THE YOUTH CRIME

Dwi Budiase
Chapter #33

Lima Remaja Durjana

MAHENDRA MENGHELA napas panjang saat ia dan Juliantara duduk di mobil menuju Banyumas Sport Futsal. Juliantara, anak kecil yang mengaku tidak terlibat langsung dalam pembunuhan Kurnia Fitri, tampak tegang. Ia telah dipaksa untuk menjadi umpan dalam kasus keji ini, dan sekarang, dengan berat hati, membantu Mahendra menjebak keempat pelaku lainnya.

Dalam perjalanan, Mahendra memutar otak, menyusun strategi agar operasi penangkapan ini berjalan lancar. Para tersangka adalah anak-anak di bawah umur, yang berarti ia harus berhati-hati dalam menangani situasi ini. Mereka bukanlah kriminal biasa, melainkan bocah-bocah yang berada di jalur yang keliru. Tapi, kejahatan yang mereka lakukan sudah sangat parah, tidak bisa dianggap remeh.

“Juli, kamu yakin mereka akan datang ke tempat itu setelah pesan ancaman yang kamu kirim?” tanya Mahendra, memastikan langkahnya.

Juliantara mengangguk, "Iya, Pak. Mereka pasti takut. Saya tahu mereka akan datang karena mereka tidak mau nama mereka terseret ke dalam ini."

Mahendra tahu, meskipun anak-anak ini tampaknya masih muda, mereka cukup pintar untuk memahami risiko yang mereka hadapi. "Oke," gumamnya pelan, "kita harus lakukan ini dengan cepat dan rapi."

Setibanya di Banyumas Sport Futsal, tempat itu tampak sepi. Hanya beberapa anak yang bermain bola di dalam gedung. Juliantara memberikan isyarat, bahwa keempat tersangka mungkin akan tiba dalam waktu dekat. Mahendra segera memposisikan diri, mengatur tim penyidiknya, termasuk Reyhan dan Rayna, agar mereka bisa mengelilingi lokasi tanpa menarik perhatian. Mereka semua sepakat untuk bergerak cepat saat para pelaku muncul.

Tiba-tiba, dari kejauhan, terlihat tiga bocah berjalan mendekati lapangan futsal. Salah satunya tampak gelisah, terus menengok ke belakang seakan takut ada yang mengawasinya. Anak-anak itu adalah tiga siswa SD Harapan Bangsa kelas lima, yang sebelumnya sering digambarkan Kurnia sebagai ancaman. Mereka mendekati lapangan futsal dengan raut wajah tegang.

“Kita tunggu sampai mereka masuk,” bisik Mahendra pada timnya melalui alat komunikasi kecil yang disematkan di telinganya.

Juliantara mengintip dari balik mobil, wajahnya pucat, tapi dia tetap berdiri di sisi Mahendra. Setelah beberapa menit, anak-anak itu akhirnya tiba dan duduk di sudut lapangan. Mereka terlihat berbisik-bisik satu sama lain, tampak khawatir. Momen itu, adalah sinyal bagi Mahendra.

"Dekati mereka secara pelan," perintah Mahendra kepada timnya.

Rayna dan Reyhan bergerak dengan tenang, mendekati anak-anak itu dari dua arah yang berbeda. Begitu mereka berada cukup dekat, Mahendra memberikan aba-aba, dan dalam hitungan detik, tim penyidik mengepung bocah-bocah tersebut.

Lihat selengkapnya