surat dari ibunda ku. Ibunda ku Paman. Bunda Larisa."
"Benarkah Pangeran?" Penasehat Jong agak terkejut pasalnya ia sudah sangat lama tidak mendengar kabar dari Ratunya. Yang barusan ia dengar terasa seperti mimpi. Seolah melahirkan harapan baru akan kehadiran sang ratu kembali.
"Iya Paman. Benar surat itu dari ibunda ku."