SUASANA DI aula besar SMANTA penuh dengan kebahagiaan yang dibalut kesedihan. Hari ini adalah hari perpisahan para siswa, sebuah titik akhir dari masa SMA yang penuh kenangan. Tangis pecah di beberapa sudut, sementara yang lain saling berpelukan dengan tawa dan sorak-sorai bahagia. Hari ini, para siswa SMANTA resmi meninggalkan status sebagai pelajar dan siap melangkah ke kehidupan dewasa, dengan dunia kerja dan tantangan yang menanti.
Namun, ada nuansa berbeda dalam acara perpisahan kali ini. Fransisca, yang sementara ini menjabat sebagai kepala sekolah menggantikan Martinus Stefanus yang ditangkap oleh pihak kepolisian, berdiri di atas panggung dengan senyum lembut, mencoba menenangkan suasana. Kejatuhan Martinus akibat skandal bimbingan belajar LOSECO dan persaingan kotor Ten Angels masih terasa di antara mereka, namun hari ini adalah tentang awal baru, bukan sekadar kenangan pahit.
Aksan, yang sejak lama dikenal sebagai anak kepala sekolah dan pemegang peringkat pertama dalam *Ten Angels*, melangkah maju untuk memberikan pidato perpisahan. Ia berdiri di depan podium dengan wajah tegang namun penuh penyesalan.
"Ada banyak yang ingin aku sampaikan," ucap Aksan, suaranya sedikit bergetar. "Tapi yang terpenting, aku ingin meminta maaf. Sebagai anak dari kepala sekolah, aku sadar betul bagaimana Ayahku telah melakukan hal yang keji dan tidak adil. Sistem Ten Angels dan bimbingan belajar LOSECO yang penuh kecurangan bukan hanya melukai kalian, tapi juga melukai hatiku."
Aksan berdiri di depan podium, wajahnya tegang namun penuh keyakinan. Ruangan hening, semua mata tertuju padanya. Pidato yang akan disampaikannya bukan hanya kata-kata perpisahan, tapi pengakuan dari lubuk hatinya yang terdalam.
"Hari ini, aku berdiri di sini, bukan hanya sebagai perwakilan dari *Ten Angels*," kata Aksan, suaranya bergetar, "tapi juga sebagai anak dari kepala sekolah yang kalian tahu, telah mengecewakan banyak dari kalian."