Lima buah kereta kuda sedang berjalan beriringan dari sudut jalan yang berbeda. Hendak menuju sebuah titik pertemuan di Kerajaan Dendilian. Masing-masing dari kereta kuda berisikan keluarga kerajaan dari lima kerajaan besar di Negri Fanah yang di setiap kereta terdapat pula iring-iringan para prajurit istana dari ke lima kerajaan besar itu.
Kereta Pertama muncul dari perbatasan Hutan Merah Muda yang berasal dari Kerajaan Anyilir yang sangat terkenal akan kehebatan militernya. Raja Hayung diha beserta dua putri dan satu putranya yang bernama, Putri Yung Na, Putri Ana Yang dan Pangeran Yang Du.
Kereta Ke dua muncul dari tepi Danau Mara Layang yang berasal dari Kerajaan Maradanu yang sangat terkenal akan Pengendali Alam Energi Air yang sangat mumpuni. Raja Baga Sra beserta istrinya, Ratu Anindia dan kedua Putranya yang bernama Pangeran Andara dan Pangeran Aranda.
Kereta Ke tiga muncul dari selat Gunung Ang Guna yang berasal dari Kerajaan Dahlina yang terkenal akan kehebatan politiknya dan ilmu tenaga dalam yang sangat dasyat. Setiap orang yang berasal dari Gunung Ang Guna memiliki energi tenaga dalam yang sangat hebat. Raja Pati Arjuna beserta istrinya Ratu Rang Gina dan putri sulungnya yang bernama Putri Anggun.
Kereta Ke empat muncul dari Lembah bunga yang berasal dari Kerajaan Letus Sur Ga yang terkenal akan kehebatan Pengendali Alam Energi Tanah yang sangat luar biasa hebatnya dan memiliki hubungan kerjasama yang sangat kuat dengan Kerajaan Dendilian. Raja Nianda Patraja dan istrinya Ratu Aran Tapan.
Kereta Ke lima muncul dari selat Laut Temaram Ruah yang berasal dari Kerajaan Liona Shah yang terkenal akan Pengendali ombak dan Pengendali Angin dan Kerajaan Liona Shah juga memiliki hubungan yang sangat kuat dengan Kerajaan Dendilian. Raja Lio Nesha beserta istrinya, Ratu Anda Patrajas dan putra putrinya yang bernama Pangeran Anjas Maraa dan Putri Mara Jani.
Ke lima kereta kuda itu hendak menuju ke Kerajaan Dendilian karna akan ada suatu Pertemuan antar Kerajaan besar setiap setahun sekali yang kali ini yang menjadi tuan rumahnya adalah Kerajaan Dendilian.
Jarak antar kerajaan memerlukan waktu selambatnya delapan hari…
***
Kembali lagi ke Perpustakaan Alam Semesta di ruang baca yang terletak di lantai seribu lima ratus enam puluh tujuh Pangeran Elang tengah tertidur pulas setelah menyelesaikan membaca buku tentang ibunya segurat senyum ketenangan menghiasi wajah sang pangeran.
Sedang tak jauh dari Pangeran Elang berada peri Lalu sedang asyik bercermin seolah memandangi ketampanannya sendiri.
“Ahhhh. Inilah aku. Yang tampan. Menawan. Keren. Cyiaaaa…….”
Peri Lalu pun tersenyum bercermin menonjolkan barisan gigi putihnya yang sangat kecil bersih berkilau.
Sedangkan Peri ketua dan peri Lisa yang sedari tadi tengah berbincang mengenai keamanan Perpustakaan pun tertawa kecil dengan tingkah laku Peri Lalu yang sedari tadi masih bercermin menghilangkan rasa bosan.
Tak jarang pula Peri Lalu melirik Pangeran Elang yang tengah tertidur pulas seolah berharap sang Pangeran segera terbangun dan kembali menemani ia bertengkar.
“Lama-lama bosan juga ya.”
Peri Lalu mengeluh akan kesendirian dan kesepiannya.
“Pangeran Elang lama sekali bangunnya si. Akukan ingin bertengkar lagi dengannya.”
Peri Lalu pun kini terduduk di tumpukan buku sambil cemberut dan memperhatikan Pangeran Elang.
Tak lama Peri Lalu pun mengamati Pangeran Elang yang semula tidur tersenyum sedikit demi sedikit terlihat tidur dengan gelisa.
“Pangeran….”
“Apa yang terjadi ini.”
“Pangeran….. Pangeran Elang?”
***
Di alam mimpi. Setelah Pangeran Elang tertidur sehabis membaca cerita tentang ibunya. Pangeran Elang pun bermimpi indah mengenai ibunya, Ratu Larisa. Sebuah mimpi yang terasa nyata.
Sebuah mimpi indah. Di alam mimpi Pangeran Elang bermimpi bertemu dengan ibunya yang kala itu menampakan diri mengenakan gaun putih yang sangat indah dan panjang menjuntai serta harum semerbak laksana bidadari yang turun dari kayangan.
Di mimpinya sang Ratu menjelaskan semua teka-teki yang berada dalam kehidupan sang ratu yang tentu saja sangat ingin di ketahui oleh sang Pangeran sedang Pangeran Elang sendiri hanya terus memandangi ibunya dan mendengarkan cerita demi cerita yang di ceritakan oleh Ratu Larisa sambil tersenyum dan tak jarang terkagum-kagum di buatnya.
Tak jarang pula Ratu Larisa menanyakan kabar serta keadaan anak-anaknya yang lain dan keluarganya di negri Fanah. Yang teramat Ratu Larisa rindu.
