Tibalah hari dimana Pangeran Elang harus pergi meninggalkan kerajaan. Setelah melewati hari ulang tahunnya yang ke 15 tahun dan pertemuan pribadi antara dua kerajaan yang bertempatan di Kerajaan Dahlina, berkaitan dengan penundaan pernikahan yang dikarenakan Pangeran Elang harus melakukan sebuah perjalanan seorang diri.
Raja Pati Arjuna bisa memaklumi akan situasi ini. Terlebih Raja Denian juga sudah menjelaskan secara detail dan rinci akan perjalanan yang akan Pangeran Elang jalani. Sebelum kembali ke Kerajaan Dendilian ada waktu untuk Pangeran Elang berbincang dengan Putri Anggun di taman kerajaan Dahlina yang saat itu Putri Anggun tengah melukis pemandangan Gunung Ang Guna. Lukisannya sangat cantik dengan puncak gunung yang bersalju dihiasi dengan beground bunga sakura berwarna pink sebagai bingkainya.
“Sangat indah. Seindah yang melukis,” ujar Pangeran Elang setelah sekian lama mengamati lukisan Putri Anggun dari balik punggung sang putri. Sang Putri tersipu malu lantas menunduk seraya berkata, “Pangeran. Sudah lamakah anda disana?” dengan malu-malu semakin menunduk usai dua pelayan yang tadi menemaninya mendadak pergi karena diperintah pergi oleh Pangeran.
Pangeran Elang semakin mendekat dan memeluk Putri Anggun dari belakang. Deru nafasnya terasa di leher sang putri saat Pangeran berbisik, “Aku akan sangat merindukanmu.”
Putri Anggun hanya mengembangkan senyumannya, ia sudah lama berhenti melukis. Kuasnya pun masih ada di jemarinya.
“Aku akan menunggumu Pangeran,” timpal Putri Anggun setelah Pangeran Elang melepaskan pelukannya dan saat ini tengah berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan sang putri yang tengah duduk. Pangeran Elang menatap lekat Putri Anggun.
“Maafkan Aku Putri. Karena aku. Pernikahan kita harus tertunda.”
“Tidak mengapa Pangeran. Tidak masalah. Ini demi kebaikan Pangeran …. ”
Terdiam selama tiga detik kemudian Putri Anggun kembali berbicara namun berbisik bahkan ia menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya, ”Sebenarnya saya masih terlalu gugup Pangeran,” ujarnya sehingga membuat Pangeran Elang tertawa ringan lalu menimpali hal yang sama. Seperti yang Putri Anggun lakukan seraya berbisik, “Aku juga.”
***
Sedangkan di tempat yang berbeda. Di kastil Hitam. Tengah berbincang dengan seorang wanita yang sama yang tempo hari bertemu dengannya di ruangan yang sama pula. Masih dengan jubah hitamnya wanita itu berbicara dengan nada yang penuh kecewa tetapi ia juga merasa sedih karena gagal menjalankan tugas dari sang kekasih.
“Seharusnya aku lebih berhati-hati. Aku sudah melewatkan kesempatan baik. Maafkan aku Edi. Aku gagal dalam tugas ku.”
“Tidak masalah. Akan ada seribu peluang hingga kita bisa menguasai dunia. Jangan menyerah semudah itu sayang. Kau masih beruntung karena orang-orang bodoh itu masih percaya dengan mu,” ada senyum yang tak bisa tersimpul pada Raja Kegelapan begitupun pada senyum Wanita itu yang masih mendengarkan setiap perkataan Raja Kegelapan.
“Mereka akan sangat menyesal karena terlalu percaya kepada mu serta alibi mu sayang. Apa lagi kalau kita berhasil mendapatkan batu permata negri Fanah dan berhasil membunuh Pangeran Mahkota. Bukankah itu penghianatan yang sangat sempurna.”