Kala itu menjelang sore hari. Di sebuah bangunan tua nan indah nan megah yang dikenal dengan Kerajaan Dendilian, Raja Denian Patraja sedang berdiri di balkon istana sambil menghadap gerbang istana seolah sedang menunggu seseorang masuk melalui gerbang istana itu.
Hingga datang seorang wanita cantik bergaun indah namun sederhana yang anggun dengan helai rambutnya yang terurai jatuh sampai ke pinggang, Ratu Patmala.
“Ya Mulia”
Sapa Ratu Patmala memulai suatu pembicaraan.
Raja Denian Patraja pun menoleh ke sisi sebelah kirinya. Yang ia dapati Ratu Patmala tengah tersenyum ramah kepadanya. Lantas berkata “Ohhh kamu istriku”.
Ratu Patmala menemukan raut wajah yang murung pada Raja Denian Patraja. Ratu Patmala pun kawatir akan keadaan Raja Denian Patraja dan beliau pun lanjut bertanya.
“Ada apa Ya Mulia? Kenapa murung seperti itu? Ada kah yang sedang mengganggu fikiranmu Ya Mulia?”.
“Pangeran Mahkota melakukan patroli dadakan tanpa sepengetahuan ku”
“Benarkah?”
Ratu Patmala terkejut.
“Ya……”
kata Raja Denian Patraja. Raja Denian Patraja pun lanjut menuangkan isi hatinya pada Ratu Patmala.
“Tadi Penasehat Jong berkomunikasi dengan ku sebelum berangkat untuk berpatroli (berkomunikasi lewat suara hati atau telepati) katanya Pangeran Mahkota hanya membawa dua orang prajurit serta dirinya. Ahhhhhh…… Anak itu. Ia belum tau rupanya betapa berharganya arti seorang Pangeran Mahkota. Setidaknya bawalah perajurit lima atau enam orang dari kalangan perajurit elit ini malah dua perajurit biasa atau bisa iya mengajak ku untuk sekedar berpatroli bersamannya pasti akan ku longgarkan waktu ku untuknya”
“Dan kau menghawatirkannya?”
“Hemmm…. Jelas aku kawatir padanya. Ini sudah yang kesekian kalinya. “
lalu Raja Denian Patraja terhening seakan memikirkan sesuatu.
Ratu Patmala pun berkata dengan penuh lemah lembut untuk menghibur hati Sang Raja yang tengah gelisah.
“Ya Mulia. Mungkin menurutmu keputusan Pangeran Mahkota itu sedikit kurang berkenang di hati mu. Namun sebagai Pewaris Tahta Kerajaan Dendilian anakmu Pangeran Elang pastinya ingin lebih dekat dengan rakyatnya yang kelak akan iya pimpin tanpa mengandalkan nama besar ayahnya dan mungkin Pangeran Elang memiliki alasan khusus kenapa Pangeran Elang tidak membawa perajurit Elit tetapi Pangeran Elang malah membawa perajurit biasa”.
“Semoga saja. Ku fikir juga begitu. Tapi kan setidanya. Iya bisa lebih bersikab dewasa. Tidak main kucing-kucingan dengan ku seperti ini”.
Keadaan sejenak terhening. Hingga Ratu Patmala memulai suatu pembicaraan lagi dengan topic pembicaraan yang sangat intens.
“Ya Mulia. Ku dengar selama ini kedekatan mu bersama Pangeran Elang sebagai Anak dan Ayah sedikit merenggang? Apa benar kabar burung itu?”.
Sebenarnya Ratu Patmala sudah menyadari hal ini sejak lama. Namun baru hari ini Ratu Patmala bicarakan pada Raja Denian Patraja.
“Kau tau dari mana kabar burung itu. Hubungan ku dan Pangeran Elang baik-baik saja”
“Maaf Ya Mulia. Dari kabar yang saya dengar setelah kepergian Ratu Larisa. Ya Mulia jarang meluangkan waktu bersama Pangeran Elang kecuali untuk keperluan Kerajaan Dendilian. Sedang untuk hubungan seorang ayah dan anak agak merenggang”.
“Hemmmmm. Apa benar seperti itu?..”
Ratu Patmala hanya tersenyum tipis dan hendak berbicara namun tidak jadi. Karna Ratu Patmala mendengar langkah kaki dari balik gerbang istana.