“Ibu… Sudah lama sekali aku tidak menghabiskan waktu ku bersama mu ibu…”
Ratu Larisa pun hanya tersenyum dan lalu mengelus rambut Pangeran Elang.
“Tenanglah anak ku. ibu akan sering menemui mu.”
“Apa itu artinya Ibu akan kembali… Ibu akan pulangkan bu?”
Kata Pangeran Elang dengan semangat.
Ratu Larisa pun tersenyum lalu menjelaskan dengan suara lembutnya.
“Nak. Maafkan ibu. Untuk saat ini. Ibu tidak bisa pulang. Tapi ibu akan selalu ada di hati mu nak. Ibu selalu ada di dekat mu.”
Pangeran Elang pun murung agak kecewa dengan jawaban ibunya.
“Nak dengarkan ibu sekalih lagi ya. Dan jangan bersedih seperti ini.”
Pangeran Elang pun mengiyakan sambil menghilangkan sedikit demi sedikit rasa kecewa yang ia rasa.
“Tolong jaga kesehatan mu baik-baik ya. Setelah ini kau akan mengalami keadaan yang sangat tak terduga. Dan teruslah sembunyikan kekuatan alami mu yang sangat spesyal itu jangan sampai orang lain tau.”
“Iya ibu. Ibu tenang saja ya. Elang akan menjalankan semua nasehat dari ibu.”
“Jangan lupakan pesan ibu yang pertama ya. Sebisa mungkin tapi jangan terlalu di paksakan juga ya nak.”
“Baik ibu Elang mengerti.”
Ratu Larisa pun tiba-tiba menghilang dan Pangeran Elang pun panik mencari cari ibunya yang kali ini menghilang lagi.
Tiba-tiba keadaan yang tadinya indah laksana taman bunga kini pun menampilkan awan yang sangat mendung serta berangin yang sangat dingin lagi kencang.
Pangeran Elang pun merasakan dingin yang teramat dingin. Kedua kakinya berusaha mempertahankan keseimbangan tubuhnya agar tidak terpanting terbawa angin. Mendung itu kini menjadi kilatan petir. Yang dari kilatan petir itu Pangeran Elang melihat kilatan-kilatan kejadian buruk yang tengah menimpanya.
Dimulai dari dua orang misterius yang mengenakan jubah hitam yang tengah berbisik di tempat yang sangat gelap tapi tak terdengar dialog apa pun.
Di lanjut dengan sebuah bunga putih yang menari nari terbawa angin yang sangat indah menawan namun setelah itu sang bunga menghilang setelah hinggap di air danau yang tenang.
Di lanjut oleh Pangeran Elang yang meminum air dari danau itu yang tak lama membuatnya tertidur pulas hingga timbul pemikiran bahwa bunga yang tadi terbang mengandung racun yang sangat berbahaya.
Serta tiga buah apel hitam yang semula tergantung di dahan pohon terjatuh satu per satu dari dahannya.
Yang terakhir gambaran seorang wanita yang tengah tertawa memperlihatkan senyum jahatnya. Sebuah wajah yang sangat familiar yang ia duga akan berniat buruk padanya cepat atau lambat. Sorotan mata dari wanita itu sangatlah berbicara seolah mengancam Kau akan ku habisi.
Keringat pun bercucuran membasahi wajah Pangeran Elang yang mulai ketakutan dengan kilatan-kilatan petir itu.
Saking takutnya Pangeran Elang sampai tak bisa berteriak. Pernafasannya mulai sesak. Pangeran Elang pun memutuskan untuk berlari menjauhi kilat-kilatan itu yang selalu berputar berulang di setiap kejadiannya.
Namun semakin berusaha Pangeran Elang berlari menjauhi kilatan-kilatan itu semakin pula kejadian demi kejadian tertanam dalam ingatannya hingga Pangeran Elang pun berteriak dan terbangun dari tidurnya dalam kondisi nafas yang tersengal-sengal seperti habis berlari marathon.
***
Nafas sang Pangeran masih tersengal-sengal. Keringat membasahi wajah sang pangeran yang terlihat pucat. Detak jantung sang Pangeran berdebar dengan cepatnya.
Sedang Peri Lalu yang kaget dengan kondisi Pangeran Elang pun terbang dengan cepatnya mencari-cari kaka nya Peri Ketua.
Saking paniknya Peri Lalu terbang ke segala sisi Perpustakaan Alam Semesta sambil meneriakan nama kakanya dan kala itu di setiap lorong Perpustakaan Alam Semesta ramai dengan Para Peri elit yang tengah bertugas mengamati keadaan Perpustakaan Alam Semesta.
“Kaka… Ka Lalula….. Ka Lalula….”
“Ka Lalula…. Tolong…..”
“Ka Lalula….”
Hingga tak sengaja Peri Lalu terbang sembarang dan menabrak salah satu Peri Elit perempuan yang kala itu sedang bercengkrama dengan dua peri Elit laki-laki.
Dan Peri Elit Perempuan yang tertabrak oleh Peri Lalu pun terpental jatuh ke bawah sedang kedua peri elit laki-laki yang tadi. Nyaris memegang tangan-tangan peri elit perempuan namun kalah cepat dengan dorongan peri lalu sehingga peri elit perempuan itu pun masuk ke sebuah fas bunga yang sangat besar hingga fas bunga itu mengeluarkan bunyi yang sangat nyaring.
“Uppps.”
Peri Lalu agak malu karna di perhatikan oleh dua peri elit laki-laki yang tadi. Kedua pasang mata peri elit laki-laki itu melirik peri Lalu dengan bingung yang bertanya-tanya.
“TTTTRINGGGGGGG. TRIIIING.”