THE YOUTH CRIME

Dwi Budiase
Chapter #10

Kejadian Hilang Ingatan

"PAK MARTINUS! Ada kabar buruk!"

Sang kepala sekolah memajukan posisi duduknya saat mendengar kabar yang tak menyenangkan itu. "Apa?!"

Penampilan GAC berlangsung hingga pukul sebelas malam tetapi pihak sekolah segera menghentikannya sepuluh menit lebih awal dari yang telah dijadwalkan dan memberi tahu pengumuman mendadak. Malam itu semua warga sekolah diliputi rasa was-was dan keanehan yang tak diduga-duga sebelumnya.

Sesuai kabar burung yang mulai beredar dan terdengar oleh para siswa, ada beberapa anak-anak SMANTA yang hilang di tengah acara tengah berlangsung. Karenanya untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan maka pihak sekolah bertindak cepat dalam memulangkan anak-anak dengan prosedur yang tepat.

"Diinformasikan kepada seluruh siswa untuk segera dipulangkan ke rumah! Bapak dan Ibu guru harap segera melakukan absen."

Lampu-lampu panggung padam seketika diikuti nyala lampu lapangan basket yang terang benderang. Usai menyanyikan lima lagu dalam perasaan haru dan senang, GAC meninggalkan panggung diikuti seruan dan tepuk tangan dari anak-anak sambil mengucap salam perpisahan. Mereka segera dituduh dengan berdesak-desakan akibat pengumuman mendadak, dipenuhi kepanikan. Mahendra berusaha menenangkan mereka dengan mempercepat proses absensi siswa.

"Hah? Mendadak begini?"

"Astaga, aku sangat kecewa!"

"Sial!"

Anak-anak dipulangkan dengan tertib, dikejar orang tuanya yang sudah bersiap di gerbang sekolah, adapula yang memacu motor ninja sambil berteriak-nekan gas untuk mengejutkan pengendara lain dan melewati sepinya jalan raya. Kalau sudah malam, jalanan akan berubah jadi arena balapan. Kecepatan dan kekuatan mesin motor diadu dengan keras.

Fransisca berlari kecil menuju ruang kepala sekolah, jejeran lorong kelas yang sudah menyepi. Martinus tampak sibuk mengecek dokumen di komputer.

Pintu diketuk.

"Masuk!"

Fransisca menyodorkan kertas-kertas absensi yang telah diisi sebelumnya dan membaca catatan kecil. "Selamat malam pak. Dari kelas 10 ada lima belas siswa tidak hadir karena sakit. Dari kelas 11 ada sepuluh siswa tidak hadir karena izin dan sakit. Sementara dari kelas 12 ada dua puluh satu siswa tidak hadir karena izin dan...." Fransisca membolak-balik catatan absensi itu, ada pesan singkat.

"Jangan lupa cek daftar hadir tadi pagi. Siapa tahu ada siswa yang mencurigakan," celetuk Martinus.

"Baik, diketahui ada tiga siswa dari kelas 12-E yang tercantum hadir di daftar absensi pagi. Tapi saat absen malam tadi, ketiganya tidak diketahui keberadaannya bahkan teman-teman sekelasnya tidak ada yang tahu."

"Apa mereka bertiga membawa motor masing-masing?"

"Ya dan saat ini ada tiga motor yang masih terparkir di area parkir sekolah sesuai keterangan dari satpam."

"Astaga, apa yang sebenarnya terjadi? Tidak mungkin mereka hilang begitu saja." Martinus menyentuh keningnya, pusing. Setelah perayaan ulang tahun meriah, rupanya ada masalah. Masalah serius apalagi sampai beberapa siswa hilang.

Fransisca memainkan tangannya sambil menatap sang kepala sekolah yang terlihat begitu kebingungan. "Pak Martinus, sejujurnya... saya...."

Percakapan keduanya berlangsung cukup lama. Hingga memukul pukul dua pagi, mereka berdua sibuk membicarakan kejelasan tentang hilangnya siswa yang kemungkinan tidak benar-benar hilang. Meski pada akhirnya menemukan titik buntu, setidaknya Martinus tahu bagaimana kronologi yang menimpa tiga siswa. Suara langkah kaki dibarengi ketukan pintu.

Mahendra datang bersama ketiga orang tua yang masing-masing berwajah cemas, bingung dan linglung. Mereka sama-sama mencemaskan keberadaan anak-anaknya dan memaksa pihak sekolah untuk memberi penjelasan.

"Katanya anak saya hilang? Bagaimana mungkin?!" cecar seorang bapak berkumis yang ingin meninju Martinus tetapi ditahan oleh Mahendra.

"Di mana anak saya?! Saya sudah menunggunya dari tadi ternyata anak saya belum juga pulang!" pekik seorang ibu dengan wajah memelas.

"Mohon tenang, Bapak dan Ibu. Saya tahu Anda sekalian sangat cemas tetapi mohon untuk tidak mengutamakan emosi. Mari kita berbicara dengan baik. Silakan duduk."

Fransisca meletakkan tiga gelas air mineral diiringi Martinus yang mengawali pembicaraan dengan menanyakan identitas masing-masing siswa.

"Jadi seperti yang sudah Bapak dan Ibu ketahui sebelumnya, siswa atas nama Pramoedya, Egy dan Viki ini mengobrol bersama di koridor kelas. Tak lama setelah itu mereka menghilang dan terdengar suara tawa diakhiri dengan jeritan."

"Artinya?" tanya salah satu orang tua yang masih tak mengerti dengan penjelasan Martinus.

"Sepertinya mereka ditangkap oleh orang dewasa. Mengamati dokumen guru BK, rupanya tiga siswa ini sempat tergabung dalam geng remaja nakal yang sering membuat onar dan masalah di kelas."

"Ah, yang benar saja!"

***

Mahendra menarik gas motornya beberapa kali. Jalan raya sudah sepi, menyisakan anjing dan kucing pembohong sedang mencari makan.

Mahendra merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk bermotif singa, sebentar-sebentar melirik jam dinding. Pukul sebelas malam. Kelopak matanya berusaha menutup tetapi isi kepalanya terus menerus memberontak. Dia berjalan sebanyak lima langkah untuk mengambil air minum di kulkas dan menyalakan lampu tidur. Pena dan jurnal harian sudah siap. Menulis lagi.

Lihat selengkapnya