Pangeran melirik Peri Lalu yang tepat di depannya yang sedari tadi hanya duduk di tumpukan buku-buku. Rayhan pun mengangguk pelan untuk menanggapi Peri Lalu. Ia masih memijat pelan pelipisnya.
Tadinya Peri Lalu ingin hinggap di pundak Rayhan untuk memastikan kondisi Rayhan dan mengecek suhu tubuh Rayhan tetapi tidak jadi karena Arumi datang dan duduk di kursi kosong samping Rayhan. Arumi terlihat khawatir kepada Rayhan, “Ray kamu kenapa?” tanya Arumi saat baru saja duduk.
Rayhan melirik Arumi ia sempat tersenyum dan bergumam nama lain yang asing didengar oleh Arumi. Bukan nama Arumi yang Rayhan sebut tetapi nama lain yang saat ini seolah terlihat dari pelupuk matanya, seseorang yang sangat ia cintai tengah tersenyum manis di hadapannya bukan menampilkan raut kekhawatiran Arumi.
“Anggun? Si …. “ gumam Arumi mengulang gumaman Rayhan. Jeda lima detik tiba-tiba saja Rayhan pingsan di pundaknya Arumi. Arumi terkejut bercampur bingung tetapi juga khawatir akan kondisi Rayhan. Rayhan terlihat sangat pucat bahkan mulai berkeringat di dahinya.
***
Di alam mimpi. Rayhan tengah bermimpi bersama ibundanya di sebuah taman yang sangat indah dipenuhi dengan taman bunga serta kupu-kupu yang berterbangan. Sekilas taman ini terlihat seperti taman yang ada di Kerajaan Anaf yang beberapa waktu silam sempat Rayhan lihat di alam bawah sadar.
“Elang kau harus kembali. Ini belum saatnya kau berada di sini. Bunda tidak memanggilmu untuk saat ini,” ucap Ratu Larisa yang saat ini tengah membelai rambut putranya. Saat ini posisi Pangeran Elang tengah tertidur dengan kepalanya yang bertumpu pada pangkuan Ratu Larisa sebagai bantalnya.
“Elang masih ingin disini Bunda. Masih ingin bersama Bunda.” ratu Larisa tersenyum karena seketika mengingat moment saat dulu bertepat putranya saat masih berusia tiga tahun. Putranya sangat suka bersamanya. Situasinya sama seperti saat ini. Bersantai di taman istana sambil menikmati segarnya aroma bunga.
“Jangan terlalu memaksakan diri nak. Bunda tidak suka putra bunda sakit.”
“Elang baik-baik saja bunda. Elang hanya ingin lebih sering melihat Bunda. Bunda jangan khawatirkan Elang ya. Elang baik-baik saja kok …. ” pangeran Elang pun membalik badannya yang tadinya miring menjadi menatap bundanya. Masih berbaring namun Pangeran Elang berangsur duduk setelah melihat butiran air mata yang mulai jatuh di pelupuk mata ibundanya yang jatuh mengenai dirinya. Ia menghapusnya dengan jari telunjuknya dengan lembut, “Bunda kenapa menangis? Jangan menangis Bunda.”
“Dulu putra bunda penurut. Sekarang kenapa putra bunda sangat sulit diatur,” keluhnya seperti anak kecil yang saat ini air matanya seolah tak bisa berhenti.