SAAT MALAM menyelimuti kota Jakarta sepenuhnya, lampu lalu lintas yang semula berwarna merah, kuning dan hijau akan berubah jadi kuning yang berkedip-kedip tiap tiga detik sekali. Oh, itu artinya selalu hati-hati dengan kehadiran pengendara dari arah manapun meski kondisi sudah sepi, orang-orang tidak sepenuhnya benar-benar tertidur. Ketika pekerja kantor sibuk lembur untuk menyelesaikan tugas sebelum pulang, anak-anak dengan energi yang luar biasa memacu adrenalin di jalan raya tanpa ragu. Menggeber motor, memacu gas dan ... pacu kekuatan sebagai jiwa pembalap!
Mahendra bersama pasukan polisi bersiap dengan mengenakan seragam hitam lengkap dengan tulisan "PENYIDIK" di belakang punggung. Rayna mengenakan kacamata hitamnya untuk memunculkan aura misterius dari wanita pinggir jalan. Di bagi menjadi dua kelompok, Mahendra membawa motor ninja sementara Rayna dalam mobil polisi.
"Kalau balapan liar itu memang dilarang, kenapa masih banyak anak melakukan itu?" tanya Rayna sambil merapikan rambut panjangnya yang sudah diikat pendek.
Mahendra menjawab panjang lebar. "Katanya sih begitu. Tapi kenyataannya berbanding terbalik dengan apa yang sering kita pikirkan. Tidak ada aturan yang jelas mengenai balapan liar apalagi orang tua mereka seolah tak pernah peduli sekalipun dengan membiarkan anak-anak berkeliaran di malam hari seperti anjing."
Polresta Jakarta Selatan, Teguh Arimbawa memimpin pasukan polisi. "Hari ini sesuai dengan laporan dari masyarakat dan keluhan tentang adanya seorang remaja, pengendara balap liar yang membawa anak kecil. Mari kita usut secepatnya sebagai bagian dari tugas kita. Semuanya siap?"
"Siap, Pak!"
11. 30 PM, SUDIRMAN CENTRAL BUSSINESS DISTRICT (SCBD)
Sekumpulan pemuda dengan membawa motor andalannya masing-masing tampak bercengkrama sembari bertaruh berapa uang yang akan dipertaruhkan mengingat hanya orang pertama yang berhasil melewati garis finish akan mendapat semua uang tersebut. Balapan dibagi menjadi tiga babak yang berlangsung selama tiga puluh menit. Tidak jarang ada saja percekcokan yang terjadi akibat ketidakadilan antara pemuda satu dengan yang lainnya.
"Hei, ayo bertaruh lima puluh ribu!"
"Lima puluh? Kecil! Delapan puluh ribu!"
"Seratus ribu, nih!"
"Anjay. Santuy dong, jangan buru-buru."
"Nanti kalau ada polisi gimana?"
Salah satu pemuda di sana, Aksan, tampak menunggu kesepakatan selesai. Ia memang tak mau ikut-ikutan kalau soal uang, hanya sekadar menonton. Omong-omong balapan liar kali ini mayoritas dipenuhi anak-anak SMANTA jadi wajar saja kalau Aksan menikmati atraksi balapan. Ia tidak menonton sendirian, bersama temannya dibelakang yakni Pramoedya
Ketika atraksi balapan akan segera dimulai, seorang anak kecil berjenis kelamin laki-laki dengan topi hitam tampak mendekati Aksan dan menatapnya iba. Jelas bahwa anak itu melihat dengan sorot mata penuh kesedihan. Entah apa yang sedang ia tangisi intinya anak itu ingin diantar pulang menuju rumahnya.
"San! Ada bocah nih! Minta diantar pulang katanya," celetuk Pramoedya melirik anak kecil disebelahnya.
"Sini naik, Dik. Mau kakak antar kemana?"
"Gang Persimpangan Kenangan, kak."
"HEI, KALIAN!"
Pasukan polisi tiba dengan cepat dan sesuai perkiraan bahwa para pemuda itu akan kabur secepat kilat. Segera saja Mahendra memblokade semua jalur yang akan digunakan untuk memacu kuda besi oleh mereka dan berhasil untuk tak berkutik. Aksan tahu kalau Mahendra juga berprofesi sebagai polisi dan ia lebih memilih untuk kabur saja daripada harus ikut campur dengan masalah yang ada. Namun, sekalinya berlari dari masalah maka masalah yang akan mengejar balik.
"Berhenti!"
Pengemudi motor yang masih sangat muda itu memalingkan wajahnya ke agar tak diketahui identitasnya oleh Mahendra. Sayangnya polisi telah mengetahuinya lebih dulu.
"Aksan? Kenapa kamu ikut balap liar?"
"Ah, buat senang-senang aja, Pak! Saya sudah dapat izin dari orang tua kok!"
"Tetap saja ini perilaku yang tidak boleh dianggap biasa. Omong-omong kenapa kamu membawa anak kecil? Jangan-jangan kamu menculik anak orang!"
"Jangan salah sangka dulu, Pak! Tadi saya kebetulan melihat ada anak kecil bertopi hitam yang sepertinya tersesat. Karena kasihan, saya ingin mengantar anak kecil ini pulang ke rumahnya."
Secara samar-samar Mahendra melihat rupa anak kecil dibalik topi hitam itu, terlihat familiar, entah dia pernah melihatnya dimana. Lantas Mahendra melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan surat-surat dan KTP sementara Aksan dengan gemetaran menggenggam kemudi motor.
"KTP ini palsu ya?"
BRUMMMMM!