Beberapa jam kemudian, Flerix diikuti Dovrix, lalu berjalan ke halaman depan istana, dan mulai mengangkat kedua tangan ke atas. Kabut-kabut hitam keluar dari balik telapaknya, dan berputar-putar di hadapan kedua pria itu. Dari kecil, lama kelamaan, ukuran kabut-kabut hitam tadi menjadi sangat besar serta tinggi, sehingga Dovrix terkejut, bahkan melotot. Sebuah pesawat ruang angkasa berukuran raksasa, yang seluruh badan serta isi di dalamnya terbuat dari energi gelap, kemudian muncul dari balik kabut-kabut hitam tadi.
“Yang Mulia! Ini …,” ucap Dovrix. Namun, Flerix memotong dengan berkata, “Pesawat luar angkasa milik kita sendiri, tidak perlu menggunakan Interplanetary Train usang itu. Ini adalah Silvir. Aku sudah merencanakannya sejak kemarin.”
“Yang Mulia! Apakah sudah saatnya?” tanya Dovrix lagi, masih terkagum-kagum dengan Silvir yang sudah tidak lagi diselimuti kabut-kabut hitam, di hadapannya.
Flerix mengangguk, lalu menjawab, “Tidak juga ada planet lain yang mengetahui rencana ini, karena semuanya sudah dipersiapkan secara matang dan cepat. Kita akan beraksi sekarang. Kau harus segera memerintahkan berapa orang pasukan untuk berjaga-jaga di sekitar atmosfer planet ini. Seluruh orang yang bukan penduduk asli dari Planet Silverian dilarang masuk. Serang saja mereka secara brutal, agar rencana kita tidak bocor keluar. Buat saja angin topan yang besar di sana! Jika sudah siap dengan hal itu, mari kita pergi.”
“Baik, Yang Mulia!” seru Dovrix dengan wajah yang gembira.
Ia langsung berlari untuk menjalankan perintah dari sang raja.
Flerix lantas tersenyum sinis setelah Dovrix pergi, sambil berujar, “Jika penduduk planet lain masuk ke sini, rencanaku akan berantakan! Mereka bisa saja menyebarkan informasi tentang Planet Silverian yang baru, dan menggagalkan niatku untuk bisa menjadi penguasa galaksi!”
Keesokan harinya, Dovrix terlihat sedang berjalan menuju sebuah ruangan yang ada di dalam istana. Ia kemudian mengetuk pintu, lalu membukanya dan masuk dengan langkah pelan. Ia lantas membungkuk sebentar, dan kembali berdiri tegak sambil menatap seorang pria dengan wajah yang serius.
“Dovrix, ada apa?” tanya Flerix yang ternyata sedang duduk di atas sebuah kursi di balik meja kerjanya.
“Yang Mulia, semua sudah siap untuk berperang. Kami sedang menunggu perintah dari Anda,” jawab Dovrix.