Aaron membuka segel air mineral dan meminum habis isinya. Lalu dia menyandarkan punggungnya di sandaran kursi mobil. Setelah dari apartemen Alodya dia memutuskan menghirup udara malam di sekitaran sungai Thames. Dia terus menerus memikirkan Alodya. Wanita itu seperti sedang berjalan-jalan di pikirannya. Jujur saja dia sangat khawatir dengan Alodya dan tidak ingin meninggalkan Alodya tetapi dia takut Nessa dan David berpikir yang tidak-tidak jika dia memaksa untuk tinggal dan tetap menemani Alodya.
Aaron tidak habis pikir dengan Alodya. Bagaimana bisa Alodya menyimpan semuanya sendiri dan bertahan selama bertahun-tahun. Sekarang dia tidak bisa membedakan apakah perasaan yang dia rasakan sekarang sebatas rasa kasihan atau perasaan yang lebih.
Ponselnya berdering dan mengalihkan lamunan Aaron. ”Halo Jay. Kenapa kau menelponku…Sudahlah…Terserah kau, aku tidak mau membahas itu lagi, bye.” Dia langsung menutup telponnya dan kembali menatap sungai Thames di hadapannya.
Alodya duduk di tepi ranjangnya sambil membuka tutup tabung obat dan mengeluarkan beberapa pil. Lalu dia langsung memasukkan pil itu ke dalam mulutnya dan meminum air. Alodya menghembuskan napas panjang dan membuka laci meja yang berada di samping ranjangnya. Dia mengeluarkan sebuah foto dengan bingkai putih. Alodya menatap foto itu dengan sendu. Itu adalah fotonya dengan Clarissa saat di acara sumpah dokter lima belas tahun lalu. Dirinya dan Clarissa tersenyum lebar di foto itu.
Tiba-tiba saja kaca bingkai tersebut basah oleh air mata Alodya yang terus bergulir turun. Dia rindu Clarissa. Dia ingin mengetahui siapa yang membunuh Clarissa tetapi semua harapannya pupus. Reynold tidak tahu siapa pembunuh Clarissa. Harapan satu-satunya Alodya pupus. Alodya juga teringat bahwa Reynold yang pergi tanpa memberitahu dirinya alasan dan membuatnya salah paham tetapi walaupun dia sudah tahu alasan sebenarnya Reynold pergi, dia masih merasa semua ini menyakitkan. Selama menikah dengan Reynold, Alodya selalu takut kalau Reynold tahu masa lalunya. Dia takut orang-orang yang dia sayangi tahu dan meninggalkannya sampai Alodya harus mengosumsi pil depresi.
Setelah dua tahun berhenti mengosumsi pil itu, dia harus mengosumsinya lagi karena dia merasa sangat tertekan dengan semua kenyataan yang ada sekarang. Dia ingin melarikan diri rasanya.
Alodya mengusap foto Clarissa dengan jarinya. ”Mom, Alodya lelah. Bolehkah Alodya menyusul mommy? Alodya sudah tidak kuat lagi dengan semua ini.”
Lalu Alodya memeluk foto itu sambil setengah mengerang, setengah terisak.
***
Hari ini adalah hari Anniversary Crowncorp yang ke empat puluh dua tahun. Semua karyawan terlihat senang sejak Alodya memimpin karena ada kebijakan baru, yaitu setiap hari Anniversary Crowncorp, mereka akan di berikan coklat dan ucapan terima kasih lalu akan di pulangkan lebih cepat dari biasanya. Di Anniversary hari ini, Crowncorp mengundang perusahaan yang berinvestasi dan yang bekerja sama dengannya, bahkan ada beberapa menteri yang datang karena Crowncorp juga membantu membangun dan merenovasi beberapa gedung kedutaan di Inggris. Awalnya Alodya akan mengundang Broklyn Company untuk tahun ini tetapi dia mengurungkan niatannya karena dia terlalu muak melihat Mr. Broklyn.
Undangan sudah disebar dua minggu yang lalu dan sekarang Nessa bersama divisi humas sedang terlihat sibuk merapihkan ballroom untuk acara perayaan Anniversary Crowncorp.
Nessa menghampiri salah satu humas yang mengurus masalah catering dan pelayanan. ”Nanti saya mau minuman dan makanan di meja yang berbeda. Saya mau setiap pelayan yang berkeliling untuk membagikan wine harus berpakaian rapih.”
Nessa berkeliling lagi sambil melihat setiap meja yang di sediakan untuk setiap tamu. Di meja sudah di tuliskan nama perusahaan atau menteri yang hadir. Anniversary ini juga bukan acara biasa karena setiap perusahaan pasti ingin di undang karena acara Anniversary ini dapat membuat mereka bertemu perusahaan-perusahaan besar dan mendekati mereka untuk bekerja sama. Apalagi ini adalah acara perusahaan Crowncorp yang sudah sangat terpandang keberadaannya.
Suara pecahan kaca membuat seluruh orang yang sedang sibuk menyiapkan pesta terkejut dan melihat ke sumber suara. Seorang wanita muda menjatuhkan satu tumpukan piring yang dibawanya.
Nessa yang tadinya sedang fokus dengan ipadnya langsung menghapiri wanita itu dengan wajah marah. ”Apakah kau tidak tahu berapa harga piring-piring ini. Jika tidak bisa kerja tidak usah kerja saja sekalian,” tukasnya menggelegar dengan nada marah tanpa melihat kalau kaki pelayan itu berdarah karena sedikit tergores pecahan piring.
Divisi humas dan pelayan yang sedang mengerjakan pekerjaannya hanya dapat melihat wanita itu dengan iba karena mereka juga tidak berani dengan Nessa yang notabennya adalah sekretaris dari pemilik perusahaan ini.
“Kenapa kau diam saja?! Tidak punya mulut. Kau harusnya-”Kalimatnya terhenti ketika seseorang menepuk pundaknya.
Nessa langsung memutar balikkan badanya dan melihat Alodya berada di hadapannya dengan wajah sedikit marah.
“Sudah cukup marahnya,” perintah Alodya dan membuat Nessa menutup rapat mulutnya.
Alodya menghampiri pelayan wanita itu dan membuat pelayan itu semakin takut. ”Kau tidak apa-apa kan? Kaki mu berdarah.” Sambil menatap lembut pelayan di depannya.
Alodya memang terkenal dingin tetapi dia juga terkenal sangat baik.