Alodya melihat pantulannya di kaca besar yang ada di hadapannya. Alodya sedikit merapihkan rambutnya yang sudah di gerai. Gaun berwarna hitam dengan hiasan mutiara dengan bagian bawah yang tidak mengembang dan bagian atas yang terbuka di bagian bahu. Alodya tersenyum dingin di depan kaca. Hari ini akan dia pastikan bahwa dirinya akan hadir menjadi seorang malaikat maut.
Alodya menatap Nessa yang berdiri di belakangnya melalui pantulan kaca. ”Bagaimana?” tanyanya singkat.
“Anda terlihat cantik Nona.” Dengan seulas senyuman.
Alodya mengambil tas pestanya yang lebih mirip seperti dompet berwarna hitam dan mengganti high heels berwarna peachnya dengan yang berwarna hitam.
Nessa menghembuskan napasnya pelan. ”Alo, aku tahu apa yang ingin kau lakukan,” cetusnya tiba-tiba.
Alodya terdiam. Dia tahu kalau Nessa akan mengatakan sesuatu untuk menghentikan untuk melakukan semua hal ini. Dia menatap Nessa dengan tatapan teduh dan tidak dengan tatapan dingin yang biasanya dia perlihatkan kepada orang lain.
“Nes tolong jangan halangi aku. Aku hanya ingin membalas dendam atas ketidak adilan yang mereka berikan kepada mommy.” Suaranya terdengar tercekat di tenggorokkan saat mengatakan kata terakhir.
Nessa menghampiri Alodya dan menggapai kedua tangan Alodya. Dia sedikit meremas tangan Alodya dan menatap Alodya dengan lembut. ”Aku tahu, kau ingin melakukan sesuatu lebih dari pada hanya memakai gaun ini. Aku tahu kau merencanakan sesuatu tapi tolong jangan lakukan itu,” tukasnya memohon.
Alodya melepaskan tanganya dari Nessa dan tatapannya pun berubah menjadi dingin kembali. ”Aku akan melakukannya, aku akan membuat mereka menyesal. Aku akan membuat mereka menangis bahkan aku akan membuat mereka semua mati walaupun aku harus masuk ke dalam neraka sekali pun untuk melakukannya,” cetusnya sambil melangkah keluar dari ruangannya.
Nessa hanya dapat menatap prihatin punggung sahabatnya yang mulai menghilang di balik pintu. Nessa tahu kematian Clarissa membawa luka besar kepada Alodya. Setiap detik yang dirasakan Alodya adalah rasa sakit yang tak terhingga. Kehilangan seorang Mami tanpa alasan yang jelas dan harus mengorbankan seluruh cita-citanya untuk menyelamatkan peninggalan Clarissa. Nessa tidak pernah menyangka Alodya akan berubah menjadi sangat menyeramkan.
Aaron hanya diam duduk di kursi depan sambil sekali-kali mencuri pandang melalui kaca spion tengah. Dia menatap Alodya yang sedang sibuk dengan ponselnya. Baru pertama kali, dia melihat wajah dingin Alodya berubah menjadi wajah tegang. Dia tidak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya tetapi dia merasa kasihan dengan wanita dingin itu. Sepertinya dia tidak akan bisa melanjutkan kasus ini jika perasaan terlalu terlibat seperti ini.
“Ya, aku ingin kau siap di tempat dan lakukan rencana kita saat pria tua itu selesai memberikan speechnya.” Lalu Alodya menaruh ponselnya di dalam tas pesta hitamnya.
Alodya menyandarkan kepalanya ke jendela mobil dan melihat keluar kaca. Ternyata menatap jalanan membuat dirinya terasa lebih tenang.
Alodya memang terlihat tenang tetapi dia sadar bahwa pria di depannya sedang menatapnya. ”Jangan menatapku jika tidak ingin ku bongkar semua rahasiamu,” ancamnya sambil terus menatap keluar jendela.
Aaron terkesiap dan matanya melebar. Jantungnya berdeguk sangat kencang.
Alodya mengalihkan pandangannya dan menatap Aaron melalui kaca spion tengah. ”Aku tahu kau sedang mengawasiku detektif Aaron…” Sambil tersenyum datar.
Ia melanjutkan. “Sepertinya kau kurang hati-hati detektif. Katanya kau adalah detektif paling berpengalaman tetapi aku dengan mudahnya bisa membongkar penyamaranmu kurang dari dua puluh empat jam.”
“Kita sudah sampai Nona,” tukas Mr.Hendric, supir kepercayaan Alodya.
Aaron membuka pintu mobilnya, lalu membukakan Alodya pintu mobil. Sedetik kemudian, kilatan biltz mengerubuni Alodya dengan puluhan pertanyaan dari para wartawan.
“Apakah benar bahwa Nona Alodya akan mengambil alih Broklyn Company?”
“Apakah anda akan melakukan balas dendam karena kasus sepuluh tahun yang lalu?”
Pertanyaan-pertanyaan seperti itulah yang di lontarkan oleh para wartawan.
Sebelum Alodya sempat membalas semua pertanyaan itu dengan cepat Aaron langsung merangkul dan memegang kedua bahu Alodya. Dia langsung membawa Alodya masuk ke dalam.
Alodya melepaskan diri dari Aaron dengan kasar dan menatap Aaron dengan alis berkerut. ”Jangan berani-berani membantuku tanpa seizin ku,” geramnya, lalu dia melangkah pergi meninggalkan Aaron.
Aaron berdiri di tempatnya dengan rahang yang hampir jatuh karena menganga terlalu lama. ”Dasar wanita kasar tidak tahu terimakasih,” cetusnya dengan nada kesal.
Semua tatapan tertuju kepada Alodya yang sedang melangkah menuju Kakeknya. Ada tatapan kagum, benci bahkan tatapan ingin membunuh dari Rose. Dia sudah terbiasa dengan semua tatapan ini. Alodya menghentikan langkahnya ketika pria tua menghampirinya dengan wajah berseri-seri dengan seorang pria dan wanita sekitaran enam puluhan di sampingnya.
“Alodya sudah lama grandpa tidak bertemu denganmu,” tukas pria tua itu sambil memeluk erat Alodya.
Alodya hanya tersenyum tanpa ada niat untuk membalas pelukan itu. Dia melepaskan dirinya dari pelukan tidak nyaman itu dan menatap pria tua di hadapannya.
“Senang bertemu denganmu lagi Mr. Broklyn,” tukasnya dengan seulas senyuman kebohongan.
Mr. Broklyn tertawa kecil. ”Sepertinya kau tidak terlihat senang. Kau memang sudah banyak berubah.”
“Aku memang sudah berubah grandpa karena aku adalah pemilik perusahaan terbesar di Eropa, tidak bagus jika aku masih seperti dulu,” tukasnya untuk menyindir tetapi malah menciptakan tawa kecil dari Mr. Broklyn.