Tak lama Pangeran Mahkota serta kedua perajurit dan Penasehat Jong datang dari balik gerbang istana. Seorang perajurit penjaga gerbang istana pun memberikan informasi dari atas gerbang istana setelah meniupkan terompet panjang berirama sebanyak empat kali.
Dua orang anak kecil laki-laki (Pangeran Patra) dan anak kecil perempuan (Putri Anggini) berlarian mendekati Pangeran Elang.
“Kakaaaa…….. Ka.. Elang..Ka…. Elang telah tiba…. Horeeeeee.. “
Teriakan riang dari anak-anak itu menggema pada setiap koredor istana.
Pangeran Elang pun membalas tersenyum pada adik-adiknya yang tengah berhamburan mendekati dirinya dan berbicara sendiri.
“Haaa anak-anak itu”.
Dan dua orang perajurit pun memisahkan diri dari Pangeran Elang dan Penasehat Jong setelah memberikan isyarat (membungkuk sedikit) untuk kembali bertugas berpatroli kembali yang juga dibalas dengan membungkuk sedikit dari Pangeran Elang yang artinya menyetujui.
Yang tanpa disadari Pangeran Elang tingkah laku Pangeran Elang masih diawasi oleh Raja Denian Patraja dan Ratu Patmala dari atas balkon istana.
Rupa-rupanya yang duluan sampai menghampiri Pangeran Elang adalah sang anak laki-laki, Pangeran Patra. Dan lalu Pangeran Elang menggendong sang anak laki-laki itu yang saat ini berada di hadapannya.
Sedang sang anak perempuan, Putri Anggini. Melihat iri karna bukan dirinya yang sampai duluan menemui kaka laki-lakinya, Pangeran Elang. Dan bukan dirinya yang digendong oleh Pangeran Elang.
“Yahhh…. Gini kalah cepat lagi”.
Putri Anggini pun murung dan merajuk. Kedua tangannya dilipatkan ke depan perutnya dan iya menunduk cemberut sambil kaki kanannya memainkan butiran batu yang sangat kecil dengan lincahnya.
“Ohhh…. Adik ku Anggini…. Jangan murung seperti itu… Marih kesini kau mau ku gendong juga ya?.....”
Pangeran Elang pun menggendong Putri Anggini setelah menurunkan Pangeran Patra dari gendoangannya dan tak lupa juga Pangeran Elang menggoda Putri Anggini sebelum menggendong Putri Anggini.
Sedang Pangeran Patra tersenyum dan tertawa karna mendengarkan ejekan Pangeran Elang untuk Putri Anggini yang menurutnya menggelikan dan lucu. Dan Penasehat Jong yang sedari tadi mengamati ke tiga bersaudara itu dari dekat pun ikut tersenyum dan tertawa sembunyi-sembunyi.
Namun Putri Anggini tidak menghiraukan keadaan sekitarnya yang tengah mentertawakan sikapnya ke pada Pangeran Elang. Saat ini yang ada di benak Sang Putri cilik ini adalah betapa senangnya ia digendong oleh Pangeran Elang kaka tertuanya yang Tampan dan menawan yang belakangan ini sulit untuk iya jumpai karna makin banyaknya tugas Pangeran Elang sebagai Pangeran Mahkota. Dan Putri Anggini tak henti-hentinya memperlihatkan senyum termanisnya kepada Pangeran Elang.
“Coba katakanlah. Kenapa kalian berlari sangat lincah ke arah ku?...”
Putri Anggini pun meminta turun dari Gendongan Pangeran Elang.
“Belakangan ini kaka jarang terlihat oleh kami…”
Oceh Putri Angini menanggapi pertanyaan Pangeran Elang.
“Ya……. Betul…..”
Perotes Pangeran Patra.
“Maafkan aku adik-adik ku”.
Pangeran Elang pun mengelus kedua kepala adik-adiknya.
“Belakangan ini kaka mu ini memang sedikit sibuk. Coba katakan apa yang bisa ku lakukan agar kalian bisa memaafkan ku?”
“Sangat mudah ka. Caranya sangat mudah”
kata Putri Anggini.
“Ya Sangat mudah……. Sekali ka”.
“Benarkah. Kalau begitu Apa?”