31 DESEMBER 2018, PUNCAK TAHUN BARU 2019.
SETIAP ADA pertemuan pasti ada perpisahan dan keduanya tidak bisa dibantah. Tiada satu pun abadi di dunia kecuali pengalaman dan cinta yang akan terus diingat hingga maut memisahkan.
Sebelum menuju bandara dengan rentang waktu keberangkatan yang masih cukup lama, sopir bus memutuskan untuk membawa rombongan Ten Angels menuju area perbelanjaan terbesar di Bali yang bersebelahan langsung dengan area Taman Werdhi Budaya Art Center. Anak-anak mengerumuni tempat cenderamata dan oleh-oleh dengan harga yang terbilang mahal tetapi kualitasnya pun sebanding. Martinus mengajak anak tunggalnya, Aksan yang tampak enggan untuk jalan-jalan ke Taman Werdhi Budaya dan lebih memilih mengelilingi area pusat perbelanjaan sendirian. Ia menghampiri tempat penjualan pakaian dengan brand-brand ternama. Ada barang, ada harga tentu kualitas tidak perlu diragukan lagi. Namun, daripada membeli dengan tujuan gengsi, Aksan lebih mengedepankan kebutuhannya saja. Ia membeli topi, jas, jaket dan sepatu, warnanya hitam semua. Tidak lupa membeli oleh-oleh untuk pacar tersayang.
Aksan melangkah menuju bus yang hanya diisi oleh sopir dan kernet. Suasana begitu sepi membuat Aksan sedikit leluasa meluruskan kakinya yang pegal-pegal, duduk seharian dalam bus tanpa pendingin ruangan sangat menyebalkan. Ia kemudian mengambil oleh-oleh dari pembungkus plastik, mengambil gambar dan mengirimkan fotonya ke salah satu kontak WhatsApp. Bunyi notifikasi terdengar, Aksan segera membuka ponsel.
Pesan WhatsApp dari Malaikat Cinta: Oleh-olehnya cantik! Makasih ya! 10.25 AM.
Aksan menatap tajam ke arah oleh-oleh yang baru dibelinya itu dengan tersenyum sinis. Laki-laki itu menggenggam boneka beruang berwarna merah muda dengan hiasan bunga mawar secara kasar dan dibuang ke tong sampah.
Menjijikkan, lirih Aksan dalam hati.
Ten Angels bersama para guru lainnya tampak memenuhi area administrasi bandara I Gusti Ngurah Rai dengan menggenggam tiket keberangkatan masing-masing. Mereka akan segera pulang ke tanah kelahiran, Jakarta. Matahari sepertinya malu-malu menampakkan diri meski cuaca terlihat cerah dengan dihiasi kapas raksasa yang makin besar saja tandanya hujan akan turun tidak lama lagi. Petugas keamanan bandara mengarahkan sepuluh anak-anak berpakaian modis dengan pernak-pernik khas Bali. Salah satu dari mereka bahkan mengoleksi miniatur barong yang terbuat dari ukiran kayu yang begitu indah dengan gaya dan nuansa pulau dewata. Kapan lagi mengunjungi Bali?
"Penerbangan Garuda Indonesia Boeing 747 menuju Jakarta, para penumpang diharapkan untuk mengenakan sabuk pengaman dan memposisikan tempat duduk secara lurus."
Pesawat mendarat dengan mulus tanpa getaran gempa bumi, sang pilot pastilah sudah sangat berpengalaman selama bertahun-tahun mengendalikan pesawat dan pelatihan yang tidak sebentar. Yah, semua profesi tidak lepas dai yang namanya latihan demi latihan untuk mencapai tujuan. Ten Angels tiba di bandara Internasional Soekarno-Hatta dan segera melangkah ke area penjemputan. Para orang tua beserta keluarga tercinta menunggu kedatangan anak-anaknya yang pasti membawa banyak kisah dan cerita selama liburan ke Bali. Mereka berpelukan diiringi tangisan bahagia. Hari itu adalah hari yang berbahagia bagi Ten Angels bisa kembali dengan selamat sentosa dan hari yang paling kelam karena tidak lama lagi pertumpahan darah akan segera terjadi.
Sudirman Central Busines District, Gedung Artha Graha, Jl. Jend. Sudirman. Senayan, Kota Jakarta Selatan. 05.30 PM
"Sayang? Sayang? Kamu di mana?"
Bella sibuk menghubungi Aksan yang tidak kunjung datang padahal mereka berdua sudah berjanji untuk bertemu disekitaran gedung SCBD. Sebelumnya mereka sempat cekcok untuk mencari tempat kencan yang cocok. Awalnya Aksan memilih tempat yang sepi dan tenang agar mereka bisa menikmati kencan tanpa dilihat banyak orang misalnya di restoran atau kedai yang berada di perbukitan atau pedesaan. Intinya suasananya tenang dan tidak banyak orang. Namun, Bella bersikukuh tempat kencannya harus disesaki oleh banyak orang karena ia adalah gadis ekstrover yang membutuhkan banyak semangat ketika bertemu dengan banyak orang misalnya kencan di mall, restoran mewah yang baru dibuka di Jakarta Pusat atau taman kota, intinya tempat yang ramai dan tidak sepi. Yah, karena wanita selalu benar maka mau tidak mau Aksan harus menuruti kemauan Bella. Beginilah ketika pasangan introver dan ekstrover dipertemukan.
"Aksan di mana sih?! Telepon kok nggak diangkat-angkat? Chat nggak dibales-bales lagi! Jangan-jangan dia se-"
Bella menghentikan ucapan nakalnya yang hendak keluar begitu saja dari mulut. Ingat, kata-kata adalah doa.
