Hembusan angin berhembus menerbangkan sehelai daun. Membawa helai daun itu terbang tinggi mencapai awan. Dari ketinggian daun itu bisa melihat indahnya pemandangan alam. Sebuah negri yang sangat indah bersembunyi di sana. Hijau serta maju. Banyak hutan rimbun, pegunungan, sawah, padang safana, lembah serta hamparan lautan yg sangat misterius, lautan di negri itu banyak menyimpan kejutan yang tak terduga. Makhluk hidup di lautan lepas, sangat menarik dan beraneka ragam.
Dari balik sebuah gunung tertinggi sebuah Kerajaan berdiri disana. Kerajaan Dendilian merupakan salah satu dari Enam Kerajaan besar yg ada di negri itu, yang setiap bagian dari kerajaan itu dilapisi warna crem dan kuning keemasan yang megah, indah dan modern. Yang dipimpin oleh seorang raja yang sangat bijaksana, Raja Denian Patraja. Di Kerajaan Dendilian Raja Denian Patraja tinggal bersama istri kedua dan istri ketiganya yang bernama Patmala dan Malataka serta dengan ke Lima anak nya, yang bernama Pangeran Elang (Sang Pangeran Mahkota) anak dari Istri Pertama yang bernama Ratu Larisa, Putri Andin dan Pangeran Patra (Putra dan Putri dari Ratu Patmala), Putri Malika dan Putri Anggini ( Putri dari Ratu Malataka).
***
Kala itu udara sangat dingin. Pangeran Elang tetap melaju kencang laju kudanya. Sambil membidik anak panah yang disasarkan pada sebuah rusa yang tengah berlari kencang .
SHUTTTTTT……. Dilesatkanya anak panah itu.
“Sial!!!!” bual Pangeran Elang.
Sayangnya rusa itu berlari lebih cepat sebelum anak panah mengenai rusa itu dan anak panah yang dilesatkan oleh Pangeran Elang menancap pada sebuah batang pohon.
“Sayang sekali pangeran.. bidikan mu meleset”
Ujar Penasehat Jong.
“Ya paman.. Sayang sekali tadi nyaris”.
Pangeran Elang nampak kecewa.
“Ada apa Pangeran? Ada yang mengganggu fikiran mu?".
“Tidak Paman.”
Kata Pangeran Elang, dan lalu Pangeran Elang berfikir seolah berbicara dengan Paman Jong melalui fikiran (Hanya saja aku selalu teringat ibu ku paman, aku kesal pada diriku yang tak bisa temukan ibu ku sampai detik ini).
Paman Jong mendengar apa yang difikirkan Pangeran Elang atas keinginan Pangeran Elang sendiri. Paman Jong tersenyum pada Pangeran Elang, Sebuah senyuman penyemangat yang sangat sederhana namun sangat berarti untuk Pangeran Elang yang di sudut Kelopak matanya mulai berlinang butiran air kerinduan.
Hingga datang tiga orang prajurit berlari menghampiri mereka. Pangeran Elang tak ingin para perajurit tau kalau ia habis menangis dan dengan segera di sekatnya air matanya dengan sekejab.
***
Saat Pangeran Elang berusia sepuluh tahun ibunya, Ratu Larisa. Menghilang tanpa jejak dan setiap kali Pangeran Elang bertanya tentang kabar ibunya pada Raja Denian Patraja, Raja Denian Patraja hanyalah terdiam dan menyeru Pangeran Elang.
“Jangan Kawatir, Ibumu baik-baik saja”.
“Ibumu akan ayah temukan”
“Tenang saja nak”
Tenang. Tenang dan Tenang selalu kata-kata itu yang terdengar.
Bukankah keberadaan seorang ibu itu sangat penting untuk seorang anak? apa lagi jika kepergian sang ibu itu hilang tanpa jejak pasti sang anak itu akan terus mencari-cari sang ibu walaupun orang-orang bilang jangan kawatir walaupun orang-orang menyerah, sang anak akan tetap mencari sang ibu pantang menyerah walau pun sang anak tak tau apa-apa? Walaupun sang anak tak tau dimana rimbanya sang ibu berada?.
Sejak itulah hubungan antara ayah dan anak antara Pangeran Elang dan Raja Denian Patraja agak merenggang. Nyaris tak pernah terlihat momen-momen kebersamaan antara Pangeran Elang dan Raja Denian Patraja kecuali tentang urusan Kerajaan Dendilian. Sebagai pewaris tahta Pangeran Elang sangat di didik dengan baik oleh Raja Denian Patraja. Setiap ada pertemuan penting antar Raja-raja, patroli ke setiap desa setiap akhir pekan dan sebagainya mengenai urusan Kerajaan Dendilian Pangeran Elang selalu berada di sisi Raja Denian Patrja. Sampai detik ini Pangeran Elang tak henti-hentinya mencari keberadaan sang ibu, tanpa lelah tanpa sepengetahuan Raja Denian Patraja.
Sampai di umur ke empat belas tahun di tengah pencarian Pangeran Elang mendengar kabar dari pengemis tua di pinggir pasar sepulang patroli ke desa-desa. Pengemis tua yang di jumpai Pangeran Elang dikenal suka membual dan tak waras. Gaya berbicaranya seperti sedang bersajak namun karna kata-kata sang pengemis sangat informative dan Pangeran Elang terus berfikir akan keberadaan ibunya Pangeran Elang pun mempercayai setiap ucapan yang pengemis tua itu ucapkan.
“Tempat itu bernama Perpustakaan Alam Semesta”.
“Tempat yang berpengetahuan tinggi”.
“Sangat banyak informasi yang tersimpan rapih”.
“Cukup jauh dari sini”.
“Banyak menyimpan arsip alam semesta”.
“Tak banyak orang tahu tempat itu dan tak sembarang orang yang bisa menemukan tempat itu”.