THE YOUTH CRIME

Dwi Budiase
Chapter #16

Ten Angels

TEN ANGELS tidak mengenal belajar keras sebelum hari PTS tiba tetapi berlatih jiwa dan raga untuk memperkuat mental diri sebelum menjawab puluhan soal. Intinya mereka sedikit lebih santai ketimbang siswa biasa yang tentunya harus menyiapkan segalanya dengan sangat baik.

Aksan melatih kekuatan tubuhnya dengan melakukan fitness di kamar pribadi yang sudah tersedia beragam alat olahraga yang ia inginkan. Tidak perlu repot-repot mendaftar sebagai pelanggan ke pusat kebugaran atau membeli alat olahraga, semuanya sudah tersedia. Apalagi sang ayah, Martinus, kerap kali memberinya kesempatan untuk melatih otot-ototnya agar selalu bugar dan mengajak bermain sepak bola bersama tetapi sekarang tidak lagi. Alasannya setahun lalu Aksan sempat bermain bola sendirian, karena jenuh ia malah menendang bola sekuat-kuatnya ke arah langit dan bola itu melayang-layang di udara hingga berakhir di pohon mangga alias tersangkut. Hingga kini bola sepak itu masih berada di sana dan menunggu waktu yang akan menjawab kapan bola sepak itu jatuh.

Aksan tidak lupa menyetel lagu girlband Korea Selatan yang sedang hits di tahun ini seraya mencoba mengikuti irama dan gerakan tarian yang khas. Pastinya semua sudah tahu bahwa salah satu personel BLACKPINK melakukan debut dengan judul 'SOLO'. Aksan sudah lama menyimpan rahasia yakni seorang fanboy, kpopers sejati yang akan selalu menantikan lagu terbaru dari girlband favoritnya.

Laki-laki bertubuh tinggi itu sontak saja mengucap lirik sembari mengingat bagaimana gerakan selanjutnya.

"Igeon amu gamdong eomneun love story! Eotteon seollemdo eotteon euimido! Ho, ho, ho! Negen mianhajiman, I'm not sorry, oneulbuteo nan nan nan, BICHI NANEUN SOLO!"

Aksan berusaha menyesuaikan tempo musik dengan gerakan tubuh dan lengannya agar lemah gemulai layaknya penari Bali yang terkenal dengan ketajaman matanya yang memesona serta menghafalkan lirik yang selalu membuatnya ketagihan.

Setelah menyelesaikan fitness selama hampir dua jam dengan tarian modern yang melelahkan, Aksan pergi ke kolam renang untuk menyegarkan badan. Ia bertelanjang dada, hanya mengenakan celana berwarna keabu-abuan dan bermain air sepuasnya. Sesekali melakukan renang gaya kupu-kupu yang masih terbilang sulit. Cukup aneh dengan kolam renang seluas lapangan basket di SMANTA itu hanya digunakan oleh seorang anak laki-laki saja. Aksan bisa saja mengundang anak-anak Ten Angels untuk berenang bersama tetapi pada dasarnya ia introvert. Benci keramaian tetapi juga benci kesepian.

"Meskipun aku punya harta lebih dari cukup tetapi aku tak merasa bahagia ..." lirih Aksan sembari menutup matanya, menyelam dalam relung hati yang tak bisa diucap lewat kata-kata.

"Kalau begitu, maukah kamu membagi-bagikan harta yang lebih dari cukup itu kepada orang yang membutuhkan? Supaya kamu bisa bahagia?" celetuk sang Ibu, Marissa yang baru datang dari bekerja. Omong-omong ia merupakan seorang desainer handal yang bekerja di perusahaan butik, salah satunya sebagai brand ambassador.

"Ah, Ibu. Itu cuma omong kosong."

Marissa yang mengenakan topi jerami itu duduk bersebelahan dengan Aksan di pinggir kolam renang sambil bermain air. "Tapi Ibu tetap berkewajiban membuat kamu senang dan bahagia di rumah, begitupun Ayah. Kamu tidak marah lagi sama Ayah kan?"

Aksan terdiam sebentar lalu senyum lagi. "Tidak kok, Bu. Omong-omong aku lapar!"

Mereka berdua melangkah masuk menuju dapur, Aksan menunggu di meja makan sesekali memainkan ponsel genggamnya. Marissa menghangatkan soto ayam yang baru dibelinya tadi sore dengan seporsi nasi. Bagi kaum konglomerat seperti mereka makanan bukan yang utama tapi rasa dan aroma mewakili bagaimana kehidupan orang kaya. Sebab makanan yang biasa-biasa saja akan terlihat mewah ketika berada di atas piring seharga jutaan rupiah.

Marissa menuangkan segelas teh tawar. "Minggu depan kamu PTS kan?"

"Ya. Nanti ayah akan mengantar Aksan ke tempat bimbel seperti biasa."

Bimbingan belajar, bagi Aksan sudah seperti guru sendiri. Ia tidak perlu lagi repot-repot dalam berlatih soal, mencatat poin-poin penting atau apa pun itu. Sebab bimbel akan memberikan semua yang dibutuhkan oleh siswa dengan finansial yang berkecukupan. Ada barang, ada harga.

Para siswa-siswi tidak henti-hentinya berdoa dalam hati agar selalu diberikan jalan dan harapan selama mengerjakan soal dan tidak ada halangan berarti selama PTS terlaksana. Kelas 11-A tampak berbeda dari kelas lain, mereka lebih santai dan pasrah kalau mendapat nilai dibawah KKM. Kenapa demikian? Sebab mereka lebih baik malas belajar daripada malas mengurusi pacar yang selalu minta kasih sayang dan uang, kalau tidak diberi maka ujung-ujungnya akan ditendang. Sebagai lelaki sejati, siapa yang mau melihat kekasihnya marah-marah padahal belum sampai ke kursi pelaminan? Ah, jangan diperpanjang deh kayak jalan tol.

Aksan tampak sangat santai, sementara Adelia dengan keringat bercucuran membaca buku fisika berulang kali sampai kepalanya pusing, tidak mampu menyerap semua materi yang ada. Di hari pertama saja sudah dihajar dengan soal-soal fisika belum lagi matematika.

Lihat selengkapnya