Sudah lima belas menit lamanya Denis terdiam sambil mengamati sosok perempuan paruh baya yang usianya seumuran dengan ayahnya. Perempuan itu terbaring tak kunjung siuman yang anehnya Perempuan itu ada di bangkar tempat Rayhan berbaring sebelumnya. Sehingga membuat Denis bingung dan diam terpaku seolah tak percaya.
Denis yakin tadi dia hanyalah memejamkan mata selama lima detik sambil menyeka air matanya yang tadi terus mengalir karena Rayhan. Mana mungkin dalam waktu singkat seseorang bisa menghilang dan berganti dengan seseorang lain yang bahkan orang lain yang menggantikannya adalah sosok yang Denis tau tengah berada di luar negri.
Setidaknya tidak mungkin dalam waktu sesingkat itu seseorang bisa bertukar tempat dengan cepat kecuali memang orang itu seorang pesulap.
Denis tak hentinya memperhatikan sosok perempuan yang selama ini sangat ia harapkan kehadirannya. Perempuan itu tertidur dengan tenang meskipun ada raut kelelahan di dahinya. Ada luka di pelipis kiri perempuan itu yang kini sudah di plester serta jarum infus yang menempel di tangan.
“Bagaimana mungkin bisa seperti ini?” gumam Denis di tengah kebingungannya.
Waktu seakan berjalan sangat sunyi seolah membawa Denis untuk mengecek sekitar. Sesaat kemudian Denis baru menyadari kalau ruangan yang tadinya ramai oleh pasien lain serta yang menjenguk pasien tidak nampak di ruangan yang hanya terisi oleh ibunya saja serta dirinya sendiri. Benar-benar tidak ada orang lain selain mereka berdua di dalam ruangan itu. Ruangan yang tidak seluas seperti beberapa waktu lalu. Hanya ada tiga bangkar disini itu pun hanya satu bangkar yang terisi. Denis masih terpaku ia masih bingung akan situasinya saat ini. Masih berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi.
“Mengapa?”
“Kok jadi begini?”
Bingung Denis yang seakan bertanya-tanya tetapi entah ia harus bertanya dengan siapa. Kini Denis pun memijat pelipisnya sendiri yang mulai terasa pening. Rasanya lemas seketika seakan tidak mau menerima perubahan situasi.
“Ini kenapa sih?” denis masih bingung dan tak habis pikir.
Di satu sisi ia gembira karena bisa bersama ibunya lagi tetapi di satu sisi ia juga bingung kemana pergi abangnya sekarang. Banyak pertanyaan yang kini bersarang di pikirannya hingga pintu pun terbuka seiring masuknya Pak Riyan.
“Denis. Bagaimana Ibumu?” Pak Riyan menyentuh pundak Denis seraya bertanya kepadanya tetapi yang ditanya hanya terdiam saja. Masih ada raut bingung di wajah Denis.
Pak Riyan langsung mengamati keadaan istrinya yang masih memejamkan mata lalu bergumam lesu, “Belum sadar juga. Setidaknya ia sudah tidak apa-apa.”