Dalam waktu lama Pangeran akan meninggalkan keluarganya, dunianya. Dari langkah ini Pangeran pun juga bertekad untuk mencari kebenaran akan Ibundanya meskipun Ayahandanya sudah berulang kali mengatakan agar menyerah saja dalam mencari Ibundanya. Pangeran kekeh. Ia akan mencari kebenaran perihal kenapa Ibundanya tak bisa kembali, kenapa Ibundanya sering singgah ke dalam mimpi dan memintanya untuk tidak mencarinya lagi.
Semua larangan dan ketidak singkronan yang ada hanya membuat Pangeran Elang semakin penasaran. Pangeran Elang akan mencari tahu dan terus menyelidiki hingga ia tidak penasaran lagi dan menemukan jawabannya karena begitu banyak pertanyaan dan kejanggalan yang semakin hari semakin membuat Pangeran Elang sadar akan sesuatu hal yang mungkin terlewat dari perhatiannya selama ini.
***
Pangeran Elang sudah masuk ke dalam dinding putih yang mana merupakan pintu paralel yang tersembunyi di dalam labirin yang bisa melintasi ruang waktu. Tidak sembarang orang yang bisa menemukan Dinding Putih melainkan hanyalah sang raja yang dapat menemukannya dengan mudah dan tidak sembarang orang yang bisa menggunakan dinding putih itu selain yang memiliki garis keturunan raja.
“Ya mulia. Apakah putra kita bisa kembali dengan selamat? Aku sangat takut jikalau putra kita tak kembali seperti Kak Larisa,” gumam Ratu Patmala setelah Pangeran Elang masuk ke dalam dinding dan menghilang.
Sebelum menjawab Raja Denian pun memeluk istrinya itu dengan kasih sayang, beliau mengelus punggung tangan sang ratu yang tengah berpegangan dengan tangan sang raja seraya berkata, “Tenang. Aku yakin. Putra kita pasti dapat kembali dengan selamat. Putra kita pasti bisa melaluinya dengan baik dan bisa kembali lagi ke pelukan kita istriku.”
Sang raja menatap sang ratu dengan lembut begitupun sang ratu yang entah dari kapan sudah menatap lembut suaminya itu. Keduanya melepas senyum yang mana dari senyuman mereka tergambar rasa kekhawatiran yang tak dapat keduanya sembunyikan dengan baik. Keduanya saling menghibur lewat senyuman meskipun mereka sama-sama merasakan kekhawatiran serta ketakutan akan kondisi putra mahkota selama jauh dari pengawasan mereka. Pelukan sang raja pun semakin erat.
***
Kembali ke Pangeran Elang yang saat ini tengah berada di ruang waktu yang ruangannya terisi dengan silau warna kelabu. Pangeran Elang masih menelusuri ke dalam ruangan kosong itu sedangkan Peri Lalu yang sedari tadi bersembunyi di balik kantong bajunya mulai bawel mengajak bicara Pangeran Elang.
“Pangeran.”
“Hemmm.”
“Kira-kira kembaran Pangeran seberapa mirip dengan Pangeran yah,” tiba-tiba saja Peri Lalu penasaran dengan Denis, kembaran Pangeran Elang yang akan mereka jumpai nanti. Pangeran Elang tidak langsung menimpali. Ada jeda sepuluh detik untuk pangeran berfikir.
“Entah. Mungkin sangat mirip dengan ku,” peri lalu pun mendongokan kepala mungilnya untuk membalas tatapan Pangeran Elang yang hanya sebentar untuk tersenyum kepada Peri Lalu.
Peri Lalu seolah berpikir panjang sebelum akhirnya menatap ke arah depan dan menatap lorong panjang yang seolah tiada akhirnya, “Pangeran. Berapa jauh lagi? Sudah jauh pangeran melangkah. Tak juga ada ujungnya jalan ini Pangeran,” keluhnya.
“Entah. Tapi tunggu,” pangeran Elang menyipitkan matanya seraya tetap berjalan sambil mengukur jarak seberapa jauhnya jalan yang akan ia lewati, “Sebentar lagi sampai. Apa aku harus berlari?”
“Eh apa? Tunggu Pangeran… Lari???”