Aaron menatap meja di depannya. Hari ini dia akan bertemu dengan seorang pria yang sudah lima tahun tidak dia temui. Dia tidak pernah menyangka bahwa akhirnya dia akan meminta bantuan kepada pria itu. Aaron melihat ke sekelilingnya dan matanya menangkap seorang pria tua sedang berjalan menghampirinya dengan snelli putih melekat di tubuh pria itu. Pria itu terlihat semakin tua, rambutnya semakin putih dan wajah nya semakin terlihat lelah.
Pria itu duduk di hadapannya dan tersenyum senang melihat kehadiran Aaron. ”Bagaimana kabarmu nak? Sudah lima tahun kita tidak bertemu,” ucap dr. Robert sambil menatap sendu anak lelaki di depannya.
Aaron menghembuskan napas kecil. ”Lebih kita tidak usah basa-basi lagi. Aku di sini ingin meminta bantuan. Aku ingin bertanya tentang kasus Nona Clarissa. Aku tahu dari atasanku bahwa dr. Robert yang mengotopsi Nona Clarissa.”
dr. Robert menatap anaknya dengan tatapan sedih. ”Iya memang aku yang mengotopsinya. Apa yang ingin kau ketahui Aaron?”
“Apakah ada luka luar akibat perbuatan manusia pada tubuh Nona Clarissa?”
“Tidak ada. Saat aku mengotopsinya, Nona Clarissa sudah hampir membusuk dan sama sekali tidak ada tanda tanda bahwa dia dilukai. Tetapi ada satu hal yang membingungkan. Saat aku ingin memeriksa apakah itu benar-benar dengan Nona Clarissa dengan tes DNA. Mr. Broklyn langsung menolak dan Mr. Ryan juga menolak. Mereka tidak bisa menyimpulkan bahwa itu Nona Clarissa hanya karna sebuah kalung tetapi mereka menolak. Padahal saat itu anak perempuan Nona Clarissa, dr. Alodya sangat ingin tes DNA itu di lakukan,” jelasnya.
Aaron tertegun mendengar salah satu nama yang di kenalnya. ”Maksudmu Nona Alodya yang sekarang menjadi direktur Crowncorp?”
“Ya. Dulu dia adalah seorang dokter tetapi memutuskan berhenti dan menyelamatkan Crowncorp dari kebangkrutan.”
Aaron bangkit dari kursi. ”Terima kasih. Hanya itu yang ingin saya ketahui,” ucapnya lalu melangkah untuk pergi.
“Bisakah kau memaafkan ku? Aku rindu dengan anak ku,” tukas dr. Robert dengan nada putus asa.
Aaron tidak berbalik badan. ”Aku sudah memaafkanmu dad. Tetapi aku masih tidak bisa berada di dekatmu karena aku teringat dengan mommy yang meninggal untuk menyelamatkanmu dad.” Lalu dia melanjutkan langkahnya dan meninggalkan dr. Robet yang terdiam di tempatnya.
Alodya mengganti baju formalnya dengan piyama panjang satin berwarna hitam. Alodya duduk di meja riasnya dan membersihkan wajahnya. Dia menatap pantulan wajahnya di kaca, semakin hari wajahnya semakin tirus. Dia juga merasa dirinya semakin terlihat pucat. Sepertinya dirinya benar-benar sudah sampai batas kekuatannya. Alodya meraih tabung obatnya dan mengeluarkan beberapa pil dan meminumnya. Sudah beberapa hari ini, Alodya mulai mengosumsi obat depresinya. Ada kalanya dirinya merasa benar-benar tidak kuat dan ingin membunuh dirinya sendiri.
Suara bel membuyarkan lamunan Alodya. Dia keluar dari kamarnya dan menemukan Aaron sudah duduk bersama dengan Gerald di ruang tamu. Alodya dan Aaron sempat saling bertukar pandang tetapi beberapa detik kemudian mereka berdua langsung mengalihkan pandangannya masing-masing entah kemana.
Alodya mendudukan dirinya di sofa yang berada di hadapan Aaron dan Gerald. ”Jadi ada apa kau ke sini detektif?” tanya Alodya, tetapi kali ini nadanya terdengar lebih lembut.
Aaron meletakkan map biru di meja lalu Alodya langsung mengambilkan. ”Itu adalah beberapa laporan tentang kematian Nona Clarissa. Ada beberapa kejanggalan…” Aaron menceritakan seluruh penyelidikan yang sudah dia lakukan selama dua hari ini.
Alodya membaca seluruh laporan yang di berikan Aaron sambil mendengarkan Aaron berbicara. Dia merasa dirinya membeku ketika mendengar semua hal itu. Berarti selama ini kecurigaannya benar, Clarissa di bunuh dan tidak bunuh diri. Clarissa tidak mungkin dengan sengaja memasukkan mobilnya ke dalam jurang untuk bunuh diri. Sementara Gerald yang dari tadi terdiam tidak dapat menyembunyikan rasa keterkejutannya.
“.…jadi kurasa Nona Clarissa memang di bunuh,” tukas Aaron di akhir kata.
“Apa yang akan kau lakukan selanjutnya Alodya?” tanya Gerald dengan nada hati-hati karena dia melihat betapa terkejutnya wajah Alodya.
Alodya meletakkan map biru itu kembali ke atas meja. ”Aku akan mencari pembunuh mommy dan membunuhnya,” jawabnya dengan nada yang lebih dingin dan menyeramkan dari biasanya.
Aaron hanya dapat menghembuskan napas. Dia tahu kalau dirinya polisi dan seharunya menenangkan Alodya agar berpikir dengan kepala dingin tetapi kali ini dia hanya akan diam karena dia tahu Alodya hanya sedang emosi sesaat. Wanita itu tidak akan membunuh siapapun. Aaron percaya itu.