Kala itu di Perpustakaan Alam Semesta. Di ruang baca yang sangat luas serta nyaman. Tepat di lantai seribu lima ratus enam puluh tujuh. Setelah sangat terkesan oleh penampakan Perpustakaan Alam Semesta yang membuat Pangeran Elang semakin bersemangat untuk mendapatkan informasi mengenai ibunya. kini Pangeran Elang larut dalam membaca sepotong buku yang berhalaman dua ratus halaman yang ada di hadapannya.
Pangeran Elang larut dalam sebuah potongan kisah-kisah ibunya yang baru ia ketahui saat ini. Walau isi dari buku itu terkadang sangat rumit bahkan tak jarang seperti kepingan fazel tapi masalah seperti itu tidak membuat Pangeran Elang menyerah dan semakin yakin akan memahami isi dari buku itu. Karna buku itulah satu-satunya harapan untuk Pangeran Elang untuk bisa lebih mengenal ibunya bahkan memahami ibunya. Dan buku itu cukup untuk mengaduk-aduk emosi dari Pangeran Elang. Bahkan terkadang Pangeran Elang tertawa sendiri, menangis, tegang, sedih, bahagia dan jika di seksamai semua bentuk expresi telah Pangeran Elang lakoni.
Tujuh jam lamanya Pangeran Elang menghabiskan waktu membaca tapak tilas ibunya yang sangat bersejarah itu. Hingga Pangeran Elang tak menghiraukan bahkan tak mengamati keadaan di sekitanya yang mulai terdeteksi aka nada bahaya yang mengancam.
***
Perlahan hawa dingin mulai hinggap pada setiap ruang Perpustakaan Alam Semesta yang sangat megah. Mulai dari lantai dasar hingga ke lantai teratas, dari ruang satu, dua, tiga dan seterusnya menjadi dingin dan tak jarang diselimuti es yang membeku menempel pada setiap rak buku, tembok dan kaca-kaca jendela.
Sebuah pelindung pada setiap ruang baca yang ada di setiap lantai pun mulai berfungsi sendiri seolah mengerti akan datang bahaya yang ingin hinggap mengancam sang pencari informasi (Pengunjung Perpustakaan Alam Semesta) yang kala itu hanya ada Pangeran Elang seorang. Termasuk pelindung di lantai seribu lima ratus enam puluh tujuh dimana tempat Pangeran Elang berada saat ini.
Sebuah pelindung teransparan setengah lingkaran bersinar biru keemasan kini berperan penting untuk menyembunyikan Pangeran Elang (Pengunjung Perpustakaan Alam Semesta) dari bahaya yang tengah mengincar.
Sosok hitam mulai berterbangan pada setiap ruang Perpustakaan Alam Semesta. Membuat keributan menjatuhkan buku-buku yang telah tersusun rapih, bahkan menjatuhkan rak-rak buku, merusak segala sesuatu yang ada di hadapan sosok hitam itu.
Di dalam pelindung. Pangeran Elang masih larut mengamati baris demi baris kata pada buku yang ia baca dan Pangeran Elang tidak merasakan betapa dinginnya hawa diluar ruang pelindung itu bahkan karna sangat seriusnya Pangeran Elang menjelajahi isi dari buku itu sampai-sampai Pangeran Elang tidak mendengar kegaduhan-kegaduhan yang terdengar dari lantai dasar. Pangeran Elang tidak sadar akan keadaan di sekitarnya saat itu.
Sesosok hitam yang terbesar yaitu pemimpin dari bayangan hitam berterbangan seolah mencari-cari sesuatu. Hingga datang setitik cahaya kecil terbang menghadapi pemimpin bayangan hitam itu.
Setitik cahaya kecil itu merupakan sesosok peri penjaga Perpustakaan Alam Semesta yang mengisi suara misterius yang tadi didengar oleh Pangeran Elang. Sang peri pun berkomunikasi dengan pemimpin bayangan hitam.
“Untuk apa kau kembali kesini!!!!”
Tersirat raut wajah kesal pada sang peri penjaga.
Pemimpin dari bayangan hitam itu tidak menanggapi ucapan dari peri penjaga. Pemimpin bayangan hitam itu masih saja mencari-cari sesuatu dan berterbangan kesana kemari. Hingga pemimpin bayangan hitam itu pun balik menghampiri peri penjaga yang raut wajahnya masih kesal. Dan berbicara dengan peri penjaga dengan suara seraknya yang mengerikan.
“Katakan!!!!!!!! Dimana Ya Mulia berada???? Aku merasakan keberadaan Ya Mulia disini. Jadi jangan mengelak lagi. Kalau tidak…..”
Pemimpin bayangan hitam itu pun memperlihatkan api yang menyala-nyala dari sela-sela jarinya dan terlihat pula kuku-kuku tajam nan panjang serta hitam..
Peri penjaga masih memperlihatkan wajahnya yang sangat kesal kali ini sambil bertolak pinggang dan menaikan dagu.
“Akan aku bakar sayap-sayap kecil sampah mu itu!!!!” Pemimpin bayangan hitam melanjutkan dialog ancamannya.
Sang peri pun tersenyum sinis dan berkata.
“Kau mengancam ku…. Haaaaa,,,,, sayangnya aku tidak takut….”
“Anggap saja begitu… jika perlu ku remukkan tubuh kecil mu itu.“
Sang peri penjaga pun naik emosinnya. Dan memarahi pemimpin bayangan hitam itu dengan semangat membara.
