THE YOUTH CRIME

Dwi Budiase
Chapter #30

Karena Cinta Semua Tiada

MAHENDRA DAN tim penyidik anak serta INAFIS baru saja tiba di Kalimantan Timur. Perintah dari Sersan Satya Narendra sudah jelas—mereka ditugaskan untuk menyelidiki balapan liar yang marak terjadi dan telah menyebabkan kekacauan di beberapa titik kota. Kepolisian setempat dinilai kurang responsif, sehingga bantuan dari Jakarta diperlukan untuk menekan angka kriminalitas yang semakin melonjak.

Namun, sesampainya di lapangan, rencana investigasi mereka tertunda karena hujan deras yang tiba-tiba mengguyur. Jalanan yang biasanya dipenuhi anak-anak muda pembalap liar kini lengang, dan Mahendra serta timnya memutuskan untuk menghentikan pencarian sementara. Mereka kembali ke markas lokal sambil menyusun rencana untuk esok hari.

Namun keesokan harinya, situasi berubah drastis. Sebuah video singkat mendadak viral di media sosial. Dalam video tersebut, seorang pria muda terlihat tersenyum sambil bersimbah darah, menunjukkan kondisi mengerikan di dalam rumahnya—darah berceceran di seluruh lantai, dan tubuh keluarganya ditemukan tak bernyawa dengan luka mengerikan. Mahendra, yang menerima laporan tersebut, segera merasakan ada sesuatu yang jauh lebih besar dan berbahaya di balik kasus ini. Kasus balapan liar sementara harus ditinggalkan, karena pembunuhan brutal ini jelas membutuhkan perhatian segera.

Sesampainya di lokasi kejadian, Mahendra dan timnya mendapati pemandangan yang lebih buruk dari yang mereka bayangkan. Sisa-sisa darah menempel di dinding dan lantai, memberikan aroma besi yang menusuk. Seluruh anggota keluarga—termasuk orang tua dan seorang anak remaja—ditemukan dalam kondisi mengenaskan. Rayna, salah satu anggota tim, hampir muntah melihat kengerian itu. Sejenak, suasana hening sebelum INAFIS mulai bekerja mengumpulkan bukti dari setiap sudut rumah yang berdarah itu.

Mahendra, yang memiliki insting tajam sebagai penyidik, mulai menganalisis situasi. Dari foto keluarga yang tergantung di salah satu dinding rumah, ia memperhatikan bahwa keluarga tersebut hanya memiliki satu anak laki-laki remaja. Spekulasinya, pelaku mungkin adalah seseorang yang masih berumur di bawah dua puluh tahun, mungkin teman atau kenalan anak keluarga itu. Namun, mereka tidak bisa menarik kesimpulan terlalu cepat.

Saat penyelidikan berjalan, sebuah kejadian tak terduga membuat Mahendra dan timnya terkejut. Di antara kerumunan masyarakat yang sedang menonton proses penyelidikan, Mahendra melihat sosok dengan rambut berantakan dan mata sayu. Instingnya langsung menyala—itu bukan sekadar penonton biasa. Pria itu memancarkan aura mencurigakan, seperti orang yang baru saja melakukan sesuatu yang tidak seharusnya.

Tanpa pikir panjang, Mahendra mulai mengejar pria itu, memberi tembakan peringatan ke udara. Pria tersebut berusaha kabur, membuat Mahendra berlari semakin cepat, sementara Reyhan dan Rayna segera mengikutinya dari belakang. Aksi kejar-kejaran ini menarik perhatian masyarakat sekitar, yang langsung menyadari bahwa mereka sedang menyaksikan penangkapan pelaku pembunuhan brutal.

Langit di atas Kalimantan Timur mulai gelap ketika Mahendra, Reyhan, dan Rayna menyadari bahwa pelaku pembunuhan brutal satu keluarga mungkin berada di antara kerumunan yang sedang menonton penyelidikan. Mahendra merasakan firasat tajam saat melihat seorang remaja laki-laki dengan rambut berantakan dan mata sayu. Tanpa ragu, dia memberi isyarat kepada rekan-rekannya, dan mereka bertiga mulai bergerak ke arah remaja tersebut. Pelaku menyadari bahaya dan tiba-tiba berlari, membuat suasana semakin tegang.

"Jangan biarkan dia kabur!" teriak Mahendra, memimpin pengejaran.

Reyhan dan Rayna segera mengikuti, memecah kerumunan yang terkejut melihat polisi berlari dengan senjata di tangan. Mahendra berlari dengan kecepatan penuh, mencoba menjaga jarak yang semakin sempit dengan pelaku. Gang-gang sempit dan tikungan tajam di antara rumah-rumah penduduk membuat pengejaran semakin sulit, namun Mahendra dan timnya tetap fokus.

Pelaku, dengan wajah panik, melihat celah untuk melarikan diri di ujung sebuah gang. Namun Reyhan berhasil memotong jalurnya, memaksa remaja itu berhenti sejenak. Reyhan berusaha menangkapnya, tetapi tanpa diduga, pelaku melepaskan tendangan keras ke area selangkangan Reyhan.

"Arrgh!" Reyhan meringis kesakitan, jatuh ke lututnya, berusaha menahan rasa ngilu yang melumpuhkan. Pelaku kembali berlari, namun Mahendra yang kini semakin dekat, tak bisa lagi menoleransi. Tindakan pelaku yang berusaha melarikan diri sudah cukup baginya.

Mahendra segera mengangkat revolvernya dan melepaskan tembakan peringatan ke udara.

"Berhenti atau aku tembak!" seru Mahendra keras, suaranya menggema di gang yang sempit.

Pelaku tak mendengarkan dan tetap berlari. Mahendra dengan cepat membidik, lalu menembak kaki pelaku, tepat di betisnya. Remaja itu berteriak kesakitan, terjatuh ke tanah dengan napas terengah-engah. Darah mulai mengalir dari lukanya, dan dia tidak lagi bisa melanjutkan pelarian.

Lihat selengkapnya