Notifikasi muncul di layar ponsel Bella. Aksan mengirim foto lengkap dengan keterangan dibawahnya, mengatakan bahwa ia sebentar lagi datang. Bella berdiri sebentar sembari menikmati pemandangan gedung-gedung tinggi dengan lalu lintas yang cenderung tidak terlalu ramai. Ada banyak pesepeda dan pelari berolahraga di sore hari. Pandangan Bella tidak henti-hentinya menatap ponsel. Ia menelepon lagi saking kesalnya.
Seorang wanita berpakaian serba hitam melintas tepat di depan Bella sembari membawa walkie talkie yang disembunyikan di dalam celananya. Bella sama sekali tidak menggubris hal itu dan menganggap cuma orang asing numpang lewat. Wanita berambut panjang dengan mengenakan topi itu tampak berdiri dibawah lampu lalu lintas, melihat-lihat kondisi sekitar dan mengunci tatapannya ke arah Bella. Ia diam-diam mengambil walkie talkie dan berbicara dengan suara sangat kecil seperti sedang berbisik-bisik.
"Lapor, kondisi aman. Penembakan bisa dilangsungkan."
Seorang pria berseragam hitam menyiapkan senjata andalannya, sniper rifle atau senapan jarak jauh. Senapan jenis ini mampu mengunci sasaran utama dan membidik serangan secara tepat dan cepat dari jarak jauh sekalipun, intinya pelaku penembakan tidak akan diketahui.
Tentu saja cara menggunakan senapan ini tidak semudah menembak perasaan orang lain karena bukan hanya menembak perasaan tetapi juga menembak jantung seseorang. Sekali kena, segera dijemput oleh malaikat maut. Pria bermasker hitam itu sedang sibuk-sibuknya mengatur senapan agar posisinya benar-benar pas dan menggenggam walkie talkie.
"Kondisi aman?"
"Aman."
"Maafkan aku, Bella."
DOR!
Seketika langit Jakarta berubah mendung dengan awan-awan menghitam. Tukang bakso, tukang sate dan tukang nasi goreng berbondong-bondong menghampiri area TKP yang sudah dipenuhi oleh kerumunan masyarakat. Rembesan darah memenuhi aspal hitam dan trotoar. Beberapa pejalan kaki begitu syok melihat pemandangan yang ada di depan mata, seorang gadis tergeletak tak berdaya dengan menggenggam ponsel yang sudah retak. Pengendara motor menghentikan laju kecepatannya dan memilih untuk melihat apa yang sedang terjadi. Beginilah kebiasaan warga Indonesia, melihat adanya bahaya bukannya lari tetapi ladang ekonomi. Sekumpulan anak muda terlihat memotret gadis yang hampir kehilangan nyawa itu dengan kamera ponsel masing-masing dan menyebarkannya ke sosial media diikuti pekikan dari beberapa warga yang sedang menghubungi polisi terdekat.
Pihak kepolisian datang sepuluh menit sesudahnya setelah menerima laporan dari masyarakat setempat tentang kabar kematian seorang gadis yang penyebabnya masih dilingkupi tanda tanya. Tim forensik, pasukan polisi dan tim penyidik berkumpul di TKP dengan memberikan batas garis polisi. Di sana, Mahendra bersama kedua rekannya tampak terdiam membisu melihat seorang gadis yang telah meninggal dunia.
Sementara itu di dunia sosial media tanpa batasan dapat melihat apa saja berita-berita yang sedang hangat terjadi. Kabar kematian seorang gadis di area depan SCBD sontak saja jadi topik utama yang kerap diperbincangkan dan menarik perhatian netizen Indonesia, terkenal dengan jari-jari tangannya setajam silet.
@tralalalililili: Kenapa dia bisa mati? Bunuh diri ya?
@bitieskoreya234: Ah, bunuh diri apanya? Biasanya bunuh diri itu ditempat sepi bukan ditempat ramai kayak begini!
@blackpinksasaeng: Jelas-jelas kalau dia itu terbunuh!
@ditakarang10: Cih, terbunuh karena apa? Jangan sok tahu ya elu!
@heytayooo: Heh, dibilangin malah ngelunjak!
Tim forensik dengan peralatan lengkap sibuk mengidentifikasi korban dan mengamankan TKP. Mahendra menatap sekeliling area SCBD yang terkesan sedikit janggal. Ketika orang-orang sibuk melihat apa yang sudah terjadi di depan mata, Mahendra mencoba untuk memprediksi bagaimana pembunuhan itu sebelum benar-benar terjadi.
"Gadis itu meninggal pasti karena dibunuh tetapi bukan dari dekat tetapi dari jauh."
Rayna melirik Mahendra yang tampak percaya diri. "Bagaimana kau bisa yakin seratus persen?"
"Lihat. Saksi-saksi di sini ada berapa orang? Sepuluh orang kan? Mereka semua itu pejalan kaki dan sama-sama mengaku tidak melihat pelakunya rena gadis itu terbunuh ecara tiba-tiba. Dari sini muncul spekulasi kalau gadis itu bunuh diri. Ah, terlalu cepat. Kalau memang bunuh diri tetapi pakai senjata apa? Di tas korban sudah dilakukan pemeriksaan dan kita bisa melihat tidak ditemukannya senjata tajam. Kalau sudah begini pasti pelakunya tidak membunuh lewat jarak dekat. Nah menurut kalian, kira-kira gadis itu meninggal karena apa?"
Rayna berbisik-bisik bersama Reyhan untuk berdiskusi segala kemungkinan bagaimana gadis itu meninggal. Reyhan menyeletuk. "Di tembak?"