Seorang wanita dengan wajah serius, tetapi terlihat sangat lelah. Dia menatap lembaran kertas di depannya sambil mencatat sesuatu. Sudah menjadi keseharian seorang Alodya untuk mengerjakan hal-hal melelahkan ini. Alodya di puja-puja semua orang karena dia terlalu sempurna. Lahir dari keluarga kaya pemilik perusahaan terbesar ke dua di Eropa, memiliki paras yang cantik di dukung dengan otaknya yang sangat jenius.
Namun, sebenarnya dia bukanlah wanita yang sesempurna itu, dia sudah rusak dan akan akan selamanya rusak.
Suara decitan pintu mengalihkan konsentrasi Alodya. Matanya langsung teralihkan ke arah pintu.
Seorang wanita dengan jas hitam dan rok diatas lutut membungkukkan badannya untuk memberikan hormat lalu berjalan mendekati meja Alodya. ”Maaf mengganggu waktu nona. Seorang pria berpakaian lusuh mencari nona, dia berteriak kepada resepsionis saat dilarang untuk menemui Nona tanpa janji.” Dengan nada sedikit khawatir.
Alodya menghela napas keras. ”Kau boleh keluar nessa. Saya akan kebawah sekarang.” Alodya bangkit dan melangkah dengan wajah kaku dingin yang membuat siapa saja bergidik ngeri melihatnya.
Nessa yang masih berdiri di tempatnya memandang Alodya dengan tatapan sedih yang tak bisa diartikan. ”Kenapa kau harus menjalani hidup melelahkan seperti ini Alodya,” gumamnya lirih.
Seorang pria lusuh berdiri di depan gedung berwarna hitam nan tinggi sambil menatap gedung itu dengan tatapan menyeramkan, bisa dikatakan dengan tatapan benci. Pria itu masuk kedalam gedung dan mengundang tatapan aneh dari para karyawan yang baru saja menyelesaikan makan siangnya.
Langkahnya terhenti ketika seorang security menghadangnya.
“Sorry sir. But what business do you have in this office?” tanya salah seorang security.
Pria itu menatap security dengan kesal dan memaksa masuk, tetapi dengan cepat security langsung mendorongnya.
“I need a clear reason, if you want to go inside,” tukas Security dengan nada meninggi.
Pria itu mendengus. ”Aku ingin menemui anak ku. Dia karyawan di sini.” Dengan nada tidak sabaran.
Ke dua Security itu saling menatap tetapi akhirnya dia membiarkan pria itu masuk ke dalam gedung. Pria itu tersenyum sinis dan melangkahkan kakinya masuk ke dalan gedung mewah itu. Dia menghampiri resepsionis. ”Dimana ruangan Alodya?” tanyanya tanpa basa-basi dan terkesan sombong.
Wanita yang menjadi resepsionis itu terlihat sedikit kesal dengan sikap tidak sopan pria di depannya tetapi dia masih mengulaskan sebuah senyuman sopan di bibirnya, ”Apakah sudah ada janji dengan Nona Alodya pak?” Dengan nada yang terdengar sopan.
Pria itu terlihat sedikit kesal. ”Sudah cepat beritahu aku dimana ruangan Alodya atau panggilkan saja dia.” Nadanya mulai terdengar kasar dan tidak sabaran membuat resepsionis itu sedikit takut.
“Maaf pak tanpa janji, anda tidak bisa bertemu dengan Nona Alodya karena Nona Alodya adalah direktur perusahaan ini.”
Pria itu tertawa kencang sampai menarik perhatian orang yang berlalu lalang di lobbi gedung. ”Hei!Kau jangan berani kurang ngajar denganku. Aku ini mertua dari Alodya. Dia menantuku jadi harusnya aku bebas menemuinya.”
“Tapi pak-” Kalimat resepsionis itu terhenti ketika pria itu tiba-tiba saja menampar resepsionis itu dengan keras sampai membuat semua orang yang berlalu lalang terdiam dan menyaksikan tontonan yang mengasikkan itu.
Resepsionis itu mengusap pipinya yang memerah sambil menangis. Sementara resepsionis yang satunya langsung menelpon sekretaris Alodya dengan tangan gemetar.
Pria berpakaian lusuh itu mendengus kesal sambil berkacak pinggang.
Orang-orang di lobbi hanya menonton mereka tanpa berniat untuk melakukan sesuatu. Semua manusia memang selalu seperti itu, mereka selalu ingin menjadi penonton tanpa melakukan apa-apa.
Alodya menekan pelan pelipisnya. Dia lelah dan tidak tahu harus bagaimana lagi, semua terasa melelahkan dan dia ingin marah, tapi tidak tahu harus melampiaskannya kepada siapa. Nessa yang berdiri di belakangnya hanya dapat menatap wanita di hadapannya dengan iba.