HASIL PENYELIDIKAN dan forensik yang dilakukan oleh tim INAFIS membawa kesedihan sekaligus kemarahan yang mendalam. Kurnia Fitri ditemukan dengan luka lebam dan goresan di sekujur tubuhnya, yang mengindikasikan bahwa ia mengalami kekerasan fisik sebelum akhirnya meninggal. Berdasarkan analisis forensik lebih lanjut, ada indikasi kuat bahwa Kurnia Fitri menjadi korban pemerkosaan sebelum dibunuh. Tim INAFIS menemukan cairan air mani berserakan di sekitar tubuh korban, yang semakin memperkuat dugaan bahwa Kurnia mengalami kekerasan seksual oleh beberapa pelaku.
Mahendra, bersama tim penyidik anak, Rayna dan Reyhan, mengadakan diskusi mendalam di kantor polisi. Mereka membahas berbagai spekulasi tentang siapa yang mungkin menjadi dalang di balik kejahatan ini. Bukti-bukti dari lokasi kejadian, termasuk tanda-tanda kekerasan fisik dan bukti biologis, menunjukkan bahwa ini bukan perbuatan satu orang saja. Kemungkinan besar, sekelompok orang terlibat dalam tindakan keji ini.
Dalam proses investigasi, Mahendra menemukan sebuah buku diary yang terkubur bersama pakaian korban. Buku diary ini mengungkapkan lebih banyak tentang kehidupan dan mimpi-mimpi Kurnia. Halaman demi halaman mengungkapkan betapa gigihnya Kurnia berjuang untuk menyekolahkan adik-adiknya dan membayar kuliah dengan hasil kerja kerasnya menjajakan gorengan setiap hari. Namun, di lembaran terakhir diary itu, Kurnia menulis bahwa akhir-akhir ini ia sering dihantui ketakutan. Dia mencatat kemunculan empat bocah laki-laki yang ia sebut sebagai "iblis." Anak-anak ini, menurut tulisan Kurnia, sering mengejek dan memaki dirinya, dan dia merasa mereka bisa berbahaya.
Mahendra memandangi halaman diary itu dengan seksama. "Empat bocah ini, mereka mungkin terlibat. Kurnia menyebut mereka dalam buku hariannya sebagai ancaman," katanya, suaranya penuh keyakinan. Namun, timnya tidak sepenuhnya yakin.
Rayna, yang lebih rasional, mengangkat alis dan bertanya, "Bocah-bocah? Mereka hanya anak-anak, Wica. Bagaimana mungkin mereka bisa melakukan tindakan sekejam ini? Apalagi pemerkosaan?"
"Anak-anak atau tidak, kita tidak bisa mengabaikan apa yang tertulis di sini," jawab Mahendra dengan tegas. "Kurnia merasa terancam oleh mereka, dan fakta bahwa ada lebih dari satu pelaku juga sejalan dengan kecurigaan kita. Mungkin mereka didorong oleh sesuatu atau seseorang yang lebih dewasa."
Reyhan menyela, "Tapi bagaimana mereka bisa tahu cara melakukannya? Maksudku, kekerasan fisik dan seksual ini... ini terlalu terencana dan brutal untuk ukuran bocah-bocah."
Mahendra merenung sejenak, menimbang berbagai kemungkinan. Dia tahu bahwa anak-anak pun bisa melakukan tindakan kriminal jika berada di bawah pengaruh orang yang salah atau kondisi lingkungan yang keras. "Kita belum bisa memastikannya sekarang, tapi diary ini adalah bukti penting. Kita perlu menyelidiki lebih jauh latar belakang anak-anak ini dan siapa yang mungkin mempengaruhi mereka."
Diskusi semakin memanas ketika Rayna tetap pada pendiriannya bahwa bocah-bocah tersebut mungkin tidak sepenuhnya bertanggung jawab atas tindakan keji ini. "Aku hanya merasa bahwa kita perlu mempertimbangkan kemungkinan lain juga. Bagaimana jika ada pelaku yang lebih dewasa yang memanipulasi atau memanfaatkan mereka? Kita tidak bisa hanya berfokus pada anak-anak ini."
Mahendra mengangguk. "Aku setuju, Rayna. Kita akan selidiki lebih dalam. Tetapi kita tidak bisa mengabaikan apa yang sudah kita temukan. Kita akan cari tahu siapa sebenarnya yang berada di balik semua ini."
Dengan strategi baru, tim memutuskan untuk mulai menyelidiki latar belakang empat bocah yang disebutkan dalam diary Kurnia. Mereka perlu menggali lebih dalam, mencari tahu apakah ada hubungan antara bocah-bocah tersebut dengan orang dewasa yang mungkin menjadi dalang atau penghasut tindakan brutal ini.
Investigasi kali ini memerlukan ketelitian ekstra. Mahendra, Rayna, dan Reyhan tahu bahwa kasus ini bukan sekadar soal kekerasan fisik dan seksual, tetapi juga melibatkan dinamika sosial yang lebih kompleks. Mereka berencana mengunjungi lingkungan tempat bocah-bocah itu tinggal dan mencari tahu siapa orang-orang dewasa yang berpengaruh di sekitar mereka.
Waktu terus berjalan, dan mereka tahu bahwa setiap detik adalah penting. Keadilan bagi Kurnia Fitri dan keluarganya tidak hanya bergantung pada penangkapan pelaku, tetapi juga pada pengungkapan motif dan aktor di balik tindakan kejam ini. Tim penyidik siap menghadapi tantangan selanjutnya dalam menegakkan keadilan.
Mahendra dan tim penyidik kembali ke Jakarta dengan hati berat setelah kasus Kurnia Fitri, seorang perempuan pedagang gorengan yang ditemukan tewas secara tragis, mendominasi berita. Kasus ini dengan cepat menjadi trending topik nasional. Peristiwa tersebut memicu diskusi publik yang luas mengenai keselamatan perempuan di Indonesia, terutama dalam konteks meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan, seperti KDRT dan pelecehan seksual. Isu ini membuat banyak orang khawatir akan masa depan dan keamanan perempuan di masyarakat.
Berita ini juga menarik perhatian Mahendra saat ia mendapati sebuah pesan SMS yang beredar di media sosial, pesan yang diyakini berasal dari korban, Kurnia Fitri. Pesan tersebut muncul di grup WhatsApp sekolah dan mengancam para siswa dan orang-orang yang diduga terlibat dalam kematiannya. Isi pesan itu menyiratkan bahwa arwah Kurnia Fitri akan menghantui siapa pun yang terlibat dalam pembunuhannya, merasuki mimpi mereka, dan tidak segan-segan membunuh keluarga terdekat mereka.