ICE CREAM MEMORIES

Diah Puspita
Chapter #1

Bab 1 - Before the Incident

"Mah, menulut Mama, adek bayi seneng gak punya kakak kaya Palcha?" Tanya si cadel mungil Varsha sambil menunjuk perut ibunya yang membesar.

"Pasti seneng dong,"

-

"Mah, tangan sama kakinya kecil," ucap Varsha gemas dan Mamanya hanya tertawa.

"Kapan Mama sama adik bayi boleh pulang?"

"Nanti ya,"

-

"Mama, adik bayinya mau dikasih nama siapa?"

"Deepa, gimana menurut Varsha?"

"Ehhe! Cepet gede ya Deepa! biar nanti kita main cama-cama,"

-

"DEEPA!!!" sudah berkali kali Varsha memanggilnya dengan suara keras. Varsha mulai kesal dia beranjak mendekati adiknya dan memukul lengannya dengan keras hingga membuat Deepa menangis karenanya.

Adiknya sungguh kelewatan. Ia tidak peduli bagaimana tangisan adiknya berlanjut, Ia juga lelah. adiknya sungguh menutup diri, pikirnya. tidak pernah mau bicara dan menutup telinganya ketika dipanggil.

Ingin sekali mengadu pada Mamanya, tapi Mamanya jarang sekali pulang. Pekerjaannya sebagai designer harus membuatnya sibuk pergi kesana kemari.

Bagaimana dengan Papanya?

Papanya lebih sibuk, bahkan hanya pulang sekali ketika Mamanya melahirkan Deepa, setelah itu kembali bertugas sebagai prajurit dan pengabdi negara. Papanya adalah salah satu pasukan Perdamain dan itu tidak dapat dipungkiri bagaimana Papa sangat jarang berada di rumah. Varsha bahkan hampir lupa bagaimana wajah Papanya jika saja tidak ada pigura Papa di rumahnya.

Ketika mereka tidak bisa menemani mereka berdua, Varsha dan Deepa. Mereka akan dititipkan pada Ibuk, dia Nenek pihak Mama mereka. mereka menyebut neneknya dengan Ibuk.

"Cucu Ibuk kenapa menangis disini?" tanya Ibuk datang dari arah dapur dan membawa dua gelas susu untuk mereka berdua. Langsung saja Varsha berlari kearahnya dan meminum susu buatannya.

Deepa masih menangis dan tidak menjawab Ibuk lalu Varsha diam saja karena terlalu malas untuk berbicara.

Ibuk yang sepertinya sudah tahu apa yang terjadi berjalan mendekati Deepa dan mencoba menenangkannya, sedangkan Varsha tidak peduli dan berjalan menuju keluar lalu duduk di bangku teras milik Ibuk.

Varsha duduk sambil memperhatikan anak-anak lainnya pulang sekolah dengan tas di gendongannya. Dia ingin cepat-cepat bisa bersekolah agar punya banyak teman seperti yang lain.

"Varsha kenapa duduk di depan sendirian?" Tanya Ibuk.

Tidak terdengar lagi suara tangisannya entah sejak kapan. Mungkin setelah Ibuk berhasil menenangkannya dia menyusul dan menghampiri Varsha.

Ditanya seperti itu bukannya Varsha menjawab dia hanya diam saja dan kembali memperhatikan segerombolan anak pulang dari sekolahnya.

"Varsha pingin cepet-cepet sekolah, ya?"

"Tunggu musim liburan ya, setelah itu Varsha bisa sekolah terus ketemu teman baru deh,"

Varsha sontak menghadap Ibuk dengan mata berbinar. Sebentar lagi aku akan bersekolah, pikirnya bahagia.

"Bener Buk?!" tanya Varsha antusias. dan Ibuk hanya menganggukan kepalanya sambil tersenyum hangat.

Setelah itu Ibuk memandang lurus kedepan dengan diam. Varsha pikir Ibuk masih banyak pikiran dan Ia membiarkan Ibuk dalam keheningan. Setelah cukup lama terdiam, Ibuk memulai kembali pembicaraan dengan Varsha.

"Mau ikut Ibuk, nggak?" Ajaknya.

"Memangnya kita mau kemana?" Tanya Varsha sambil memiringkan kepalanya ke kiri dan menghadap Ibuk. Itu membuat Ibuk gemas dengan ekspresinya.

"Mau ikut atau tinggal?" Ulangnya sambil tersenyum.

"Ikuutt!"

"Bantu Deepa siap-siap ,ya?"

Setelah itu Varsha berlari memasuki rumah dan mengajak Deepa bersiap. Varsha hanya perlu memakaikan jaket dan sepatu untuk adiknya lalu menunggu Ibuk bersiap di luar rumah.

-

"Loh kok kita di rumah sakit?" Tanya Varsha heran, memangnya apa yang bisa didapat di rumah sakit selain obat dan suntikan?

Tidak ada jawaban. Ibuk terus saja tersenyum.

-

"Jadi, ternyata..." Varsha terkejut. Ibuk diam saja. Ternyata selama ini adiknya 'cacat', penyebab Deepa selalu diam saja dan tidak pernah menjawab panggilan kakaknya. Tidak pernah terpikirkan olehnya selama ini.

Ibuk langsung mencoba menghubungi Mama, beberapa kali tidak diangkat sampai pada panggilan ketujuh Mamanya menjawab.

Varsha menyimpulkan, Mama tidak bisa datang menengok Deepa, dia masih sibuk dan berada jauh di luar kota dan meminta bantuan Ibuk untuk mengurusi segala keperluan Deepa yang nantinya akan diganti Mama semua biayanya.

Apakah pekerjaan Mama lebih penting ketimbang Deepa? pikir Varsha.

Dia benar-benar tidak habis pikir dengan jalan pikiran Mamanya. Varsha bersumpah tidak akan pernah melirik pekerjaan desainer. Menghabiskan seluruh waktunya hanya untuk uang dan fashion? Bagaimana kini dengan nasib Deepa sekarang? Untunglah mereka masih memiliki seorang nenek yang perhatian dan menyayangi merka.

Dan mulai saat itu, Varsha berjanji akan selalu menyayangi dan menjaga Deepa.

-

Deepa tertawa, dia sangat bahagia. Ini adalah pertama kalinya dia mendengar suara kakaknya begitu pula neneknya, Ibuk. Varsha dan Ibuk juga bahagia, sayangnya tidak ada Mama disini. Apakah Mama akan kemari dan menjenguk Deepanya sekali?

"Buk, apa Mama tidak mau menjenguk Deepa?" tanya Varsha.

"Pasti datang sayang, Mama hanya lagi sibuk nanti kalau pekerjaanya sudah selesai pasti Mama datang dan mengajak Deeepa dan Varsha jalan-jalan," terangnya.

Varsha yang mendengar kata jalan-jalan menjadi antusias kembali dan melupakan segala opini buruk tentang Mamanya.

Kata dokter, pendengaran milik Deepa bermasalah dan itu juga menyebabkan mulutnya kesulitan untuk berbicara. Oleh karena itu, Deepa tidak akan bisa satu sekolah dengannya. Dia akan masuk ke dalam sekolah inklusif di kota. Setelah pulang dari rumah sakit, Deepa mulai belajar berbagai macam huruf, kata, dan yang lainnya walau kesulitan dalam mengucapkannya. Dan Varsha juga sering mengajaknya keluar untuk mengajarkan banyak hal di luar sana.

Lihat selengkapnya