Saat sadarkan diri. Rayhan telah berada di ruang UKS. Ada Denis disana yang sedang menunggu Rayhan siuman. Masih dengan seragam basketnya yang penuh dengan keringat terlebih raut wajah khawatirnya terhadap abangnya itu. Terhitung ini ketiga kalinya abangnya itu masuk ruang UKS dalam seminggu.
"Nis. Kok disini?" tanya Rayhan setelah mencoba duduk dari pembaringan tetapi tidak bisa karena ia terlalu lemah.
Denis langsung menggerutu seolah tak habis pikir saja dengan Rayhan, "Jangan bergerak dulu. Abang kenapa disini? Suka banget sih bang ke UKS," gerutunya. Lalu Denis pun mengecek suhu badan abangnya itu dengan mendekatkan punggung tangan kanannya pada dahi abangnya itu.
Rayhan hanya tersenyum dan tak lama ingin beranjak dari pembaringan lagi bahkan sudah menyingkirkan selimut.
"Mau kemana sih bang? Udah diam dulu disini …. " Denis pun melihat jam tangannya dan lanjut berkata, "Sebentar lagi Ayah sampai."
"Ha. Gak. Gak mau pulang. Hari ini Abang ada ulangan harian. Nis bantu Abang ke kelas Abang ya."
Denis pun menahan abangnya itu agar tidak membandel, "Bang. Jangan bandel deh. Lihat kondisi Abang sekarang. Pak guru juga pasti maklum kok. Jangan keras kepala."
"Tapi …. " rayhan pun menyentuh kepalanya yang terasa sangat pusing. Terasa sangat pusing sekali.
"Kan-kan. Dibilang jangan bandel. Abang lagi sakit jangan bandel dong," lalu Denis pun membantu untuk membaringkan kembali abangnya, "Sekali-kali nurut bang sama Adek. Susah banget nurut doang. Lagian ini pasti karena Abang kurang istirahat. Begadang terus setiap malam. Jangan terlalu di porsir bang kalau belajar."
Rayhan hanya bisa tersenyum melihat bentuk perhatian sekaligus khawatir dari adiknya yang ternyata cerewet itu.
"Sudah …. "
"Sudah apa bang?"
"Sudah marahin abangnya?"
"Ye … Denis bukannya lagi marah bang. Cuma bilangin," denis mulai duduk di kursi lagi setelah abangnya itu bisa tenang dalam pembaringannya tanpa mau beranjak lagi dan meminta diantarkan ke ruang kelas.
"Nada mu seperti memarahi," rayhan masih memegangi kepalanya yang pusing pening. Wajahnya masih pucat.
"Ya. Intinya bukan marahin. Abang tau sendiri kan kalau Denis lagi khawatir itu kayak apa bicaranya," agak gengsi plus salah tingkah sebenarnya Denis ngomong gitu.
Hening sesaat sebelum Denis kembali berbicara, "Bang. Abang gak ada riwayat sakit beratkan? Kayak jantung, kanker."
Rayhan langsung menggelengkan kepalanya, "Lalu kenapa ya trombosit Bang Ray turun? Bang lagi banyak pikiran ya? Atau abis di putusin pacar."
"Gak. Ngawur kamu. Mana ada. Gak mungkin di putusin pacar. Pacar Abang jauh."
"Justru lagi LDRran pasti sering salah paham bang."
"Gak bukan itu. Gak ada sangkut pautnya. Lagian cuma istirahat sebentar juga pasti udah baikan kok. Udah biasa."
"Bang. Perlu gak sih di cek ke dokter? Takut aja gitu."