Rangga mengikuti si kembar dari jauh sampai si kembar Han dan Sai tiba di tempat Ayah mereka bekerja sebagai pandai besi kerajaan. Masih berada di area Kerajaan yang berada di sudut kerajaan dekat dengan perkebunan Kerajaan. Sisi perkebunan yang jauh dari labirin dan Inti Kerajaan. Sebuah desa yang di peruntukan untuk keluarga para prajurit dan pelayan serta pekerja di istana. Di desa itu juga terdapat pasar yang cukup lengkap menjual segala keperluan rumah tangga.
“Ayah. Ibu tadi membuat kue,” ujar Han pada Ayahnya sehingga Ayahnya berhenti sejenak dari aktivitas menempa besi panas. Paman Arnas berjalan mendekati kedua putranya yang tengah terduduk di balai-balai yang terdapat di halaman tokonya.
“Benarkah. Pasti sangat enak. Apa Ibu kalian juga menyimpannya untuk Ayah?”
“Tentu. Ada di dalam sini. Ayah makan dulu. Pekerjaan Ayah biarkan Han dan Sai yang lanjutkan.”
“Baiklah. Hati-hati. Besinya sangat panas,” ujar Paman Arnas kepada kedua putranya yang kini tengah berjalan mendekati perapian yang sangat panas bahkan Han sudah mengambil alih pekerjaannya, menempa Besi panas yang dilelehkan sedangkan Sai sebelum membantu kakaknya sempat memperhatikan gerak gerik dari seorang prajurit yang ia tau sedari tadi memang mengikuti mereka selama perjalanan menuju ke tempat kerja ayahnya.
Sai menaruh curiga tetapi ia tau kalau tak seharusnya ia curiga dengan seorang prajurit penjaga. Bisa saja kalau prajurit itu memang sedang melakukan penjagaan ketat terhadap keluarganya seolah berjaga kalau-kalau kakak tertuanya datang menemui mereka secara sembunyi-sembunyi, kurang lebih begitulah yang ada dalam pikirannya Sai saat ini.
Tetapi semakin lama Sai jadi maik curiga dan mencurigai kalau prajurit itu ada maksud lain setidaknya ada maksud tersembunyi selain memata-matai hingga di tengah-tengah membantu kakaknya Sai pun memutuskan untuk memberitahu kecurigaannya.
“Ka Han. Apakah gerak-gerik prajurit itu sangat mencurigakan? Sedari tadi prajurit itu mengawasi kita tau ka.”
Han pun menoleh dan melihat prajurit yang adiknya maksud. Seorang prajurit yang sedari tadi hanya berjalan-jalan di sekitaran lahan kosong yang tiga puluh langka dari jarak mereka saat ini. Sekilas memang terlihat mencurigakan. Pantas saja kalau adiknya curiga. Tetapi Han lebih memilih untuk mengatakan agar adiknya jangan berpikiran macam-macam karena hal yang demikian sudah sering terjadi pada keluarga mereka. Bisa dibilang keluarga Paman Arnas memang mendapatkan perlindungan khusus dari Raja Denian.
Selain untuk keamanan anggota keluarga Paman Arnas sekaligus untuk berjaga-jaga kemungkinan buruk yang dapat menimpa keluarga itu. Karena imags keluarga pembunuh masih sangat melekat pada keluarga Paman Arnas selaku keluarga angkat Rangga. Sekaligus untuk menangkap Rangga kalau-kalau Rangga datang menemui keluarganya itu.
“Baik lah Ka. Semoga saja hanya prajurit biasa. Lebih kuat lagi ka tempanya atau perlu Sai gantikan. Kelihatanya Kaka mulai kelelahan.”
“Kaka masih kuat. Kau jangan meremehkan kekuatan Kaka yah. Kau jaga saja suhu batu bara itu dengan benar.”
“Baiklah ka,” Sai pun kembali meniupi pembakar di hadapannya untuk mengontrol kepanasan tungku tetapi saking kencangnya Sai meniup. Mala kepulan asap hitam tebal yang Sai hasilkan dan berakhir dengan wajah Sai yang kotor menghitam oleh debu asap.
Han yang melihat keadaan adiknya itu pun menjadi cemas dan membantu adiknya membersihkan wajah dengan mengusap. Ia berhenti sejenak dari menempa besi panas begitupun Paman Arnas yang juga berhenti makan. Paman Arnas juga tak kalah khawatir dengan putra bungsunya itu.