“Hayyyyyy. Kau fikir jika aku tau keberadaan Ya Mulia aku akan memberitahumu begitu saja.. hahaaa. Jangan harap. Lebih baik aku mati dari pada menyerahkan Ya Mulia kepada mu….. Kau dengar itu..”
“Dasar kutu kecil… Baiklah kali ini akan ku turuti permohonanmu itu”
Kedua pemimpin itu pun bertarung dengan sengitnya.
Saling menyerang dan saling serang.
Tak jarang keduannya terlempar dan terjatuh karna terkena serangan dari yang di serang.
Sedang bayangan hitam yang lainnya masih sibuk membuat kerusuhan di dalam Perpustakaan Alam Semesta.
Para peri penjaga yang lainnya pun mulai pemperlihatkan wujutnya dari tempat persembunyian masing-masing. Dan ikut mengamati dua pemimpin yang sedang saling serang.
“Ini sangat bahaya…. Ini bahaya…. “
“Ketua bisa celaka lagi….”
“Kita harus apa???? Kita harus lakukan sesuatu…..”
“Tunggu dulu…. Kalian lupa? Apa yang dikatakan oleh ketua…”
“Kita harus diam sampai keadaan aman….”
“Hayolah…. Jangan bodoh… kita harus membantu ketua…”
“Tapiii…. Ketua belum memberikan perintah… kita tak boleh bertarung….”
“Benarrrr. Lalu kita hanya mengawasi saja…”
“Mau bagai mana lagi…. Kita berdoa saja… Untuk keselamatan semuanya yang ada di sini..”
Para peri penjaga berdiskusi menghawatirkan keadaan sang peri pemimpin.
Sang peri pemimpin pun mulai terdesak. Dan berkali-kali terkena serangan dari sang pemimpin bayangan hitam. Dan dua peri penjaga yang sedang bersembunyi pun memberanikan diri membantu sang peri ketua yang terdesak tanpa perintah dari sang ketua.
Peri yang satu terbang menyangga tubuh peri ketua yang nyaris kehilangan daya terbang karna sayap-sayap dari sang peri ketua terluka para dan kelelahan. Sedang peri yang satu lagi terbang menghadang serangan demi serangan dari pemimpin bayangan hitam yang ditujukan untuk sang peri ketua.
“Kenapa kalian datang. Kalian bisa celaka. Aahhh.sayap kuuu..”
Kata sang peri ketua kepada peri penjaga yang kini menyangga tubuhnya yang nyaris tak bisa terbang lagi.
“Kami akan membantu ketua” Teriak sang peri penjaga yang sedang menahan serangan dari pemimpin bayangan hitam.
“Apa…. Sudah ku bilang bersembunyi… baru keluar jika ku perintah… kalian ini apa tak menghormati ku….. ahhhh sayap ku”
“Tidak begitu ketua. Kami hanya tak bisa membiarkan ketua bertarung sendiri dengan kondisi seperti ini. Bisa membahayakan keselamatan ketua”
“Kalian…..”
“Kalian membuat ku jengkel dengan suara kalian yang cempreng itu…. Baiklah aku akan akhiri pertarungan ini dengan sekali serang.”
Sang pemimpin bayangan pun mengeluarkan kekuatan apinya yang terlihat sederhana namun berakibat fatal. Bola api yang dilempar oleh pemimpin bayangan hitam itu menghanguskan peri penjaga yang sedari tadi berusaha menahan serangannya yang di tujukan untuk sang peri ketua. Sang peri penjaga yang telah hangus terbakar itu pun jatuh ke lantai marmer. Setelah menghanguskan peri penjaga bola api itu pun terus meluncur menyerang sang peri ketua.
Peri ketua yang menyadari serangan itu pun menahan bola api itu dan melenyapkan bola api itu dengan kekuatannya namun tanpa sepengetahuan sang peri ketua sebelum bola api itu benar-benar dihilangkan oleh sang peri ketua.
Pemimpin bayangan hitam telah meluncurkan serangan es kepada sang peri ketua dan serangan es itu tak sempat di hadang oleh peri ketua sehingga serangan es itu menghujam jantungnya dan membuat tubuh dari sang peri ketua perlahan membeku.
“Haaaa. Habislah kau kali ini.. kau hanya membuang waktu ku…”
“Aku akan kembali lain waktu…. “
“Ayooo semua kita pergi… sia-sia kita kesini”
***
Setelah membuat Sang peri ketua terluka parah. Pasukan bayangan hitam pun pergi dari Perpustakaan Alam Semesta tanpa merasa bersalah.
Dan keadaan di Perpustakaan Alam Semesta yang semula berhawa dingin dan membeku pun mulai perlahan kembali ke keadaan normal. Pelindung ruang baca pun mulai menghilang pertanda sudah tak ada lagi bahaya yang mengancam.
Para peri penjaga yang semula bersembunyi pun keluar dari persembunyian dengan raut wajah yang sangat sedih bahkan tak jarang dari mereka keluar sambil menangis histeris.
Para peri penjaga yang sedang menyangga tubuh sang peri ketua. Kini menangis sambil terbang perlahan-lahan membawa tubuh peri ketua yang telah membeku ke sebuah meja. Dan meletakan tubuh peri ketua di tumpukan buku yang tak jauh dari keberadaan Sang Pangeran Elang yang masih belum selesai membaca.
Sang peri ketua kini sudah benar-benar membeku.
“Bagai mana ini….”
“Ketua tak sadarkan diri”
“Bagai mana ini….”
“Habislah kita kalau mereka datang lagi”
“Ketua… bangunlah ketua…. “
“Haduuuuu… Bagai mana ini”